Tantangan BerNU Masa Kini
Oleh : M Rikza Chamami
Dosen UIN Walisongo dan Sekretaris Lakpesdam NU Kota Semarang
Akhir-akhir ini sudah mulai marak lagi kelompok yang menyudutkan ajaran Nahdlatul Ulama (NU) lewat majelis pengajian. Dan tidak tanggung-tanggung, pengajian itu dishare di media sosial baik berupa tulisan hingga video (youtube).
Bagi NU, ajaran ahlussunnah wal jama’ah annahdliyyah itu pilihan terbaik. Dan NU tidak menutup mata bahwa masih banyak ajaran-ajaran Islam yang lainnya dan sah dalam perspektif ikhtilaful madzahib.
Sungguh aneh, ketika ada yang menyudutkan ajaran NU hingga menyebut bid’ah, syirik dan kafir. Akan tetapi, ketika diajak berdialog selalu beralasan hingga akhirnya pintu dialog tertutup. Padahal tabayun (klarifikasi) itu menjadi sangat penting.
Salah satu pesan santri yang dipegang adalah: al-ilmu nurun wal jahlu dzalamun, ilmu itu cahaya terang dan kebodohan itu gelap gulita. Begitu pula dalam memegang ajaran agama, sangat butuh ilmu.
Dalam posisi hidup beragama di Indonesia ini memang butuh ilmu yang beragam: ilmu agama, ilmu bermasyarakat, ilmu bernegara dan ilmu untuk hidup. Disitulah lahir tantangan-tantangan hidup yang luar biasa.
Tantangan terbesar berNU hari ini adalah soal kesabaran menghadapi fitnah. Sebab, sekarang warga NU sudah mulai sadar semuanya: sadar menulis, sadar melawan opini, sadar media, sadar berinternet hingga sadar berjam’iyyah. Alhasil NU makin kompak ditopang dengan kekuatan basisnya.
Maka kesabaran dalam mengelola emosi itu penting. Tapi apakah selamanya manusia itu bisa menahan emosi di tengah perilaku menyudutkan ajaran NU? Semua ada batasnya.
Maka dawuh seorang Kyai yang menyindir bahwa sudah tidak waktunya lagi bahwa yang waras mengalah saja. Sebab kalau yang waras selalu ngalah, di sisi lain ada yang tidak waras selalu merasa benar. Ini yang jadi repot.
Maka penting sekali kita kembali pada manhaj NU sebagaimana disampaikan Hadlratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam Qanun Asasi tahun 1926: ”Marilah anda semua dan segenap pengikut anda dari golongan para fakir miskin, para hartawan, rakyat jelata dan orang-orang kuat, berbondong-bondong masuk Jam’iyyah yang diberi nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama ini. Masuklah dengan *penuh kecintaan, kasih sayang, rukun, bersatu dan dengan ikatan jiwa raga*.”
Kutipan seruan Mbah Hasyim Asy’ary dalam Muqaddimah Qanun Asasi di Surabaya ini patut untuk dijadikan pegangan dalam berNU. Bahwa dalam menjalankan jam’iyyah dan jama’ah harus dengan penuh cinta, kasih sayang, rukun, bersatu dan ikatan jiwa raga.
Semua itu menjadi patokan dalam menghadapi semua tantangan hidup dan menjaga ajaran NU. Jika ada ajaran NU yang dikafirkan, maka perlu diluruskan. Jika ada ulama NU yang dihina, maka dibayunkan.
Menjaga marwah ajaran dan ulama dengan penuh kasih sayang menjadi sangat penting. Bukti sayangnya para santri adalah dengan menjaga ajaran dengan tulus dan membentengi ajaran menyesatkan dan merusak NKRI.*)
Baca juga resensi buku lainnya :
- Gerakan Syiah di Nusantara: Anasir Berimbang Sejarawan Muda. Kontak pembelian : 0852 9477 2060 (Jabar). Link resensi, klik.
- ejarah Pergerakan Nasional. Kontak pembelian : 0852 9477 2060 (Jabar). Link resensi, klik.
- Historiografi Islam dan Momi Kyoosyutu. Kontak pembelian : 0852 9477 2060 (Jabar). Link resensi, klik.
- Jalan Sunyi dan Rambut Gimbal : Sebuah Interpretasi atas Kehidupan Gus Qomari. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
- Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
- Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.