The news is by your side.

Jihad Melawan Terorisme

Fenomena aksi terorisme bom bunuh diri yang terjadi beberapa hari yang lalu di tiga gereja di Sidoarjo, Surabaya, dan Mapolrestabes Surabaya dan tempat lain, itu merupakan reaksi dari kekecewaan terhadap ketidakadilan pemerintah dan kebijakan-kebijakan internasional yang tidak berpihak terhadap Negara yang mayoritas penduduk muslim. Jihad melawan terorisme itu bukan semata kita melawan teroris secara kontak fisik saja melainkan bagaimana kita sebagai warga Negara yang baik mencegah dan meminimalisir faham radikalisme diberbagai aspek baik dalam pendekatan pendidikan, organisasi, begitu juga budaya dan politik. Ada beberapa faktor yang menumbuhkan faham dan sikap radikal yaitu; faktor doktrin dan ideologi terhadap formalisasi agama secara tekstual literalis, faktor Regional (pemerintahan) dan Kebijakan Internasional yang merugikan kaum muslim. Untuk lebih jelasnya penulis akan jabarkan faktor tersebut.

Pertama, fenomena aksi terorisme tumbuh atas dasar radikalisme agama, radikalisme tumbuh dari kekuatan doktrin dan ideologi terhadap formalisasi agama secara tekstual literalis yang diterapkan diberbagai aspek tanpa melihat aspek sosio-antropologis. Seperti halnya kaum radilkalisme memposisikan “Jihad” sebagai alasan pembenaran sekaligus sebagai landasan teologis. Pemaham jihad dalam epistemologi kaum radikalisme yang menumbuhkan sebuah aksi bom bunuh diri di daerah Sidoarjo, Surabaya dan tempat lainnya itu tidak sesuai dengan makna jihad yang sebenarnya dalam ajaran Islam. hal ini terjadi karena adanya penyimpangan dalam memahami makna “jihad fisabilillah” yang sesuai dengan kaidah penafsiran Al-quran dan hadist yang baku sehingga menimbulkan salah paham yang disalahgunakan kaum radikalisme tertentu untuk melegalkan kekerasan dalam berbagai aksinya. Maka dalam hal ini, faktor formalisasi dalam agama menumbuhkan pemahaman yang radikal memberikan dampak negatif bahkan mengancam NKRI dan Bangsa. Kelompok-kelompok yang berafiliasi pada radikalisme yang menumbuhkan sebuah aksi dengan melakukan tindak kekerasan dengan dalih melakukan dakwah, amar makruf nahi munkar, dan jihad itu dilakukan untuk memberantas ketidakadilan, menegakkan kebenaran, pemerataan kemakmuran, dan semacamnya menurut persepsi mereka. Seharusnya kita fahami bahwa ajaran Tuhan yang tertuang dalam kitab suci termasuk ajaran dakwah, jihad dan amar makruf nahi munkar adalah netral. Penulis berpendapat bahwa agama banyak mengandung aturan-aturan yang merupakan hasil konstruksi para pemikir dan pemeluk agama, sebagai konsekuensi dari ajaran dalam kitab suci yang bersifat dasar, hanya memuat pokok-pokok ajaran dan tidak bersifat rinci.

