Mendapat Berkah al-Fatihah yang Multiguna
Al-Fâtihah itu multiguna, multifungsi. Setidaknya bisa diibaratkan kunci Inggris, simpel dan praktis. Dikatakan multiguna, karena al-Fâtihah adalah umm al-qur’ân dan umm al-kitâb (induk kitab suci Al-Qur’an), juga asâs al-qur’ân (fondasi Al-Qur’an), al-sab‘ al-matsânî (tujuh ayat yang dibaca berulang kali dalam setiap shalat), al-qur’ân al-‘adhîm (surat yang mencakup tujuan Al-Qur’an, tauhid, nubuwwah, hari akhir, dan ibadah), al-syifâ’ (obat), serta al-shalâh (shalat/doa).
Terkait keluhuran al-Fâtihah ini, Syekh al-Shâwî al-Mâlikî dalam Hâsyiyât al-Shâwi ‘alâ Tafsir al-Jalâlain menyebutkan nama (sebutan) surat al-Fâtihah sebanyak 20 nama, bahkan Syekh Abu Dhiyâ’ Nūr al-Dîn Ibn ‘Alî al-Syibrâmilisî al-Qâhirî (w. 1087 H) dalam Hâsyiyat atas kitab Nihâyat al-Muhtâj karya Syihâb al-Dîn al-Ramlî, menyebutkan 30 nama. Nama-nama inilah yang menunjukkan betapa al-Fâtihah itu multiguna dan multifungsi.
Al-Fâtihah itu terbagi kepada dua bagian besar: bagian Allah Ta’ala dan bagian manusia. Ayat al-Rahmân al-Rahîm hingga Mâliki Yaum al-Dîn adalah bagian Allah Ta’ala. Ayat iyyâka na’budu waiyyâka nasta’în, bagian awal ayat ini (iyyâka na’budu) adalah bagian/hak Allah Ta’ala—yang menjadi kewajiban atas manusia untuk menyembah dan beribadah kepada-Nya, dan sebagian ayatnya yang akhir (waiyyâka nasta’în) menjadi bagian/hak hamba (manusia), dan baginya apa saja kebaikan yang ia mohonkan.
Bagian ayat ihdinash shirâtha-l-mustaqîm dan seterusnya, khusus bagian manusia, terserah apa saja kebaikan dan kemanfaatan yang ia mohonkan kepada Allah Ta’ala. Poin penting ini berdasarkan hadits qudsi dalam riwayat Muslim, Ahmad, dan Ashâb al-Sunan al-Arba’ah dari Abu Hurairah r.a.
Jadi, al-Fâtihah itu multiguna, multi fungsi. Sungguhpun demikian, apakah kita sudah memahaminya dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya?
Sebagai bentuk tahadduts bin-ni’mah (menyampaikan anugerah nikmat Allah SWT) berkaitan dengan al-Fâtihah, yang saya rasakan berkahnya, saya ingin menyampaikannya, dengan harapan ada manfaatnya. Khusus mengaji surat al-Fâtihah saya telah menulis buku. Buku ini mulanya adalah naskah-naskah ngaji tafsir surat-surat pendek, tahun 2009-an di Mushalla Darussalam Kampung Pabuaran Sibang Kelurahan Pabuaran Kecamatan Karawaci Kota Tangerang Provinsi Banten. Saat menyampaikan materi ini, biasanya materi dibatasi satu atau dua halaman kertas A4 satu spasi, yang saya print out, terkadang difotokopi atau diprint untuk jamaah pengajian sekitar 15 hingga 20-an orang. Lantas sekitar tahun 2010 materi khusus tafsir surat al-Fâtihah saya buat draf buku, dilengkapi dengan penjelasan, disertai catatan kaki (foot note), yang akhirnya dapat dibukukan tahun 2015, dengan judul Mutiara Al-Fâtihah.
