KH. Atjeng Wahid: Maskermu Bisa Menolak dan Mencegah Covid-19
Dimasa New Normal yang membuat semua masyarakat di berbagai belahan dunia terdampak, sehingga dampak tersebut mempengaruhi berbagai macam kegiatan dalam kehidupan manusia. Mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, budaya, dan lain-lain.
Ketua Tanfidziah PCNU Kab. Garut sekaligus sesepuh Pondok Pesantren Salaman (Fauzan 3) KH. Atjeng Abdul Wahid menghimbau kepada nahdliyin, umumnya warga Garut agar selalu melaksanakan anjuran dari pemerintah. Salah satunya memakai masker, karena hal tersebut merupakan bagian dari ikhtiar dari musibah yang sedang melanda sekarang.
“Kita harus berikhtiar dengan menerapkan protokol kesehatan dimana salah satunya harus memakai masker sebagai penolak dan pencegah musibah Covid-19 yang sedang melanda dunia.” Tutur Atjeng Wahid
Beberapa dampak yang paling terasa dipesantren yaitu kegiatan pembelajaran yang kurang efektip, karena proses pembelajaran dibatasi dan santri dari luar Kabupaten Garut dan zona kesulitan untuk masuk ke pesantren akibat penerapan protokol Kesehatan di pesantren dalam upaya pencegahan penyebaran covid-19.
Selain dampak pada Kesehatan dan Pendidikan. Kegiatan keagamaan pun banyak terkendala, seperti pengajian mingguan dan bulanan di tunda selama delapan bulan lebih, sejak ditetapkannya wabah covid-19 di Indonesia oleh pemerintah dan juga himbauan dari PBNU, namun permintaan dari masyarakat sekitar, akhirnya pengajian tetap diadakan bagi kaum laki-laki yang berada sekitar pondok pesantren.
Namun kegiatan pengajian mingguan dan bulanan dan pengajian bagi santripun berbeda karena dilaksanakan dengan penerapan protokol Kesehatan, seperti menjaga jarak, mencuci tangan, serta memakai masker. Bahkan jama’ah dari luar kecamatan Sukaresmi di larang untuk datang sebagai upaya pencegahan.
“Sejak ditetapkan oleh pemerintah dan adanya himbauan dari PBNU, kami berikhtiar dengan menerapkan protokol Kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, kami pun berikhtiar dengan membaca do’a yang di anjurkan dari PBNU, seperti sholawat tibbil qulub, likhomsatun utfi bihaa, dan qunut nazilah” pungkas Atjeng Wahid
Namun upaya tersebut belum cukup, karena kesadaran dari jama’ah dan santri masih kurang, sehingga perlu adanya penekanan khusus dalam penerapan protokol kesehatan. Terutama dalam memakai masker, masih banyak yang lalai, akibat lupa karena tertinggal, hilang dan tidak memiliki sama sekali.
Pada awal masa Covid dibulan April, semua santri dipulangkan sebagaimana himbauan dari pemerintah, namun setelah pulang terlalu lama, orang tua santri meminta pesantren untuk membuka kembali pengajian bagi santri, karena Ketika mereka berada dirumah lebih banyak main android dan dikhawartirkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.
Sehingga pesantren dibuka Kembali bagi santri, namun dengan ketentuan, bagi santri yang datang dari luar kabupaten Garut, khususnya zona merah seperti Bekasi, Bandung, Jakarta dan lainnya. Itu tidak bisa langsung masuk ke wilayah pesantren, namun harus di isolasi dulu selama 14 hari, baru santri demikian bisa bergaul dengan santri lainnya.
“Awalnya kami akan memulangkan santri, namun permintaan masyarakat agar santri diterima kembali dipesantren sebagai pencegahan dari prilaku yang kurang baik dan juga sebagai upaya pencegahan penyebaran didaerahnya masing-masing, akhirnya kami pertahankan, namun dengan ketentuan bagi santri yang pulang dan hendak Kembali, khususnya dari luar kabupaten Garut serta zona merah harus diisolasi dulu selama 14 hari di ruang khusus sebelum bergaul dengan santri lainnya” pungkas Atjeng Wahid
Disisilain, kegiatan santri yang cukup banyak dengan kondisi new normal, biaya yang dibutuhkan masih jauh dari cukup, namun pesantren masih bisa melaksanakan dengan kemampuan seadanya.
Sedangkan perhatian pemerintah untuk pesantren dinilai masih kurang, karena pada kondisi sekarang, pesantren yang merupakan pusat kegiatan keagaman bagi santri dan masyarakat membuat kegiatan pesantren harus berjuang secara mandiri untuk memenuhi segala kebutuhan santri dan masyarakat.