Negara tidak Boleh Lengah
Metrotvnews.com, Jakarta: Riefqi Muna, peneliti politik internasional dan keamanan LIPI, menilai banyak kelompok masyarakat yang belakangan ini salah memersepsikan tujuan akhir Islam, misalnya ingin mendirikan negara Islam. Padahal, tujuan akhir Islam bukan mendirikan negara, melainkan menciptakan peradaban.
“Karena sifatnya membangun peradaban, perilaku semua elemen yang menggunakan identitas Islam harus beradab. Kalau kelompok-kelompok tertentu mengaku atau menggunakan identitas Islam tetapi tidak beradab, sebenarnya kelompok itulah yang melakukan penistaan terhadap agamanya sendiri,” terang Riefqi seusai memaparkan hasil pengkajian Ramadan PP Muhammadiyah, di Aula FK Universitas Muhammadiyah, Jakarta, Rabu 7 Juni 2017.
Sikap yang tidak sesuai dengan tujuan ajaran Islam, kata dia, tercermin dari perilaku-perilaku yang tidak mencerahkan, membebaskan, memajukan, dan berperadaban sebagaimana sering disebutkan sebagai rahmatan lil alamin. “Rahmatan lil alamin bukan hanya sebuah simbol dan bukan hanya slogan atau atribut saja, melainkan harus diwujudkan dalam perilaku dan ukuran dari hal tersebut sangat jelas,” terang Riefqi.
Salah satu kunci dalam menjaga stabilitas di negara demokrasi, imbuh dia, yakni adanya penegakan hukum secara adil oleh negara. Tanpa penegakan hukum, yang terjadi adalah kekacauan di negara tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Muhammadiyah Malang Syamsul Arifin menyatakan, meski organisasi seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) belum mengarah kepada perlawanan fisik seperti Islamic State (IS), mereka patut diwaspadai. “Pemerintah mempunyai otoritas untuk membubarkannya tetapi harus sesuai dengan aturan yang ada. Negara tidak boleh lengah menghadapinya,” tegas dia.
Seruan Psikolog
Di sisi lain, Komunitas Insan Psikologi Indonesia (KIPI), kemarin, berkumpul di Gedung Joeang 45, Cikini, Jakarta Pusat, menyampaikan sikap mendukung NKRI. “Inisiatif ini kami ambil karena bila pertentangan dan konflik terus dibiarkan akan merugikan kita semua. Energi bangsa ini akhirnya habis hanya karena pertentangan dan konflik yang tidak bermanfaat,” ucap inisiator gerakan KIPI Johanes Rumeser.
Dekan Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara itu menegaskan situasi kebangsaan saat ini kian memprihatinkan. Pengentalan perbedaan di masyarakat dapat mengarah kepada perpecahan.
Baca: Tiga Alasan Pemerintah Bubarkan HTI
“Ilmu psikologi mengajarkan bahwa manusia memang berbeda. Perbedaan itu harus menyatukan kita, bukan malah memecah belah. Maka itu kami harapkan agar semua insan psikologi harus bangkit untuk memberikan kontribusi di masyarakat agar situasi kritis di masyarakat segera diakhiri,” tegas dia.
Dicky Pelupesi dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menambahkan, hal yang terjadi akhir-akhir ini merupakan krisis relasi satu dengan yang lain. “Maka itu, menurut psikologi, cara mengatasi krisis relasi itu ialah dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan untuk diakui, diterima, memiliki dan dimiliki, dan aktualisasi dirinya secara positif,” papar Dicky.
Sumber : MetroTV