The news is by your side.

Ahmad Safari: Kaligrafer dalam Transisi Penolakan dan Penerimaan Kaligrafi Kontemporer

Kaligrafi Kontemporer karya AD. Pirous berjudul “Ya, Rabbi dengarkanlah Kami, II” Tahun 1991

Muhamad MaksugiPada tanggal 12 September 1986 dalam sarasehan kaligrafi yang di prakarsai oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Universitas Gadjah Mada di Gedung Seni Sono Yogyakarta perseteruan sengit terjadi ketika lukisan kaligrafi yang di buat oleh para pelukis ikut di pamerkan. Drs. Marwazi NZ mewakili para khattat menunjuk letak kesalahan-kesalahan tulis karena tidak mengikuti standar gramatika aksara Arab yang seharusnya di patuhi.

Lebih parah lagi lukisan Affandi yang begitu berani menaruh kata Allah diatas potret dirinya sendiri membuat para khattat semakin geram dengan ketidak senonohan yang di pertontonkan dalam sebuah lukisan. Sirojuddin AR yang saat itu menjadi salah satu pembicara menjawab: “Kalau pelukis seperti Affandi saja mau menggores huruf Allah, itu merupakan sebuah kemenangan dakwah Islam,” Jawaban tersebut kemudian disambut gemuruh oleh para pelukis. Lukisan kaligrafi yang di perdebatkan tersebut kini lebih di kenal sebagai kaligrafi kontemporer.

Kisah yang di ceritakan Sirojudin AR pendiri Pondok Pesantren Lembaga Kaligrafi (Lemka) tersebut menjadi gambaran tentang betapa panasnya perdebatan yang terjadi ketika menyikapi kemunculan kaligrafi kontemporer yang mulai di perkenalkan ke Indonesia pada tahun 1970an. Kalangan khattat yang biasanya berafiliasi ke pesantren menganggap bahwa lukisan kaligrafi tidak beretika dan merusak tulisan, bahkan di tarik pada perkara fiqh (halal atau haram). Sementara itu, kalangan pelukis Islam menganggap para kaligrafer murni miskin nuansa karena sebuah karya tidak selesai hanya pada huruf semata.

Standar titik belah ketupat yang di standarisasi oleh Ibnu Muqlah

Perlu di pahami bahwa kaligrafi murni merupakan karya kaligrafi Arab yang mengikuti standarisasi Ibnu Muqlah yaitu aksara-aksara yang garisnya mengikuti bentuk standar titik belah ketupat. Hingga kini terdapat tujuh khat populer yang di bakukan seperti Naskhi, Tsulutsi, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, dan Riqah. Sementara itu kaligrafi kontemporer justru berusaha lepas dari kelaziman khat yang telah baku tersebut.

Menariknya kaligrafi kontemporer yang dulunya menuai kecaman, kini telah di terima oleh kalangan kaligrafer semenjak di ikut sertakan dalam ajang perlombaan kaligrafi bergengsi MTQ dan menjadi madzhab kaligrafi tersendiri. Namun hampir keseluruhan peserta lomba MTQ cabang kaligrafi kontemporer selama ini justru di dominasi oleh para santri, pelajar, atau mahasiswa yang bukan dari sekolah/kampus seni rupa. Padahal pada mulanya kaligrafi kontemporer ini di pelopori oleh para pelukis dan akademisi seni rupa.

Terlepas dari persoalan itu, hal yang menarik di cermati dalam gejala ini adalah bagaimana para kaligrafer murni mengalami transisi dari penolakan ke penerimaan, serta adaptasi dari gaya aksara yang baku ke aksara yang lentur dan bebas. Sebab beberapa peserta kaligrafi kontemporer adalah mereka yang sebelumnya justru telah lama “berkecimpung” di kaligrafi murni.

Ahmad Safari mengerjakan kaligrafi dekorasi

Ahmad Safari misalnya, seorang kaligrafer murni dari desa Gumulung Lebak Kecamatan Greged Kabupaten Cirebon mengawali karir kaligrafinya di MTQ dengan kaligrafi dekorasi kemudian di tutup dengan kaligrafi kontemporer. Seperti kebanyakan kaligrafer lainnya, Ahmad Safari juga berafiliasi ke pesantren, yaitu di Buntet Pesantren Cirebon.

Pada saat kaligrafi kontemporer mulai di ikut sertakan dalam cabang lomba MTQ, Ahmad Safari adalah generasi awal yang ikut di Kabupaten Cirebon. Sebagai seorang kaligrafer murni, ia merasa khawatir jika kaligrafi kontemporer di kembangkan bahkan sampai di ikut sertakan ke dalam lomba MTQ, generasi muda ke depan akan enggan untuk mengikuti standarisasi bentuk aksara yang telah di bakukan. Namun setelah mengenal lebih jauh tentang kaligrafi kontemporer ia menyadari bahwa banyak para pembelajar kaligrafi murni yang menyerah dengan kaidah kemudian menjadikan kaligrafi kontemporer sebagai wadah untuk membebaskan diri dan mengekspresikan pengalaman estetiknya pada kaligrafi hingga menciptakan gayanya sendiri – Kaligrafi tidak berhenti pada huruf.

Selain memunculkan berbagai kekhawatiran, generasi awal MTQ kaligrafi kontemporer juga belum beradaptasi sepenuhnya dengan madzhab khat yang terbebaskan ini. Kebanyakan peserta MTQ kaligrafi kontemporer awal belum bisa melepaskan diri dari kaidah-kaidah yang sebelumnya di tekuni. Sebagian huruf-hurufnya bahkan masih mengikuti gaya khat tertentu. Hal ini di sebabkan selain karena masih terikat dengan pengalaman kaidah, pemahaman tentang kaligrafi kontemporer pada saat itu juga masih minim. Para peserta belum mengerti seperti apa kaligrafi kontemporer.

Ahmad Safari misalnya pada awalnya memahami kaligrafi kontemporer sebatas perpaduan antara kaligrafi dengan lukisan. hurufnya masih mengikuti kaidah tertentu, ketika mengikuti MTQ cabang kaligrafi kontemporer pertama di kabupaten Cirebon ia menggunakan kaidah Tsulus pada lukisannya. Meski berhasil meraih juara dua, ia sempat di tegur oleh Dewan Hakim: “Coba kamu kalau misalkan huruf Wawu yang sudah baku kamu lencengkan saja. Goreskan. Gak usah mengikuti kaidah.” Kenang Ahmad Safari.

Sebagai sebuah madzhab, kaligrafi kontemporer yang di perlombakan di MTQ masih cukup belia. Walaupun pada mulanya banyak menuai kesalah pahaman dan kecurigaan, tetapi pada akhirnya kaligrafi kontemporer di terima juga oleh para khattat dan menjadi tanah yang basah bagi para kaligrafer maupun pelukis untuk terus melakukan perburuan huruf sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para khattat pada masa Dinasti Umayyah. Generasi awal MTQ kaligrafi kontemporer adalah penanda penting untuk melihat bagaimana transisi yang terjadi dari para khattat yang awalnya mencurigai kaligrafi kontemporer kini menerima dan menekuninya. Ahmad Safari adalah satu dari sekian angkatan pertama MTQ kaligrafi kontemporer yang mengalaminya.

Buku lain :

  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.