Idul Fitri dan Komitmen Mengokohkan Semangat Kebersamaan
Oleh: H. Ucup Pathudin Almaarif, M.Ag
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Takbir 9x
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Allâhu akbar 3x walillâhi al-hamd!
Hadirin Jama’ah Shalat ied Rahimakumullah!
Hari ini, kita sedang merasakan kebahagiaan yang tidak terkira. Setelah sebulan lamanya kita melaksanakan ibadah Ramadlan, akhirnya kita bisa menikmat kembali indahnya Idul Fitri di tahun ini.
Tetapi, ditengah kebahagiaan kita, ada beberapa persoalan di sekeliling kita, yang menjadi pekerjaan rumah bersama. Salah satunya adalah munculnya gejala-gejala sosial, yang jika kita biarkan, bisa mengancam kokohnya kebersamaan kita. Gejala tersebut ditandai dengan munculnya kesalingcurigaan di antara kita. Kecurigaan tersebut menjadi mudah kita temukan, seiring mudahnya akses informasi melalui media sosial yang ada dalam genggaman tangan kita.
Allâhu akbar 3x walillâhi al-hamd!
Hadirin Jama’ah Shalat Ied Rahimakumullâh!
Islam sesungguhnya telah memberikan panduan, bahwa kita semua dilarang berpecah-belah. Dalam Surat Ali Imran ayat 103, Allah SWT. berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Artinya:
“dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.
Secara jelas, di awal ayat tersebut menegaskan kewajiban untuk berpegang teguh pada tali (agama) Allah, sekaligus larangan berpecah belah. Oleh karena itu, kita berkewajiban pula mengupayakan dan menjaga persatuan dengan cara dan media apapun. Kita mengenal kaidah dalam Ushul Fiqih:
Artinya: “Perintah terhadap sesuatu adalah perintah untuk hal yang bisa memfasilitasi (terlaksananya) perintah tersebut”.
Allâhu akbar 3x walillâhi al-hamd!
Hadirin Jama’ah Shalat Ied Rahimakumullâh!
Beruntung kita bisa hidup di negara Indonesia yang kita cintai ini. Kita bisa melaksanakan Ibadah dengan tenang, kita bisa mencari kehidupan dengan nyaman, tanpa kekahawatiran yang mengancam ketenangan dan kenyamanan tersebut. Meskipun kita hidup berdampingan dengan saudara-saudara kita, yang berlainan agama, suku, ras, latar belakang sosial lainnya.
Karunia ini wajib kita syukuri. Wujud kesyukuran tersebut, dapat kita lakukan dengan selalu menjaga, merawat, dan melestarikan kebersaaam yang telah terbangun sampai detik ini.
Kita yakin bahwa keberagaman adalah rahmat Allah bagi kita. Sebagai umat Islam, kita bahkan yakin dan percaya, bahwa dasar dan falsafah bangsa kita, Pancasila, adalah hasil ijtihad para pendiri bangsa, yang bisa menjadi katalisator kita semua.
Bahkan bagi umat Islam, Pancasila sebangun dengan tujuan diturunkannya syariat Islam [maqâshid al-syarî’ah] menurut Imam As-Syathibi.
Mari kita perhatikan, Sila pertama, Ketuhanan Yang Mahaesa, sebangun dengan hifdl al-dîn atau memelihara keyakinan. Islam diturunkan bertujuan untuk memelihara agama dan keyakinan. Tidak diperkenankan memaksakan agama dan keyakinan.
Allâhu akbar 3x walillâhi al-hamd!
Hadirin Jama’ah Shalat Ied Rahimakumullâh!
Kedua, hifdl al-nafs atau terjaminnya keselamatan jiwa manusia. Tidak ada pertumpahan darah dan memperlakukan manusia yang lain, layaknya memperlakukan diri sendiri. Tujuan ini tercermin dalam sila kedua: “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Keadilan dan keberadaan menjadi dua hal yang dibutuhkan dalam hidup manusia. Keadilan akan meletakkan manusia pada tempat yang tepat, sedangkan keberadaban akan dibutuhkan pada saat keadilan tersebut diperjuangkan.
Ketiga, hifdl al-nasl yakni terpeliharanya hak-hak reproduksi dan melanjutkan keturunan dalam bingkai keluarga. Hak reproduksi tidak akan tercapai jika tidak ada
variabel keinginan untuk bersatu. Baik karena latar etnis, budaya, gender, dan lain-lain. Tujuan ini senada dengan rumusan sila ketiga: “Persatuan Indoesia”.
Keempat, hifdl al-‘Aql yaitu terpeliharanya suasana kebebasan berpikir, mengeluarkan pendapat, berdialektika gagasan, dan aktivitas lainnya yang sejenis. Tujuan keempat ini nampak pada sila: “Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”. Jaminan tujuan keempat ini untuk menegaskan bahwa keberlangsungan agama, salah satunya ditentukan dengan ruang yang luas terhadap aktivitas akal. Ada sebuah diktum yang populer: al-dînu huwa al-‘aqlu, lâ dîna liman lâ ‘aqla lahu. Agama adalah direpresentasikan dengan akal, tidak ada kewajiban beragama bagi yang tidak mau memfungsikan akalnya.
Kelima, hifdl al-mâl yaitu terpeliharanya harta kekayaan sebagai sumber kesejahteraan. Kesejahteraan yang menjadi indikator keadilan sosial tercermin dalam sila: “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia”.
Allâhu akbar 3x walillâhi al-hamd!
Hadirin Jama’ah Shalat Ied Rahimakumullâh!
Duduk antara dua Khutbah
Dilanjutkan Khutbah Kedua
Takbir 7x
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.