Syi’ir Kiai Akyas Buntet tentang NU
Dua pekan lagi, Nahdlatul Ulama akan menemui hari lahirnya yang ke-92, tepat 31 Januari 2018 mendatang. Penulis teringat salah satu syi’ir yang dianggit oleh KH Akyas Abdul Jamil Buntet Pesantren.
Saat itu hari raya ketupat 1438 H, yakni hari raya yang sebenarnya diperuntukkan bagi mereka yang genap menyelesaikan puasa enam hari di bulan Syawal.
Penulis dan tiga rekan lainnya sowan ke guru-guru saat Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MANU) Putra Buntet Pesantren. Destinasi terakhir kami menjelang maghrib adalah KH Ade Nasihul Umam, kepala MANU Putra Buntet Pesantren.
Sebagai santri, kami diam tak sepatah katapun yang kami ucapkan sebelum beliau mendahului ngendika. Setelah beberapa menit, beliau mulai pembicaraan dengan menyinggung pertanyaan yang pernah penulis sampaikan melalui pesan Facebook.
“Anu cung, kula kah hafale mung setunggal,” kata Kiai Ade dalam bahasa krama inggil yang artinya, “Saya tuh hapalnya cuma satu, nak.”
Tempo hari, penulis menanyakan syi’ir Kiai Akyas yang beliau tulis di penjara pada zaman perang dulu. Namun, sayangnya, Kiai Ade tidak mengetahui hal tersebut. Sebagai gantinya, beliau menyampaikan satu syiir karya kiai yang ahli hadis itu kepada saya dan rekan-rekan. Berikut syi’irnya.
وَ نَهْضَتُنَا فَقَدْ فَاشَتْ تَانَهْ اِنْدُوْنِيْسِيَا * اُدْخُلْ بِخَيْرٍ جَاعَنْ مَالُوْ-مَالُوْوَانْ
wa nahdlatuna faqad fasyat tanah Indonesia * udkhul bikhoirin jangan malu-maluan
Artinya, “Nahdlatul Ulama kita sangatlah terkenal di Indonesia * maka masuklah dengan baik tanpa malu-malu.”
Penulis tidak mengetahui pasti syi’ir ini saat diujarkannya ditujukan kepada siapa. Tapi yang pasti, Kiai Akyas mewajibkan kita untuk turut masuk menjadi bagian Nahdlatul Ulama.
Masuk NU dengan tidak asal masuk. Muqaddam Tarekat Tijani itu menegaskan masuklah dengan baik. Selain itu, adik Panglima Perang November 1945 Kiai Abbas itu juga menegaskan tidak perlu malu-malu masuk NU. (Syakir NF)