Khususnya mengenai metodologi memahami kitab suci, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang cenderung mengikuti cara pandang kaum fundamentalis dan biblical literalist, lebih berpeluang memiliki persepsi agresif tektualis terhadap ajaran agama. Kaum literalis atau tekstualis disebut juga kaum skriptualis merupakan kelompok yang memaknai kitab suci dengan mementingkan teks yang tertera dalam kitab suci, berdasarkan arti kata-perkata dan kalimat perkalimat, kurang memperhatikan bentuk-bentuk sastra, struktur teks, konteks sosiologis, situasi historis, kekinian, dan kondisi subjektif penulis misalnya kejiwaan ketika menulis teks. Beberapa tokoh berpendapat bahwa tindakan radikal oleh kelompok muslim tertentu dengan dalih agama tidak bisa dibenarkan, sebab Islam secara prinsipial mengajarkan kedamaian dan keselamatan bahkan Islam itu merupakan sebuah rahmat bagi alam semsta bukan rahmat bagi agama tertentu melainkan mengcover terhadap semua bentuk kehidupan. Kelompok Islam radikal menggunakan dasar-dasar agama sebagai legitimasi radikalisme dengan melakukan seleksi terhadap ayat-ayat al-Quran yang bernuansa konfrontatif tanpa menghiraukan ayat-ayat yang bernuansa bersahabat. Beberapa ayat al-Quran yang biasa dijadikan inspirasi dan legitimasi oleh kaum radikalisme dalam melakukan tindakan radikal atas nama agama, seperti Surat; Ali Imran ayat 151, 165, 185, dan Surat al-An’am ayat 165.27 Ayat-ayat al-Quran yang terbukti bisa memicu radikalisme tersebut merupakan ayat-ayat yang berbicara tentang perintah dakwah (menyeru di jalan Allah), perintah jihad (berjuang), perintah perang (qital), perintah amar makruf nahi mungkar (menyuruh kebaikan dan mencegah kejahatan), hukum qishash/ bunuh, status taqwa, iman, zalim, musuh Allah, teman syetan, kategori kafir, janji pertolongan Allah bagi pejuang, balasan bagi pahlawan Allah, balasan bagi musuh Allah, dan strategi perang. Sebagai contohnya penulis cantumkan teks terjemahan tersebut; “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dan tidak mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya, serta tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah); -yaitu orang-orang yang diberikan alKitab kepada mereka sampai mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh dan mereka dalam keadaan tunduk”. (Q.S. at-Taubah: 29) Jadi pengetahuan agama sesuai dengan cara pandang yang demikian itu memberikan pengaruh besar terhadap sikap dan perilaku radikal. Ayat-ayat dakwah, amar makruf nahi munkar, dan jihad, juga pemahaman tertentu tentang yang dianggap bukan Islam, kafir, dan musuh, telah dipersepsi dan diinterpretasi sedemikian rupa yang selanjutnya menggiring seseorang bersikap dan berperilaku radikal. Intinya pemeluk muslim bersikap dan berperilaku radikal, dipengaruhi oleh persepsi atau pengetahuan mereka terhadap ajaran-ajaran agama yang berlandaskan kitab suci secara literalis. Paa dasarnya ajaran agama dalam kitab suci sesungguhnya bersifat netral. Ketika ayat alquran ditafsir secara ekslusif dengan pendekatan tekstual literalis dapat melahirkan radikalisme yang memberikan sebuah aksi, sementara ketika ditafsir dengan pendekatan substantif-kontekstual akan melahirkan sikap moderat atau tidak radikal. Jadi ajaran agama khususnya dakwah, amar makruf nahi mungkar dan jihad, tidak otomatis melahirkan radikalisme, melainkan melibatkan proses konstruksi yang dilakukan para pemikir dan pemeluk agama.

Kedua, radikalisme tumbuh itu atas dasar ketimpangan kebijakan internasional yang tidak memihak terhadap negara yang mayoritas penduduk Muslim seperti halnya kebijakan PBB terkait dengan konflik Pelastina Vs Israel itu menghasilkan keputusan yang bias bahkan cenderung ada keberpihakan terhadap Israel termasuk Perlakuan negara-nagara Barat yang dirasakan sebagai ketidakadilan oleh masyarakat muslim, begitu juga yang dilakukan oleh Blok Negara Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dengan instrumen ekonomi dan politik berupa lembaga IMF, World Bank, dan WTO yang mendiskreditkan Negara penduduk Muslim, kebijakan PBB terkait dengan kekerasan Rohingya di Negara Pilipina yang dinilai lamban dalam memutuskan dan menghasilkan keputusan yang bias sehingga merugikan Masyarakat Muslim Rohingya. Dan ini merupakan salah satu faktor yang menumbuhkan pemahaman dan sikap radikalisme yang berujung pada sebuah aksi yang merugikan Bangsa dan mencoreng Islam dimata dunia.