Dan berkahnya al-Fâtihah tampak: mengantarkan saya bisa lanjut studi doktoral (S3) tahun 2012, bisa keliling Negeri Kinanah Egypt (Mesir) tahun 2015 selama satu bulan full, ziarah Kota Suci Madinah al-Munawarah dan Makkah al-Mukarramah dalam rangka umrah (Sya’ban 1439/2018), berlanjut dakwah sebulan Ramadhan dan Syawal (2018) di Hong Kong, dan saat ini di Uni Eropa (2019), safari dakwah Ramadhan di Netherlands (Belanda), Bremen Germany dan Brussels Belgium, serta mendapatkan pengalaman dan wawasan tentang budaya dan peradaban Eropa yang kaya, seperti Ghent, sebuah kota tua di Belgia. Ini tentu menjadi berkesan bagi saya, karena disadari bahwa saya hanyalah seorang anak kampung, dari keluarga kiai kampung, ayah saya bernama Kiai Muhammad Muslim Daroini, di pelosok kampung Nusantara nun jauh dari kota metropolitan, tepatnya di Pekon (Desa) Datarajan Kecamatan Ulubelu Kabupaten Tanggamus Lampung.
Di Negeri Para Nabi ini, saya bisa mengikuti daurah (pelatihan) dan bimbingan dengan para Syekh Al-Azhar Al-Syarîf. Antara lain, Syekh Shauqî ‘Allâm Mufti Agung Dâr al-Iftâ’ Mesir, Almarhum Prof. Dr. Taha Jabir Al-‘Alwanî pakar Ushul Fiqh, dan Prof. Dr. Hasan Hanafi, mufakkir kontemporer.
Selain itu, tentu berwisata religi, dan menikmati budaya dan peradaban Mesir Kuno. Wisata religi (ziarah) di beberapa tempat di Cairo, berziarah antara lain, di maqbarah Imam As-Syâfi’î dan guru beliau Imam Al-Wakî’, yang namanya begitu fenomenal dalam bait syair gubahannya, yang biasa dijadikan puji-pujian di Nusantara khususnya di pesantren-pesantren salafiyah. Bunyi syairnya:
شَكَوْتُ إِلَى وَكِيْعِ سُوْءَ حِفْظِيْ ~ فَأَرْشَدَنِيْ إِلَى تَرْكِ الْمَعَاصِيْ
وَأَخْبَرَنِيْ بِأَنَّ الْعِلْمَ نُوْرٌ ~ وَنُوْرُ اللّٰهِ لَا يُهْدَى لِلْعَاصِيْ
“Aku mengadu kepada Wakî’ perihal buruknya hafalanku ~ Lantas ia membimbingku agar meninggalkan kemaksiatan.
Ia memberitahukan kepadaku bahwa ilmu itu cahaya ~ Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.”
Tentu ziarah ke makam Sayyidina Husain bin Sayyidina ‘Alî bin Abî Thâlib ra., yang terletak di dalam masjid Sayyidina Husain ini di area pasar Khan Khalili. Juga makam Sidi Ibn ‘Athâ’illâh al-Sakandarî, Shâhib al-Hikam, pengarang kitab tasawuf al-Hikam yang sangat fenomenal.
Juga ziarah ke makam Imam al-Bushîrî Shâhib al-Burdah di Alexandria. Beliau yang mengarang Shalawat Burdah yang sangat masyhur. Saya mulai mengenal dan mengafal beberapa baitnya saat usia 13 tahun, tahun 1992, dan mengaji kitab Shalawat Burdah ini sekitar tahun 1994 di Pondok Pesantren Miftahul ‘Ulum Liraf Dusun Sumberagung Desa Margodadi Kecamatan Perwakilan Semberjo Kabupaten Tanggamus (pemekaran Lampung Selatan). Pondok ini didirikan oleh Buyut kami dari jalur Ibu, yaitu Almaghfurlah Kiai Abdullah Hasan.
Di antara baitnya yang sangat masyhur itu:
هُوَ الْحَبِيْبُ الَّذِيْ تُرْجَى شَفَاعَتُهُ ~ لِكُلِّ هَوْلٍ مِنَ الْأَهْوَالِ مُقْتَحِمِ
دَعَا إِلَى اللّٰهِ فَالْمُسْتَمْسِكُوْنَ بِهِ ~ مُسْتَمْسِكُوْنَ بِحَبْلِ اللّٰهِ مُنْفَصِمِ
يَا رَبِّ بِالْمُصْطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا ~ وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ الْكَرَمِ
Dialah (Nabi Muhammad SAW) sang kekasih yang diharapkan syafaat (pertolongan)nya ~ untuk melepaskan semua derita dan kesulitan yang menerpa.
“Dia mengajak kepada Allah, maka orang-orang yang berpegang teguh kepadaNya~ mereka itulah orang-orang yang berpegang kepada tali (agama Islam) yang tak terputus.
