Ahlaq Membangun Keperercayaan Diri
Bambang Melga Suprayogi M.Sn – Setiap manusia pada dasarnya memiliki bawaan lahir, yakni kemampuan rasa kepercayaan dirinya, yang tergambarkan dari tangisan awal seorang bayi saat ia menjejakkan keberadaannya didunia.
Adanya tangisan awal dari seorang bayi menunjukan insting untuk bertahan, mencari perhatian, dan menunjukan eksistensinya, bahwa keberadaannya ada.
Dan dengan tangisan itu pula, dunia mengetahuinya, tangisan pertama kita pada saat itu sanggat ditunggu, sebagai tanda adanya kehidupan, yang membuat semua keluarga berbahagia.
Percaya diri bila dilihat dari proses awal kehidupan, sudah dimulai dari bibit unggul nuftah yang berlomba untuk sampai pada indung telur, berproses dari segumpal darah, menjadi segumpal daging, semakin sempurna, sehingga pada saat waktunya tiba, ia pun terlahir sebagai manusia baru, penerus generasi, pengisi alam dunia, pengemgam harapan orang tua, yang memberi kebahagiaan pada semesta.
Percaya diri adalah bawaan sifat asli dari moyang kita, Nabi Adam, yang dilanjutkan pada para segenap keturunannya, dan di kuatkan kembali oleh Nabi kita, Muhammad SAW, dalam seluruh peri kehidupannya, sehingga ia menjadi contoh yang luar biasa dari kepercayaan diri, yang ada teladannya pada Nabi kita itu.
Percaya diri hadir diiringi kebahagiaan dari semesta.
Ia bagian terkuat dari proses keunggulan masa penciptaannya. Yang mau tidak mau harus ditunjukan pada masa selanjutnya, dimana pembuktian itu akan sampai pada terbangunnya keteladanan, karena kepercayaan diri pada hakekatnya adalah, kumpulan keutamaan-keutamaan dari kwalitas yang ada pada diri setiap individu, berupa keteladanan yang bisa mengugah atau mengispirasi banyak orang.
Nabi Adam dengan rasa kepercayaan dirinya, ia mampu menaklukan dunia yang baru baginya, alam yang penuh tantangan, rintangan, yang semua kesulitannya, mampu ia lewati, bahkan ia tundukan, itu semua berkat ada rasa kepercayaan dirinya, padahal kehidupan Nabi Adam serba mudah sebelumnya di alam surga yang ia diami. Dan perihnya Adam menaklukan dunia, tidak dibarengi rasa cengeng, berkeluh kesah, dan gampang menyerah, tapi dengan kekuatan segenap jiwanya lah dunia tertaklukan, dan bisa berada di bawah telapak kakinya.
Begitupun Nabi terakhir, Muhammad SAW, yang harus berhadapan dengan kaumnya, manusia-manusia gurun yang sangat terkenal kuat, keras karakter dalam kehidupannya, sehingga mampu mendiami gurun pasir yang panas, berdebu, kering, dan jauh dari mana-mana.
Namun dengan kepercayaan diri, akhir cerita dari kisah Nabi kita, Muhammad SAW, masyarakat gurun di tanah Mekkah tersebut akhirnya mampu ditundukan, dengan dorongan kekuatan lainnya, berupa Ahlaq, keikhlasan, kesabaran, dalam membangun kepercayaan masyarakat yang sangat bebal dan jahiliyah dari karakter masyarakat gurun tersebut.
Kepercayaan diri adalah kekuatan potensial dari seorang manusia, karena ketika ia mampu membaca keutamaan dirinya itu ada, ia bisa memanfaatkan untuk tujuan apapun. dan ciri utama dari sosok seorang pemimpin, harus ada rasa kepercayaan diri yang besar pada dirinya, jika tak ada itu, sulit ia untuk berkomunikasi dengan siapapun.
Keberadaan dari ahlaq yang baik, akan membantu manusia dalam proses membangun kepercayaan dirinya, ahlaq yang baik itu merupakan mitra strategis yang akan mempengaruhi kwalitas kepercayaan diri seseorang, hingga tanggapan positif yang didapat dari orang lain di luar pribadinya, akan terus melekat, dan membantunya tumbuh menjadi pribadi yang lebih hebat untuk masa depannya.
