Asep Salahuddin Jelaskan Anomali Nuansa NU di Jawa Barat
Bandung, NU Online
Ketua Lakpesdam NU Jawa Barat Asep Salahuddin mengatakan bahwa kultur Nahdlatul Ulama (NU) di kawasan Jawa Barat mempunyai beberapa perbedaan dengan kultur NU di daerah lainnya. Hal itu bisa diamati dari kerapnya NU Jabar berbeda pandangan dengan NU di wilayah lainnya, bahkan dengan NU di pusat.
“Bahkan ada beberapa ketua NU juga berangkap jabatan sebagai ketua FPI bahkan HTI. Di Seperti di kawasan Priangan Timur, ada beberapa pengurus NU yang berbeda orientasi politiknya dengan NU. Makanya saya sebut sebagai anomali NU Jabar,” ungkap Asep dalam Pertemuan Penulis Keislaman yang diselenggarkan oleh NU Online di Bandung, Sabtu (13/1).
Kang Asep, akrab ia disapa, NU di Jawa Barat selama 10 tahun terakhir mengalami disorientasi kultural. Beberapa fenomena di antaranya dalam survei terbaru ada perubahan role model tokoh ulama yang digandrungi masyarakat bukan dari kalangan kiai NU, tapi justru 5 besar dari kalangan ustad-ustad yang bukan dari kalangan NU.
“Padahal dahulu ketokohan para kiai menjadi idola di masyarakat Jabar, seperti Kiai Anwar Musaddad dan Kiai Ilyas Ruhiat,” ujarnya. Ia mempertanyakan sejak kapan NU Jabar berpikir hitam putih dalam konteks keagamaan.
Angka radikalisme pun paling tinggi berada di Jawa Barat. Makanya tidak heran, orang Jabar yang ikut aksi demo-demo yang mengatasnamakan umat Islam belakangan ini kebanyakan warga yang secara kultural NU.
“Sebenarnya orang Jawa Barat kan orang yang santai, orang yang selalu menyelesaikan masalah dengan gembira, betul nggak? NU itu santai tapi orangnya serius,” tanyanya dihadapan di puluhan penulis keislaman NU di Jabar.
Kebudayaan sunda itu sangat kaya, namun Kang Asep melihat hal itu belum tergali secara optimal. Ini menjadi kesempatan orang pesantren untuk merumuskan Islam dalam konteks kesundaan, sehingga NU Jabar punya kerakteristik yang jelas dan diajukan dengan spirit kesundaannya.
“Sampai hari ini orang Jabar masih ketinggalan dalam konteks keislaman dan filosofi Sunda, dibandingkan dengan peradaban Jawa. Etika, falsafah, kosmologi.
Jakob Sumardjo seorang katholik kelahiran Jawa yang lebih produktif menuliskan tentang kajian keislaman dan kesundaan. Dia sangat serius menampilkan tentang peradaban sunda,” papar Asep.
“Kita selama ini seringkali mengatakan Islam Sunda dan Sunda Islam tanpa mampu memiliki argumentasikan bahwa khazanah Sunda memiliki relevansi dengan kenyataan sosial, politik dan kebudayaan. Naon buktina? Teuing teu apal. Hanya menjadi pengakuan sepihak saja. Ini menjadi tantangan,” tegasnya.
Ia mendorong banyak penelitian dan penulisan tentang peristiwa, kejadian, tokoh yang di Jabar supaya menjadi kekayaan publik yang luas, baik itu di media cetak atau elektronik.
“Ada banyak yang diungkapkan tentang NU di Jabar, seperti para kiai yang kiprahnya belum dituliskan, lalu bagaimana dinamika NU di zaman DI/TII, bagaimana NU di zaman orde baru,” pintanya. (M. Zidni Nafi’/Fathoni)
Sumber : NU Online