Keputusan Resmi Bahtsul Masail Zona 5 LBM PWNU Jabar di Banjar
As’ilah
1. PRO-KONTRA PENGELOLAAN HASIL SEDIMENTASI DI LAUT (Sail: LBM PCNU Kota Banjar)
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang terbit pada Senin (29/5). Peraturan baru ini juga dinilai “membuka ruang” bagi perusahaan untuk mengekspor pasir laut ke luar negeri jika kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
Sebagaimana dilansir dalam BBC News Indonesia, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Parid Ridwanuddin, mengatakan bahwa PP tersebut akan berisiko mengurangi pulaupulau kecil yang ada di Indonesia. Sebab, sedimen pasir yang dikeruk dapat merusak ekosistem pantai dan menimbulkan abrasi.
“Jadi, saya kira ini PP Nomor 26 2023 ini sangat mengancam pulau-pulau kecil, terutama di Indonesia, karena Indonesia negara kepulauan, termasuk juga wilayah pesisirnya,” ungkap Parid kepada BBC Indonesia pada Selasa (30/5).
Sementara, juru bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Wahyu Muryadi membantah bahwa peraturan baru ini akan menimbulkan kerusakan pada ekosistem perairan. Melainkan, ia mengatakan bahwa justru pemerintah ingin menyehatkan kembali daerah pesisir.
“Sesuai dengan amanat dari UU laut, maka KKP harus melakukan pengambilan, pengelolaan terhadap sedimentasi itu supaya kembali dipulihkan, sehingga laut kita menjadi sehat,” ujar Wahyu.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah tidak akan mengambil pasir-pasir yang ada di pulau, seperti yang ada di benak kebanyakan masyarakat. Tetapi bisa saja proses sedimentasi
dilakukan di dasar laut atau area lainnya selain pesisir.
“Jangan bayangkan nanti kemudian ada pulau yang sudah bagus, pasirnya di pinggir pantai itu disedotin, enggak begitu,” katanya.
Dalam kesempatan yang lain Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga mengajak semua pihak untuk melihat lebih jauh mengenai substansi PP tersebut. KKP mengklaim kebijakan ini sejatinya bukan sebatas untuk mendukung pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, tapi juga mengamanatkan
dilakukannya perlindungan dan rehabilitasi terhadap ekosistem dari hasil sedimentasi yang dikelola.
“Sejak PP ini diterbitkan, segala perdebatan yang kita terima. Ada tiga kekhawatiran di dalamnya yaitu ekspor pasir laut, ancaman ekologi, dan ada siapa di balik kebijakan ini. Sebetulnya dari tiga isu itu kalau memang kita sudah membaca PP tersebut dari awal, manfaatnya apa pertimbangannya apa dan dasar- dasar kebijakannya apa sudah jelas. Ada tugas dan tanggung jawab KKP yang harus memelihara laut,” ungkap Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Victor G Monoppo dalam keterangan resminya, seperti dikutip, Jumat (9/6/2023).
Sementara itu, Secara terpisah, Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Rignolda Djamaludin, mengatakan dirinya tidak setuju dengan pendapat Wahyu terkait pengolahan sedimen pasir laut yang dapat menyehatkan ekosistem.
“Saya tidak bisa memahami atau sulit memahami kalau itu dikatakan menyehatkan, seperti apa? Proses pembentukan di laut itu ketika materi masuk, yang kondisi yang ada itu adalah kondisi dengan material seperti itu,” ujarnya. Namun, meski PP itu berlaku mulai 15 Mei 2023, hingga saat ini belum ada transaksi ekspor yang terjadi. Setidaknya demikian mengacu catatan Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam portal media online CNBC Indonesia disebutkan bahwa Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edi Mahmud mengatakan, berdasarkan pencatatan hingga Mei 2023, untuk komoditas pasir laut yang termasuk ke dalam golongan kode HS2505900, belum ditemukan adanya transaksi ekspor, baik dari segi nilai maupun volume.
“Nah dalam pengelompokan kode HS untuk pencatatan ekspor impor pasir laut masuk ke dalam kode HS2505900 pada Mei 2023 tidak tercatat adanya transaksi untuk komoditas kode HS tersebut,” ujar Eddy saat konferensi pers secara virtual, Kamis (15/6/2023).
PERTANYAAN
- Jika ditinjau dari analisa fikih, sebenarnya siapakah pihak yang paling berhak atas pengelolaan sedimentasi di laut? dan bagaimana batasannya?
- Bagaimana hukum pemerintah mengelola sedimentasi di laut sesuai PP nomor 26 tahun 2023 yang menurut sebagian pihak berpotensi menimbulkan mudarat sebagaimana dalam deskripsi ?
