Membangun Komunitas Digital NU
Komunitas NU menjaga soliditasnya melalui berbagai acara kumpul-kumpul yang akhirnya menumbuhkan ikatan emosional yang terus terjaga. Tahlilan untuk mendoakan keluarga yang meninggal, yasinan setiap malam Jumat, majelis taklim, dan lainnya memungkinkan warga NU saling bertemu, kenal, dan kemudian berinteraksi. Tradisi guyonan yang muncul dalam obrolan-obrolan ringan ini menghasilkan keakraban dan ikatan emosional.
Sebagian dari wujud keakraban tersebut dapat dipindah dalam format media sosial yang memungkinkan mereka yang jarang bertemu atau berinteraksi saling berkomentar di dunia maya. Kebijakan dan keputusan resmi PBNU kini diumumkan secara daring melalui website yang lalu dengan cepat dibagikan ke seluruh jejaring NU di seluruh dunia dalam hitungan detik dalam beragam platform media sosial. Selain kecepatan, hal ini juga mampu mengurangi distorsi karena diputusnya rantai penyampai pesan.
Di balik manfaat yang sedemikian besar, media sosial telah menjadi ruang menyebaran hoaks dan ujaran kebencian. Informasi palsu dan fitnah bertebaran dan dibagikan kerena ketidaktahuan atau literasi digital yang rendah. Caci maki dengan kata-kata yang paling tidak beradab bisa dikeluarkan oleh orang yang terlihat santun di kehidupan nyata. Orang yang baru belajar agama dengan entengnya mengomentari kiai senior yang jelas-jelas memiliki otoritas dalam ilmu agama. Semuanya terjadi di ruang media sosial.
Buku lain :