The news is by your side.

Ingat ! Hak Imunitas DPR Hanya Mencakup Tiga Hal Ini

Ingat ! Hak Imunitas DPR Hanya Mencakup Tiga Hal Ini | NU Online LTN Nahdlatul Ulama Jawa BaratJakarta, NU Online

Revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang disahkan DPR memunculkan sejumlah pasal kontroversial. Khususnya terkait hak imunitas anggota dewan dalam Pasal 245 UU MD3.

Dalam pasal tersebut mengatur tentang pemeriksaan anggota DPR oleh aparat penegak hukum (polisi, jaksa) harus seizin presiden atas rekomendasi Majelis Kehormatan Dewan (MKD) jika memanggil anggota DPR.

Artinya, penegak hukum tidak bisa melakukan penangkapan dan penyidikan langsung ketika anggota dewan terjerat kasus pidana. Hak imunitas ekstra tersebut dinilai tidak sesuai konstitusi atau inkonstitusional oleh berbagai kalangan.

Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Andi Najmi Fuaidi menilai, hak imunitas memang dipunyai oleh DPR. Tetapi hak tersebut hanya mencakup tiga fungsi yaitu saat melakukan legislasi, bugdeting, dan pengawasan.

“Anggota DPR memang memerlukan perlindungan ketika melakukan ketiga fungsi, yaitu legislasi, budgeting, dan pengawasan, baik di dalam sidang maupun di luar sidang. Tetapi di luar ketiga fungsi tersebut, anggota DPR sebagai warga negara biasa, tidak kebal hukum,” jelas Andi Najmi kepada NU Online, Selasa (13/2) di Jakarta.

Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum NU (LPBHNU) periode 2010-2015 ini mengatakan, hak imunitas anggota DPR tidak berlaku ketika yang bersangkutan terjerat kasus pidana ringan maupun berat.

“Contohnya korupsi, perbuatan tidak menyenangkan, dan tindak kejahatan lainnya, hak imunitas tidak berlaku dalam konteks itu,” papar pria yang pernah menjabat sebagai Anggota DPR periode lalu ini.

Selain itu, terkait Pasal 73 UU MD3 yang mengatur polisi wajib membantu DPR memanggil individu atau lembaga, menurut Andi Najmi, DPR memang mempunyai wewenang untuk memanggil orang atau lembaga untuk menjalankan fungsi pengawasan.

“Namun menggunakan polisi sebagai alat untuk memanggil paksa harus dikaji ulang. Fungsi pengawasan yang dipunyai oleh DPR sesungguhnya sudah bersifat memaksa ketika yang dipanggil tidak menghiraukan,” terangnya. (Fathoni)

Leave A Reply

Your email address will not be published.