Kerancuan Nalar Radikal
Ayik Heriansyah
Pengurus LD PWNU Jabar
Kaum radikal merasa mendapat angin untuk menyudutkan NU dengan pendapat NU tentang warga negara non muslim. Seakan lebih faqih dari para kiai NU, kaum radikal mengkritisi hasil forum bahtsul masail NU. Forum ini forum ilmiah yang diikuti oleh para kiai yang sangat mumpuni ilmunya. Mereka bukan ustadz dadakan sebagaimana kebanyakan kaum radikal. Para kiai membawa kitab-kitab rujukan. Mereka juga disiplin menggunakan metodologi istinbathul ahkam.
Hasil bahtsul masail NU adalah produk ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan keagamaan. Karena itu amat sangat zalim kalau produk seilmiah bahtsul masail dibantah dan ditolak dengan asumsi-asumsi berbau teori konspirasi yang sarat dengan sentimen kelompok radikal dan berbau politik balas dendam.
Kasus seperti ini berulang kali terjadi disebabkan kekacauan (disorder) pemikiran kaum radikal dengan tingkat kekusutan yang berbeda-beda; ISIS, Al-Qaeda, JI, JAD, HTI, dsb. Akan tetapi ada kesalahan bersama pada pemahaman kaum radikal yang membuat mereka menjadi ekstrim, eksklusif dan fanatik yaitu loncatan pemikiran dari aqidah langsung ke daulah atau nizham. Aqidah dan daulah menyatu, melebur dan bersenyawa sampai pada kadar susah dibedakan mana aqidah, mana daulah. Aqidah = Daulah. Dari sini lahir kecenderungan mengkafirkan siapa saja yang menentang proyek daulah mereka. Kata “kafir” menjadi bermakna politis. Muslim dan non muslim jika menentang mereka dianggap kafir.
Seharusnya aqidah memancarkan syariah yang diamalkan oleh individu bukan oleh daulah/nizham. Sesuai dengan definisi syariah itu yaitu khithabusy Syaari muta’aliqu bi af’alil ‘ibad ‘tuntutan Asy-Syaari’ (Pembuat dan pemilik syariat/Allah swt) yang terkait perbuatan hamba. Hamba di sini artinya al-insan, al-aqli, al-mukallaf.
Subjek dan objek penerapan syariah adalah individu bukan institusi daulah. Individu yang dicatat amal baik dan buruknya, individu yang akan dihisab di akhirat dan individu yang akan masuk surga atau neraka, bukan daulah. Penegakan syariah tergantung dari ketaqwaan individu bukan bentuk suatu daulah.
Hubungan erat aqidah dengan individu tampak dari sejumlah ayat al-Qur’an yang menggandengkan kata “iman” dengan “amal shalih”. Tidak ditemukan dalam al-Qur’an kata “iman” digandeng dengan kata “daulah”. Istilah daulah islamiyah sebenarnya istilah syubhat yang dikarang kaum radikal. Al-Qur’an dan hadits tidak pernah memuatnya. Daulah sendiri merupakan wasilah bersama yang dikonstruksi oleh individu-individu dalam rangka menyempurnakan pelaksanaan penerapan syariah.
Lompatan pemahaman kaum radikal dari aqidah langsung ke daulah/nizham tanpa melalui penerapan syariah karena dorongan keimanan dan ketaqwaan oleh individu akibat lemahnya pemahaman mereka tentang nash syariah, dalil syariah, maqashid syariah, fiqih, ushul fiqih, kaidah fiqih, tarikh tasyri’, fiqih muqarran dan fiqih kontemporer.
Secara singkat alur berpikir yang benar adalah sbb: Islam kaffah terdiri dari aqidah dan syariah. Pengamalan syariah dibebankan kepada individu bukan kepada daulah/nizham sesuai dengan definisi syariah. Penerapan syariah harus berdasarkan al-Qur’an dan hadits bukan berdasarkan daulah/nizham. Penerapan syariah yang sesuai al-Qur’an dan hadits dirumuskan dalam fiqih, kaidah fiqih ushul fiqih dan maqashid syariah. Daulah/nizham bukan syarat dan rukun penentu keabsahan dalam penerapan syariah.
Daulah/nizham merupakan instrumen penyempurna dalam penerapan syariah. Bentuk dan sistemnya (kaifiyatnya) tidak dirinci dalam al-Qur’an dan hadits. Kaifiyat bentuk negara dan sistem pemerintahan diserahkan kepada ulama. NKRI, ISIS, Khilafah ala HTI, Khilafah versi Al-Qaeda, NII, dll semuanya produk ijtihad. Semuanya absah secara syar’i. NKRI ajaran Islam karena lahir dari proses ijtihad syar’i.
NKRI negara kesepakatan (ijma). Tujuan NKRI yang termaktum di dalam Pembukaan UUD 45 alinea terakhir, mencerdaskan kehidupan bangsa mewujudkan kehidupan yang adil, makmur dan sejahtera serta menjaga perdamaian dunia. Tujuan-tujuan NKRI adalah syariah Islam. Semua pendiri NKRI bersepakat akan hal itu. Bukankah bersepakat kepada kebaikan itu ajaran Islam.
Hidup, menjadi warga negara Indonesia, taat dan loyal kepada pemerintah sesuai dengan syariah Islam. Hukum, peraturan dan undang-undang yang berlaku adalah hukum syariah. Mendirikan daulah di wilayah NKRI termasuk bughat hukumnya haram. Selain itu juga melanggar kaidah ijtihad yang berbunyi al-ijtihadu la yanqushu bil ijtihadi ‘suatu ijtihad tidak bisa dianulir oleh ijtihad yang lain.
Dengan demikian kekusutan nalar kaum radikal bisa terurai.
Bandung, 3 Maret 2019