JAWABAN
- Pihak yang paling berhak mengelola sedimentasi di laut adalah pemerintah. Dengan batasan pengelolaan itu harus berasaskan pada maslahat rakyat.
2. KHUTBAH POLITIK DI TENGAH ACARA KEAGAMAAN (Sa’il: LBM PCNU Ciamis)
Pesta demokrasi pemilihan umum 2024 memang belum tiba, namun euforianya sudah begitu terasa, di berbagai sebrang jalan hampir pasti ditemukan banner-banner yang memampang foto-foto politikus yang berencana ikut dalam kontestasi pemilihan umum 2024. Tak hanya itu, beberapa politikus bahkan sudah melancarkan manuver-manuver politik, melakukan kunjungankunjungan ke berbagai daerah, menjadi pembicara diberbagai forum, bahkan dalam forum- forum keagamaan seperti khutbah masjid, majlis ta’lim, haul, majlis shalawat dan lain sebagainya. Bahkan tak ayal terkadang ada politikus yang memplesetkan beberapa ayat sperti la taqraba hadzihisysyajarah dll.
Sekalipun tidak secara jelas meminta dukungan pada umat yang hadir di majlis-majlis tersebut, terkadang ada saja yang membawa konten-konten berbau politik, entah itu pengukuhan sebagai calon, satire terhadap lawan politik, atau bahkan secara jelas memunculkan ujaran kebencian. Bahkan sempat viral beredar foto kader Partai Ummat membentangkan bendera di sebuah masjid di Cirebon, Jawa Barat.
Terkait penggunaan masjid sebagai media politik praktis Bapak Jusuf Kalla sebagai ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) baru-baru ini sudah mengeluarkan pernytaan tegas. Serpti yang dilansir dalam detiknews: “Pertama tidak boleh berkampanye di masjid. Itu Undang-undang. Kita juga DMI tidak memperkenankan itu karena sesuai Undang-undang,” kata JK usai menghadiri acara Dies Natalis ke-25 Universitas Paramadina di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Selasa (10/1/2023).
Beliau juga mengaku mengikuti pemberitaan terkait Partai Ummat yang membentangkan bendera partainya di masjid di Kota Cirebon. Dia menilai itu bukan kampanye, namun tetap saja identitas partai tak boleh dilakukan di masjid.
“Kalau yang saya baca, Partai Ummat itu sujud syukur di masjid karena sebelumnya ditolak kemudian ternyata boleh (ikut Pemilu), tidak ada unsur kampanyenya. Kampanye itu kalau banyak orang diminta memilih itu kampanye. Tapi sekali lagi identitas-identitas partai di masjid itu nggak boleh,” ujarnya.
Lebih lanjut, JK mengatakan waktu pelaksanaan ketentuan aturan tersebut masih menjadi pertentangan. Pasalnya saat ini belum memasuki masa kampanye.
“Tetapi hukum itu belum berlaku, karena belum masa kampanye. Nah Itu juga ada pertentangan, memang nggak boleh kampanye. Tapi secara material hukum belum kampanye. Ada celah-celahnya juga,” ucapnya.
PERTANYAAN
- Bagaimanakah hukum orasi politik (Pengukuhan diri sebagai calon, satire terhadap lawan politik) di dalam masjid dan majlis-majlis keagamaan sebagaimana tersebut dalam as’ilah?
- Bagaimana hukum khutbah Jumat yang disisipi materi politik praktis?
- Bagaimanakah hukum menempelkan bendera/banner partai atau calon kontestan pemilu di masjid atau area masjid?
- Bagaimanakah hukum menjadikan ayat-ayat al Qur’an sebagai bahan plesetan atau satire terhadap partai/calon kontestan pemilu tententu?
JAWABAN
1. HARAM, karena sangat berpotensi menimbulkan ghibah, namimah, dan perpecahan di antara umat.
REFERENSI
2. Hukum khutbah Jum’at yang disisipi materi politik adalah HARAM karena bisa berdampak perpecahan umat.
3. Hukum menempelkan bendera/Banner partai atau calon kontestan pemilu di masjid atau area masjid adalah HARAM karena termasuk menggunakan fasilitas masjid yang tidak ada kemaslahatan kembali pada masjid
4. HARAM
Mushohih | Perumus | Moderator |
|
| KH. Muthiullah, Lc Narasumber: Prof. Drs. KH. Mahmud Mustain, M.Sc., Ph.D. (Kepala Laboratorium Infrastruktur Pantai dan Pelabuhan, Tekhnik Kelautan ITS Surabaya) |
Galeri foto kegiatan :