PRINSIP NAHDLATUL ULAMA DIBALIK SIDRATUL MUNTAHA
Di antara rangkaian perjalanan Nabi SAW saat mi’raj ialah menerima Wahyu berupa perintah shalat yang 5 waktu di Sidratul Muntaha.
Apa itu Sidratul Muntaha ?
Ia adalah tempat tertinggi di alam semesta. Labuhan terakhir bagi makhluk yang menepi di ketinggian (meski yang bisa sampai di sana hanya Nabi SAW). Bentuknya seperti pohon Bidara, yang mana Bidara sendiri tersemat dengan kata Sidrah. Dedaunan nya berjumlah sama dengan jumlah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.
Apakah di Sidratul Muntaha itu Nabi bertemu dengan Dzat Allah Ta’ala ?
Tidak !
Di sana, Nabi hanya menerima Wahyu dari Allah, bukan bertemu dengan Dzat Allah. Sebab Allah tidak akan pernah bertempat baik di langit ataupun di atas langit. Baik sesaat maupun beberapa saat. Allah tidaklah memiliki ruang dan bentuk, arah dan rupa. Sebagaimana yang tersurat dalam aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang kemudian dijadikan landasan prinsipil oleh Nahdlatul Ulama.
Syaikh Ibnu Hajar dalam kitab Fath Al Bari mengutip qoul Imam Al Khattabi
وَالْمَكَانُ لَا يُضَافُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى إِنَّمَا هُوَ مَكَانُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَقَامِهِ الْأَوَّلِ الَّذِي قَامَ فِيهِ قَبْلَ هُبُوطِهِ انْتَهَى وَهَذَا الْأَخِيرُ مُتَعَيَّنٌ وَلَيْسَ فِي السِّيَاقِ تَصْرِيحٌ بِإِضَافَةِ الْمَكَانِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
“Tempat itu tak disandarkan pada Allah Ta’ala, sesungguhnya itu tak lain adalah tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di tempat berdirinya sebelumnya sebelum turun. Ini akhir nukilan al-Khattabi. Keterangan terakhir ini sudah pasti dan dalam konteks hadits sama sekali tak ada penjelasan penisbatan tempat itu pada Allah Ta’ala”. (Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, juz XIII, halaman 484)
Lantas untuk apa Nabi dipanggil ke Sidratul Muntaha jika hanya untuk menerima Wahyu? Kenapa tidak di goa hira saja seperti Wahyu yang pertama kali turun ?.
Sebagaimana surat Al Isro menuturkan nya dengan jelas
لنريه من اياتنا
Yakni untuk menampakkan tanda-tanda kekuasaan Allah di hadapan Nabi, untuk kemudian disampaikan pada ummatnya.
Isro’ Mi’raj itu bukan hanya berbicara pada fokus khowariqul ‘adat semata, melainkan lebih kepada pembelajaran akhlak segenap orang yang ingin diakui oleh Allah, baik dari sisi keimanan nya, keislamannya maupun keihsanannya.
Rasulullah SAW ketika ber Isro’ Mi’raj diberi kesempatan meniti tiga alam, yakni alam Nasut, tempat tinggal Bani Adam. Alam Malakut tempat tinggal Para Malaikat yang mana manusia tidak ada yang bisa memasukinya tanpa seizin Allah. Dan alam Lahut, alam dimana jangankan manusia, Malaikat pun tidak diberi izin untuk mendatanginya.
Rasulullah ialah kekasih yang dikaruniai lisensi untuk bisa mendatangi ketiga alam tersebut, sebagai bukti bahwa beliau memiliki kemuliaan di atas kemuliaan, wujud Par Excellence sejati yang mengakhiri segala bentuk syari’at terdahulu dengan nilai sempurna. Hingga Allah SWT mengabadikan bukti kemuliaan itu lewat kata “Abdihi” pada surat Al Isro’ ayat pertama, yang melahirkan esensi bahwa beliaulah sang pemilik kategori Hamba sejati.
والله اعلم
Penulis:
Zahro Diniyah