Shalat Subuh di Makkah hingga Bertemu Nabi Khidir
Wahyu Iryana – Mudasir adalah mahasiswa semester bonus yang hampir di dakwa Drop Out, setelah diusir dari kostnya yang dahulu kini ia mengembara tak tahu rimba, roadshow dari masjid ke masjid, dari sekretariat organisasi ke sekretariat organisasi untuk sekedar numpang tidur dan ikut nimbrung makan saja, hingga terdampar di emper toko Cina, dan sempat tidur di pos satpam kampus.
Migrasi dari pesantren ke kampus tidak membuat Mudasir cepat memahami situasi dan kondisi yang membuat ia gamang beradaptasi. Maklum saja Mudasir sejak nyantri di Pondok sebentar sebentar menghilang sebentar-sebentar hadir dalam majlis pengajian, banyak yang ngomong Mudasir mirip Jaelangkung.
Naasnya setiap tidur tidak ada satupun taman temannya yang bisa membangunkan, tidurnya seperti kerbau.
Hal ini pernah dialami Solihun saat pernah nginep bareng di Mushala Haji Yasin yang berlantai dua. Mudasir yang doyan bergadang, menambah panjang rentetan kelakuan amburadulnya, namun aneh hari selasa malam rabu itu Mudasir tampak mengantuk, tidak lama berselang dengkurnya sudah terdengar.
Tepat waktu subuh.
“Asholatu khoerum minannaum… “
Solihun sobat Mudasir membangunkan “Sir… Mudasir bangun Sir…, Subuh… Subuh sudah waktunya shalat Subuh” Ajak Solihun membangunkan Mudasir.
Dengan nada setengah membentak, dan masih dalam keadaan menutup mata Mudasir mengigau “Kamu ini mengganggu saja, saya sudah shalat Subuh di Mekah tadi.! ” Dengan nada setengah kesal Solihun bergegas Shalat Subuh sembari ngedumel “Karepmu Sir… Sir… Mau shalat subuh di Mekah mau tidur terus ga bangun bangun juga. “
Hingga pagi menjelang, tepat pukul. 8.00 wib Mudasir belum juga bangun, Solihun bergegas pergi ke kampus karena pada waktu itu ia akan ujian komprehensif (ujian mata kuliah).
Solihun baru tersadar kalau setiap hari Rabu pagi di Mushola Haji Yasin selalu diadakan Pengajian Sholawat Nariyah ibu ibu majelis taklim, ia tak sempat membangunkan Mudasir.
Di Mushola tempat Mudasir masih nyenyak tertidur sayup sayup suara pupujian ibu-ibu majelis taklim mulai terdengar mereka melantunkan Shalawat Nariyah. Mudasir yang masih dalam posisi tidur mengintip dengan mata kirinya ia merasa malu melihat ibu ibu majelis taklim sudah duduk melingkar di Mushola itu, untuk menutupi rasa malunya Mudasir tetap memejamkan mata hingga beres acara pengajian ibu-ibu dalam keadaan terjaga.
Ketika pengajian ibu-ibu sudah selesai datanglah Solihin membangunkan Mudasir. Tak berselang lama terdengar salam dengan nada merengek…ternyata pengemis setengah baya yang datang tanpa memakai alas kaki dengan nada memelas pengemis itu mengiba”sedekahnya pa… Minta sedekahnya… ” Mudasir yang baru bangun dari peraduannya langsung merogoh kantong celana jeans yang sudah dipakai berhari hari itu. Ternyata uang yang tersisa 50 ribu itu dia langsung kasihkan kepada pengemis itu. Pengemis dengan riang langsung ngacir bergegas pergi. Solihun pelihat pemandangan di luar nalar, ” Ko bisa? Mudasir bersedekah dengan uang sebanyak itu… Seperti bukan dia, ini keajaiban.” gumamnya dalam hati. Tanpa menghiraukan Sobatnya, Mudasir bergegas ke kamar mandi untuk sekedar cuci muka.
Keluar kamar mandi pengemis datang kembali, kali ini pengemis renta memakai sandal jepit yang berbeda ukuran dan warna. “Pa minta sedekah pa… ” Pinta pengemis itu.
Namun dengan wajah cengengesan Mudasir pun mengangkat tangan seperti polantas… Tanda menyerah tak punya uang untuk dikasihkan pengemis. Pengemis bergegas pergi.
Solihun seusai shalat dhuha dan berdoa dalam mushola…yang sejak pagi tadi memperhatikan gerak gerik Mudasir pun bertanya. “Sir kenapa kamu kasih pengemis yang muda bergas itu dengan uang 50 ribu, tapi tadi pengemis yang renta kamu ko ga kasih sepeserpun?”
Mudasir dengan menggaruk garuk kepala berujar. ” Oy…Solihun yang pertama itu walaupun dia pengemis yang masih muda lihat penampilannya dia kumal dan tak pakai sandal, dia itu jelmaan Nabi Khidir yang menyamar. “Nah yang kedua itu siapa Sir?” Sergah Solihun.
Yang kedua itu yang bener pengemis… Makanya saya tidak kasih uang. ” Ucap Mudasir melongo meratapi uang 50 ribu yang sudah raib tak tersisa. Nasib… Nasib.