Ketiga, radikalisme tumbuh itu atas dasar tidak tegasnya pemerintah Indonesia dalam menangani problem-problem nasional baik masalah kemiskinan, pengangguran, dan korupsi yang samapi saat ini menjadi bahan bibir bagi masyarakat kelas atas sampai bawah. Problem ini memberikan ketidak percayaan terhadap konsep demokrasi dan Pancasila sehingga mereka menjujtifikasi konsep tersebut bukanlah norma yang dibawa tuhan melainkan norma yang dibuat oleh manusia yang tidak perlu disembah. Mereka menganggap bahwa konsep Islam yang disebut dengan Khilafah merupakan sebuah ideologi yang dapat menjawab problematika nasional sehingga ini yang mendorongnya untuk melakukan konfrontasi dalam bentuk pemahaman dengan menggunakan formalisasi ayat-ayat alquran sebagai dalih penguatan dakwahnya sehingga menumbuhkan pemahaman yang radikal dan menghasilkan sebuah aksi radikal seperti bom bunuh diri yang terjadi belakangan ini di tiga gereka Sidoarjo, Surabaya dan Mapolres surabaya.

Lalu bagaimana sikap kita dalam memberantas radikalisme?

Dalam hal ini kita tidak bisa membumi hanguskan faham radikalisme karena itu sudah ada sebelum priode reformasi dan faham itu tidak akan mati. Faham radikalisme itu tumbuh berkembang ketika tumbangnya masa orde baru dimana individu dan kelompok diberi kebebasan dalam berpendapat dan priode ini yang melahirkan berbagai kelompok yang memiliki faham radikalis seperti FPI, MMI, JI, HTI. Mereka berdalih bahwa setiap warga Negara berhak untuk berkumpul dan berpendapat pasal 28 ayat 3 dijadikan alasan bagi mereka untuk berekspresi ddalam merongrong pancasila. Lalu bagaiman sikap kita sebagai warga Negara dalam menyikapi faham radikalisme tersebut ? Terkait dengan pencegahan faham radikalisme, maka ada berapa PR yang mesti dilakukan yaitu :

Pertama, peran pemerintah bersama legislatif harus dapat mengontrol dan mengawasi kegiatan ormas yang disinyalir menumbuhkanfaham radikalisme. Pemerintah harus tegas dalam memberikan sanksi terhadap terosisme, pemerintah bersama legislative harus dapat merampungkan terkait Undang-undang terorisme, ketegasan terkait aturan ormas-ormas yang menumbuhkan faham radikalisme harus dibekukan termasuk kelompok organisasi kampus tertentu yang melahirkan faham radikalisme itu harus dijadikan perhatian yang lebih karena faham radikalisme merupakan embrio lahirnya terorisme.

Kedua, melalui peran lembaga pendidikan baik formal atau non formal, pemahaman dalam memperkuat wawasan kebangsaan, sikap moderat dan toleran pada anak-anak dan generasi muda harus menjadi bagian dari materi pendidikan.

Ketiga, peran Keluarga, melalui peran orang tua dalam menanamkan cinta dan kasih sayang kepada generasi muda dan menjadikan keluarga sebagai unit konsultasi dan diskusi.

Keempat, peran komunitas: melalui peran tokoh masyarakat di lingkungan masyarakat dalam menciptakan ruang kondusif bagi terciptanya budaya perdamaian dan menumbuhkan nilai nasionalisme di kalangan generasi muda perlu di tumbuhkan baik dengan pendekatan tasamuh, tawasuth, tawajun dan ta’adul dalam berbagai aspek kehidupan termasuk keluhuran dalam berpikir dan bersikap. Ini menjadi tanggung jawab kita bersama dalam mencegah faham radikalisme, sebuah aksi terorisme tumbuh itu desababkan oleh cara berpikir yang salah dalam menafsirkan sebuah teks dan realitas dan ini menumnbuhkan sebuah pemahaman yang radikal sehingga menghasilkan sebuah aksi terorisme.

Buku lain :

  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.