Ahlaq Adalah Sayap Kemalaikatan Kita
Bambang Melga Suprayogi – Mereka yang terlahirkan dengan keyakinan bisa beriman kepada Sang Maha Pencipta, menganut agama samawi, khususnya Islam dan menikmati menjadi seorang Muslim, harus sangat pandai bersyukur kepada Tuhan, dan pandai berterima kasih pada Nabinya, Muhammad SAW.
Menjadi muslim yang baik, menjadi muslim yang pandai menempatkan diri, merupakan ciri dari keberadaan manusia yang mau berpikir, dan mensyukuri nikmat Allah.
Dihadapkan pada fenomena akhir zaman, muslim yang kita lihat di bumi Indonesia, akhir-akhir ini, sangat menunjukan identitas kemuslimannya yang ekslusif, muslim yang ambisius, muslim yang diwakili ego dan nafsu, sehingga terkikis karakter muslim yang membumi, dan muslim yang santun.
Muslim Indonesia yang diwakili beberapa gelintir manusia yang selalu mengatasnamakan umat, muncul sebagai representasi keseluruhan muslim, sehingga yang merasa telah jadi wakil umat, berani menjadi jubir (juru bicara), akhirnya malah meruntuhkan marwah kebesaran keagungan Islam itu sendiri.
Dari keberadaan jubir-jubir pemegang fatwa itu, hilang kebesaran citra positif Islam, yang awalnya bisa menjadi role model mampu memberi rahmat bagi alam.
Mengapa itu terjadi ?
Ruh Ahlaq sebagai pijakan kesantunan lenyap.
Ruh Ahlaq sebagai pijakan rasa malu runtuh.
Ruh Ahlaq sebagai pijakan kecerdasan dan kebijaksanaan telah pergi…dan yang ada, manusia dengan pikirannya sendiri, nafsu dan emosinya, dan akhirnya, Iblis bebas menunaikan tugasnya tampa ada hambatan, sebab, ahlaq si manusia itu telah lenyap.
Islam sebagai orentasi puncak kebaikan ahlaq, seperti apa yang dicontohkan Nabi, yang telah menanam bibit ahlaq mulia itu dijaman para sahabat, memupuk dengan subur hingga generasi tabiin, dan generasi berikutnya, dan memanen hasilnya dengan baik, pada generasi munculnya para imam yang mendorong kebaikan faham sesuai tuntunan-tuntunan ahlaq, dan pedoman kebenaran sesuai ijtihad masing-masing majhab oleh para imam Mujtahidnya.
Perjuangan Nabi adalah membangun pondasi ahlaq.
Perjuangan para sahabat menata temboknya ahlaq.
Para Tabiin dan tabi’ut tabiin mengatapinya.
Para imam mempercantik keseluruhan bangunannya.
Para wali Allah menjaganya sebaik mungkin.
Para ulama memelihara keseluruhannya.
Dan Muslim yang baik turut membantu agar cahaya ahlaq itu tidak redup, memudar, dan lenyap.
Peran keberadaan ahlaq tak bisa hilang dari pribadi muslim.
Ahlaq adalah senjata ampuh kita melawan kegelapan, kebodohan, kejahiliyahan, kesombongan, dan nafsu Angkara yang dihembuskan iblis.
Hilangnya ahlaq mulia dari seorang pribadi muslim, sekelompok muslim, atau umat muslim, maka hilang cahaya kedamaian, cahaya persaudaraan, dan akhirnya hilang cahaya keimanannya.
Ahlaq itu mata air kehidupan.
Kemuliaan manusia ditentukan ahlaqnya. Dan untuk itulah nabi dihadirkan utamanya bagi umat muslim, agar umat gandrung untuk memperbaiki ahlaqnya terlebih dahulu.
Ahlaq Nabi Muhammad SAW, sudah mulia sebelum di angkat ia menjadi Nabi. Maka setelah Allah anugrahkan gelar kenabiannya, maka hal lainnya, ajaran dan tuntunan baru menyusul secara bertahap untuk memperkuat ahlaq-ahlaq lain bagi terbangunnya hubungan berimbang, antara Habluminannas, dan Habluminallah.
Sehingga dengan demikian, harapan terbesar dari berislamnya kita, adalah terbangunnya manusia berkeadaban mulia, yang bisa menjadi malaikatnya bumi, pembawa ciri ketaatan mahluk mulia, penebar cinta kasih pada seluruh mahluk di alam semesta.
Ahlaq adalah sayap kita menuju Tuhan
Ahlaq adalah jalan kita pada ketaatan seperti halnya para malaikat miliki.
Keberadaan ahlaq kita, bila semakin baik, akan menguatkan sayap-sayap Kemalaikat kita…kita adalah mahluk pertengahan antara kebaikannya malaikat, dan keburukannya iblis.
Bila sayap iblis adalah hawa nafsu, emosi, pikiran picik yang buruk penuh dendam, dan prasangka…maka sayap malaikat hanya perlu kebaikan ahlaq saja.
Apakah kita memiliki sayap seperti malaikat itu ?
Atau tampa sadar kita telah memiliki sayapnya iblis !
Untuk jawabannya…
Mari kita lihat kembali ahlaq kita.
Hanya kita yang bisa merasakan ahlaq baik kita yang sebenarnya.
Dan anehnya, manusia lainpun bisa merasakan kehadiran sayap malaikat kita, atau sayap keiblisan kita.
Mari kita syukuri bersama jika ahlaq kita sudah terdidik baik oleh alam dan perjalanan waktu. Seperti terdidiknya Ahlaq Nabi oleh situasi-situasi yang menumbuhkan kedewasaan ahlaqnya, semoga kita mampu terus memproses kan kebaikan ahlaq kita, hingga suatu waktu, Allah akan mengenalkan diriNya pada kita, karena atas jalannya sang ahlaq kita. Alhamdulillah.
Semoga bermanfaat
Bambang Melga Suprayogi M.Sn