Dakwah ulama Banjaran Terdahulu Melalui Cara yang Unik
Malam jumat kliwon dengan udara dingin yang cukup menusuk tulang, penulis diantarkan seorang Banser Banjaran yang bernama kang Ahmad untuk mengikuti acara sholawatan nariyah yang diadakan oleh salah seorang Banser Banjaran juga yang bernama Kang Dudi.
Setiba di rumah acara, teman-teman Banser lain ternyata sudah berkumpul. Seduhan kopi Puntang dengan aroma yang khas tengah disajikan. Kopi asli yang diolah sendiri di campur susu cukup memberi kehangatan di tengah dinginnya udara.
Ditengah gelak tawa dan candaan sebelum acara di mulai terdengar salam dari balik pintu yang diucapkan oleh Ustadz Abdussyahid Ahmad Al-Kamasany. Kami pun secara bersama-sama menjawab salam beliau.
Setelah pak ustadz bersalaman kepada yang hadir dan duduk sambil menikmati seduhan kopi Puntang. Pak ustadz pun memulai acara sholawatan dengan mengutip beberapa ayat al-Quran tentang cara berdakwah.
Ada hal yang menarik dari cerita pak ustadz dalam cara berdakwah yang telah dilakukan ulama terdahulu, khususnya daerah Banjaran.
Dahulu di daerah Banjaran ada seorang kiai yang bernama Akhyar yang terkenal dengan nama Mama Enteung. Cara dakwah beliau terbilang unik. Dan wilayah dakwah beliau pun kepada kaum pinggiran seperti penjudi, pemabuk dan sejenisnya.
Salah satu cara beliau yang terbilang unik dalam berdakwah adalah ketika beliau melihat perjudian dalam bentuk adu ayam. Beliau pun ikut serta dalam adu ayam tersebut dan tidak pernah kalah. Uniknya, sebelum ayam di adu, beliau selalu berbicara kepada sang ayam agar dalam pertarungan ayam tidak boleh kalah. Hebatnya lagi, si ayam seolah mengerti apa yang diutarakan mama Enteung. Ayam pun mengangguk-ngangguk dan disetiap pertarungan tidak pernah kalah.
Karena mama Enteung tidak pernah kalah. Para penjudi merasa kagum dan hormat kepada beliau. Akhirnya para penjudi pun datang kepada beliau untuk meminta nasihat dan ilmunya. Tentu saja ilmu yang sangat diinginkan mereka adalah ilmu supaya ayam tidak pernah kalah.
Dengan kelihaian dan rasa cinta beliau kepada masyarakat. Mama Enteung sedikit-sedikit mengajak mereka kepada jalan Ilahi. Karena banyaknya penjudi yang tertarik dengan cara beliau berdakwah, yang tidak arogan, tidak mencap kafir kepada orang lain. Akhirnya perjudian adu ayam pun bubar dan punah.
Dari cerita ustadz Abdussyahid, penulis agak tertegun-sambil menghisap sebatang rokok- mendengar betapa kiai dahulu karena rasa cintanya pada masyarakat, ayam pun begitu patuhnya demi mensukseskan strategi dakwah yang dijalani.
Berbeda dengan ustadz jaman sekarang, berceramah kesana-kemari dengan alat dakwah yang memadai. Jangankan ayam untuk patuh, manusia saja tidak patuh untuk mengikuti jalan ilahi.
Setelah kutipan ayat dan cerita yang disampaikan ustadz Abdussyahid yang penuh kelembutan tanpa orasi yang berapi-api selesai, acara membaca sholawat nariyah pun di mulai. Para sahabat Banser Banjaran pun mengikuti dengan penuh khidmat dan kekhusu’an, entah tertidur..hehe.
Lewat tengah malam acara sholawatan nariyah pun selesai. Penulis kembali ke rumah diantarkan sahabat Banser yang bernama Pio.
Sesampai di rumah cerita ustadz Abdussyahid masih terngiang dalam benak penulis. Dalam hati penulis berdoa semoga banyak orang yang dapat meneladani jejak dakwah mama Enteung terutama penulis wa bil khusus para turunan dari mama Enteung sendiri. amin