Pelajaran Etika dari Pelajaran Hidup Umar ibnu al-Khattab
Mengenal Sekilas Sosok Umar ibnu al-Khaththab
Umar ibnu al-Khaththab ibnu Nufail ibnu Abdul Uzza ibnu Riyah ibnu Abdullah ibnu Qurth ibnu Razah ibnu Adi ibnu Ka’ab. Ibunya ialah Hantamah binti Hisyam ibnu al-Mughirah ibnu Abdullah ibnu Umar ibnu Makhzum. Umar termasuk salah seorang bangsawan Quraisy. Zaman Jahiliyyah, beliau senantiasa diutus ke luar negeri untuk diplomasi. Jika terjadi peperangan antara kabilah Quraisy dengan kabilah lain, Umar kerap kali dipilih menjadi perantara. Kalau terpaksa bertanding, beliau sanggup mempertahankan kemuliaan dan kemegahan kabilahnya. Ketika Rasulullah Saw. diutus, Umar termasuk salah seorang diantara musuh-musuh kaum muslimin yang keras sekali.[4]\Berkenaan istri dan anak-anak beliau, Ibnu Katsir berkata, “Jumlah anak Umar ada tiga belas orang, yakni Zaid (sulung), Zaid (bungsu), Ashim, Abdullah, Abdurrahman (sulung), Abdurrahman (pertengahan), az-Zubair bin Bakkar atau Abu Syahmah, Abdurrahman (bungsu), Ubaidullah, Iyadh, Hafshah, Ruqayyah, Zainab, Fathimah. Sedangkahn, jumlah perempuan yang pernah Umar nikahi pada masa Jahiliyyah dan Islam baik yang diceraikan maupun ditinggal wafat sebanyak tujuh orang.”.[5]
Setelah keislamannya, Umar ibnu al-Khaththab memiliki gelas al-Faruq (pembeda antara kebenaran dan kebatilan)[6], sebab kepribadiannya menjadi lebih terasah dan lebih bersinar daripada masa sebelum keislamannya. Dalam Islam, beliau bisa menemukan kecerdasan dan pedomannya. Bidangnya bukan lagi patung-patung bisu disekeliling Ka’bah atau urusan-urusan tidak bernilai di kota Mekah. Tetapi berubah, aktivitasnya berkaitan dengan “langit dan bumi” atau “abdullah dan khalifatullah”. Titik sentral perjuangan beliau ialah agama yang dipahaminya dengan kecerdasan yang cemerlang, bahwa beliau tidak akan berhenti di daerah gurun dan unta, melainkan agama ini akan terus menyebar ke wilayah Timur dan Barat hingga dunia ternaungi didalamnya.[7] Terbukti, dibawah komandonya, perluasan daerah Islam mengalami kesuksesan yang gemilang. Pada masanya kekuatan-kekuatan yang bercokol lama di belantika peradaban dunia, seperti Persia dan Romawi, tunduk dihadapan umat Islam. Banyak hal yang menjadikan Umar memiliki keistimewaan dalam luasnya cakrawala ilmu pengetahuan dan keberanian dalam memperluas medan kerja akal. Misalnya saat beliau berijtihad dalam masalah-masalah yang tidak ada ketetapan nashnya, pasti beliau berusaha untuk mengidentifikasi kemaslahatan yang menjadi motivasi ketetapan nash dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, kemudian menjadikan kemaslahatan yang teridentifikasi tersebut sebagai petunjuk dalam menetapkan hukum.[8] Dan masih banyak kisah tindakan-tindakan bijaksana beliau yang bisa ditemukan dalam berbagai literatur biografi Umar ibnu al-Khaththab.
Buku lain :