Virus Corona dan Narasi Kelompok Radikal di Tanah Air
Negeri tempat hijrah Nabi saw, daulah Islam pertama, daulah Nabawiyah di awal pembentukannya adalah negeri yang penuh wabah penyakit dan airnya tercemar.
Sampai-sampai para sahabat senior, seperti Bilal radhiallahu ‘anhu merasa berat menanggung bala ujiannya dan mendoaakan kejelekan kepada orang-orang kafir yang menjadi sebab kedatangannya ke Madinah. Padahal ia adalah sahabat yang sudah teruji dalam menanggung bala ujian.
Daulah Khilafah tepatnya di masa Khalifah Umar bin Khattab, pernah mewabah penyakit kolera (wabah qu’ash) di daerah Syam sekitar tahun 18 Hijriyyah. Wabah ini menelan korban jiwa sebanyak 25 ribu kaum muslimin. Di antara yang meninggal adalah sahabat Nabi saw; Mu’adz ibn Jabbal, Abu Ubaidah, Syarhbil ibn Hasanah, Al-Fadl ibn Al-Abbas ibn Abdul Muthallib.
Bandingkan dengan korban virus Corona di Wuhan yang dilansir CNN (29/01/2020), pihak berwenang Cina mengumumkan 132 orang tewas akibat virus corona. Semuanya di daratan Cina.
Ketika penyakit mewabah, Rasulullah saw mengajarkan para sahabat untuk bersabar dan lebih menguatkan rasa cinta air. Beliau saw berdo’a kepada Allah swt, agar diberikan rasa cinta tanah air Madinah melebihi cinta tanah air mereka ke Mekkah.
Ajaran Rasulullah saw ini membantah pendapat kaum radikal bahwa cinta tanah air (hubbul wathan) hukumnya haram. Justru di saat-saat genting rasa cinta tanah air (patriotisme) lebih diperkuat.
Jumlah korban tewas akibat virus Corona di Wuhan jauh lebih sedikit ketimbang korban wabah kolera di Syam dalam daulah Khilafah di masa Umar bin Khaththab.
Kalau menggunakan logika sederhana kaum radikal, ini bukti, sistem komunisme ternyata lebih baik daripada sistem khilafah. Selanjutnya gara-gara wabah virus Corona, narasi kaum radikal bahwa sistem khilafah adalah sistem terbaik, ikut mati.
Bandung, 29/01/2020