Ahlaq yang baik adalah kendaraan kepercayaan diri, ia bagai jembatan penghubung yang sangat bermanfaat. ketika kepercayaan diri tak dibarengi ahlaq baik, maka ia bagai senjata berbahaya yang akan merusak tatanan dunia.
Ahlaq baik yang menyatu dengan kepercayaan diri, akan membantu manusia menapaki jenjang keutamaan sebagai khalifah, baik bagi dirinya, maupun khalifah bagi orang di luar dirinya, yang tentunya keberadaan dari pribadi seperti ini lah, yang diperlukan dalam dalam membangun peradaban manusia dari generasi ke generasi berikutnya.
Kepercayaan diri dalam bingkai ahlaq mulia, akan menjadikan perjalanan manusia sebagai khalifah mampu menata tanggung jawabnya dengan baik, karena ia faham, ada amanah Allah yang diemban oleh setiap manusia, dan semuanya akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti sabda Rasulullah SAW dalam hadits dari Abu Hurairah berikut ini:
«كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpinnya. Penguasa adalah pemimpin bagi manusia, dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin terhadap harta tuannya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang harta yang diurusnya. Ingatlah, masing-masing kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)
Manusia harus menemukan kepercayaan dirinya, kepercayaan diri bagi manusia adalah hal yang sangat penting dimiliki. kepercayaan diri dan ahlaq mulia akan menghiasi setiap perbuatan monumental kita, dan dengan itu, manusia lainnya akan mempercayai kita, karena ada keutamaan positif yang menjadi garansinya.
Mengapa manusia sekarang banyak yang tidak percaya diri ?
Dan menjerumuskan dirinya pada kekelaman hidup, dan kekelaman ahlaq, sehingga keutamaan dirinya hilang, tak dikenali, malah citra negatif yang mengemuka, mengapa itu terjadi ?
- Karena rendahnya kepercayaan diri, dan kurangnya pengalaman.
- karena minimnya pengetahuan dan wawasan, hingga tak tumbuh percaya dirinya.
- Selalu mengandalkan orang lain, dan tak pernah mencoba masuk ke gelanggang pengalaman yang membuatnya bisa faham.
- Berteman dengan banyak orang yang tidak memiliki motivasi, sehingga kepercayaan dirinya pun tak berkembang dan teruji.
- Salah berteman dalam lingkungan, atau organisasi kelam, yang hanya mengandalkan gaya, tampilan, yang tidak membangun karakter positif, sehingga Allah semakin menutup potensi baik, dan iblis memanfaatkan kebodohan itu, ia menyetir setiap individunya dengan membesarkan nafsu dan kebodohan kelompoknya.
- Kurangnya rasa bersyukur, dan tak mau menggali potensi diri.
- Selalu merasa puas dalam capaian yang belum maksimal.
- Salah mencari figur guru, mursyid sehingga bukan kepercayaan diri positif yang muncul, malah keberanian berbuat destruktif yang menghancurkan dirinya.
- Tidak bisa memaknai setiap kejadian, karena kurangnya kepekaan, akibat dari keteledorannya mengabaikan sisi kritis berpikirnya, sehingga mudah ia mempercayai setiap kabar bohong, dan baginya kabar bohong (Hoaxs) adalah satu kebenaran mutlak, yang malah membuatnya semakin tumpul otaknya, meracau bicaranya, dengan akibatnya, berefek buruk orang dalam menilai dirinya.
- Tidak dapat bertanggung jawab atas dirinya, selalu menjadi pengikut, dan hanya bisa dimanfaatkan oleh orang, tidak berusaha menunjukan kelas dirinya, sebab banyak kekurangan diri yang tidak bisa diandalkan.
Apa yang harus di lakukan untuk merubah itu semua, dan bisa memunculkan hal positif bagi terbangunnya kepercayaan diri, dan kepercayaan orang disekitarnya ?
Bangun Ahlaq mulia, tambah ilmu pengetahuan, bergaul dengan orang-orang baik, dan ulama ruhani, perbanyak bersyukur, banyak muhasabah diri, dan temukan potensi dirinya.
Alhamdulillah.
Semoga bermanfaat.
Bambang Melga Suprayogi M.Sn