The news is by your side.

MUNGKINKAH HIDUP BERDAMPINGAN DENGAN WAHABI?

Oleh Ayik Heriansyah

Secara sosiologis men-ta’rif dan menta’yin Wahabi cukup sulit. Apakah yang disebut Wahabi adalah semua golongan selain NU?

Jika begitu, setengah penduduk Indonesia menganut Wahabi, sebab, 59,2% penduduk Indonesia mengaku NU. Itupun kalo kita setuju orang ngaku NU otomatis jadi NU. Non muslim pun termasuk Wahabi karena mereka bukan NU.

Atau Wahabi itu sinonim dengan Arab Saudi? Apa saja yang berhubungan dengan Arab Saudi dianggap Wahabi. Jika demikian maka semua jamaah haji dari seluruh dunia adalah penganut Wahabi.

Yang paling mudah memang dari sudut pandang aqidah, yaitu menyebut Wahabi kepada orang yang menganut pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab dalam furu’ aqidah. Setuju atau tidak dengan adanya furu’ dalam aqidah, sepintas lalu Wahabi masih berdasarkan nash dalam membahas aqidah, namun berbeda penafsiran dan pemahaman dengan yang lain.

Kalo boleh kita sebut saja fiqih aqidah. Apakah boleh ikhtilaf dalam fiqih aqidah sebagaimana kebolehan ikhtilaf dalam fiqih ibadah? Saya kurang paham, karena dalam persoalan per-madzhab-an posisi saya adalah muqallid, bukan mujtahid.

Saya rasa pemerintah agak sulit mengabulkan permintaan untuk melarang Wahabi. Pemerintah cenderung memandang hak setiap warga negara untuk menganut agama dan kepercayaan sebagai hak konstitusional. Dan selama tidak menganggu ketertiban masyarakat dan stabilitas negara, bagi pemerintah tidak ada yang perlu dipermasalahkan.

Negara kita negara Pancasila bukan negara madzhab. Negara Pancasila mengayomi semua madzhab sehingga perbedaan antar madzhab harus tetap memegang teguh rasa kemanusiaan yang adil dan beradab serta dalam koridor pesatuan Indonesia. Adapun perselisihan yang terjadi antar pengikut madzhab diselesaikan dengan cara-cara musyawarah mufakat agar terwujud masyarakat yang sejahtera.

Akan tetapi pada tataran praktis, agresifitas Wahabi dalam menyalah-nyalahkan aqidah dan amaliah pihak lain telah mengganggu ketentraman dan kenyaman masyarakat, khususnya NU. Umumnya masjid, mushala dan madrasah warga NU tidak diberi plang NU, karena memang diperuntukkan kepada masyarakat umum. Namun demikian bukan berarti masjid, mushala, madrasah dan masyarakat tersebut kosong dari madzhab. Mereka ber-madzhab tapi tidak diplangkan madzhab-nya.

Di sini dituntut kearifan lokal dari Wahabi ketika akan melakukan dakwah. Bahwa masyarakat muslim di Indonesia sebenarnya sudah ber-madzhab. Apakah NU, Muhammadiyah, Persis, dll. Wahabi jangan berdakwah di sana, apalagi mendirikan pesantren. Sebaiknya Wahabi berdakwah di masyarakat non muslim yang dijamin belum ikut madzhab manapun.

Mungkin dengan cara begini kita dapat hidup rukun berdampingan dengan Wahabi.

Buku lain :

  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.