The news is by your side.

Manusia Ndeso: Kisah Embah Jarkoni

Manusia Ndeso: Kisah Embah Jarkoni | NU Online LTN Nahdlatul Ulama Jawa BaratSuatu pagi di desa terpencil dekat kota Fak Fak, banyak orang berkerumun untuk beraktivitas pagi: ada yg menjual dan membeli bahan makanan. Ada juga yg sekadar main untuk mendengarkan petuah Embah Jarkoni. Orang tertua di desanya itu selalu bawa serta istri dan cucu angkatnya. Isterinya biasa dipanggil Embah puteri. Mas Karepe Dewe, nama cucu laki2 dan Neng Ayulunga, si cucu perempuan.

Embah Jarkoni dengan suara lantang, meski usia hampir dua abad menyeru, “Sederek-sederek ! Aku rep ceritro, dengerno yo,” ujarnya mengawali kata-katanya.

Ada tujuh pantangan yg harus dihindari. Orang-orang ndeso hening, apa gerangan yg akan disampaikan si Embah. Sing cepet “ojo sue-sue mandeg ngomonge,” ujar Eyang puteri, isteri Jarkoni yg penasaran, karena suaminya menjeda pidatonya agak lama. “Hus, kowe ojo melu-melu,” tandasnya.

Saudara-saudara, ada yg tidak boleh dikakukan, karena manusia tidak akan mampu nglakoni.

  1. Berhentilah menuntut ilmu
  2. Jangan membalas budi
  3. Jangan mengarungi lautan
  4. Berhenti juga menimba ilmu
  5. Jangan lupa daratan
  6. Tidak boleh ng(k)urusi orang
  7. Jangan mau jadi atasan!

Sopo sing tahu alasannya ?

Kalau tidak tahu, saya nyatakan, begini:

  1. Jangan sembarangan menuding, sebab ilmu tidak bersalah.
  2. Pak Budi itu orang baik2, belum tentu Budi yang melakukannya.
  3. Lautan iku luas, sehingga karung lebih cocok untuk wadah beras.
  4. Ilmu ada di sekolah dan majelis taklim, ilmu tidak ada di dalam sumur.
  5. Ya, karena kalau lupa daratan, kamu mau tinggal di mana?
  6. Betul itu, sebab belum tentu orang laen pengen kurus.
  7. Murah harganya, karena di Tanah Abang, atasan cuma10 ribu dapat 3.

**
Nama dan tempat hanya fiktif.
Jarkoni = berujar (bicara), tapi tidak ngelakoni (menjalankan).

by: {M.Mangkoesorga}

Leave A Reply

Your email address will not be published.