Ya Tuhanku, dengan berwasilah kepada seorang Nabi pilihan (al-Mushthafâ) sampaikanlah pada tercapainya tujuan-tujuan kami ~ Dan berikanlah ampunan kepada kami terhadap dosa yang telah berlalu, duhai Yang Maha Luas Kemuliaan-Nya.”
Mengenai wisata budaya yang saya nikmati tentu saja satu dari sekian banyak keajaiban dunia, yaitu Piramida di Giza, dan patung Sphinx (badan singa berkepala manusia) yang tidak jauh dari piramida ini. Beberapa tempat bersejarah lainnya yang saya kunjungi, ada Masjid Ibn Thulūn, Masjid Al-Jâmi’ al-Azhar, Masjid ‘Amr bin al-‘Âsh al-Shahabî (awal dibangun tahun 641 M), dan Greek Orthodox Church of St. George dalam term Arab, Kanîsah Mârjarjîs (Gereja Ortodok Yunani Mari Girgis) di kawasan Fushthâth Cairo. Tentu tak terlewatkan mengunjungi benteng terkenal, Benteng Shalâhuddîn al-Ayyūbî (didirikan antara tahun 1176 dan 1183 M) dan Masjid Ali Pasha yang indah yang berada di dalam benteng ini. Selain itu, juga mengunjungi Bibliotheca Alexandria atau Perpustakaan Iskandariyah, didirikan tahun 323 SM. Juga menikmati makan kurma langsung dari kebun kurma di Matruh perbatasan Libya, dan wisata safari (off road) di padang pasir Sahara di Siwa.
Dengan menggunakan kapal pesiar Nile Cruisse, saya bersama rombongan mengarungi Sungai Nail untuk menuju ke tempat-tempat peradaban dan pusat ibukota Mesir kuno zaman Firaun, yaitu Luxor, sekitar 500 km sebelah selatan Cairo ibukota Mesir. Di tempat ini hingga Aswan, di tepi Sungai Nil, saya menerawang dan membayangkan peradaban 3000 an tahun silam bahkan lebih. Banyak ma‘bad atau temple atau kuil (tempat peribadatan zaman Firaun) yang dikunjungi, antara lain Luxor Temple, Hatshepsut Temple, Kharnak Temple, Horus Temple, Kom Ombo Temple, dan Abu Simble Temple, di bagian depannya ada monumen raksasa Ramses (Firaun) II abad ke-13 SM., merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO, dan Wâdî al-Muluk (Lembah Raja-raja Firaun).
Tentu tak terlewatkan, saya bersama rombongan, menemui Firaun (Ramses II), sang raja Mesir yang sangat masyhur nan legendaris itu, yang matinya tenggelam di lautan saat mengejak Nabi Musa As. Tapi tentu yang kami temui adalah muminya, yang berada di Lantai 2 di Mathaf al-Qâhirah (Museum Cairo) Egypt.
Pengalaman keliling wisata peradaban Mesir Kuno ini pun kembali terasa takkala, pada 24 Ramadhan 1440 bertepatan dengan 29 Mei 2019, saya mengunjungi Rijksmuseum van Oudhehen (RMO) Rapenburg 28, 2311 EW Leiden, yang berdekatan dengan Universiteit Leiden Netherlands, sekitar 24 km dari Heeswijkplein Den Haag. Di salah satu lantai dasar dari tiga lantai museum ini terdapat khusus barang-barang bersejarah tinggi peradaban Mesir Kuno.
Di tahun 2019 ini, dalam momen Ramadhan, topik-topik yang sering saya sampaikan dalam pengajian dan dakwah tentu tentang Al-Fâtihah. Topik ini didasarkan pada buku Fikih al-Fâtihah: Panduan Lengkap Memahami Induk al-Qur’an, semula judulnya Mutiara al-Fâtihah.
Materi buku Fikih al-Fâtihah ini, saya sampaikan di berbagai kesempatan safari dakwah di Uni Eropa: di Wageningen Gerderlands NL, KBRI Den Haag NL, Masjid Al-Hikmah PS Indonesia Den Haag, Persatuan Pemuda Muslim Eropa (PPME) di Waalwijk NL, Keluarga Muslim Indonesia Bremen (KMIB) Bremen Germany, dan Keluarga Pengajian Muslim Indonesia (KPMI) di Aula KBRI Brussels Belgia.
Sebagai catatan, berdasarkan berbagai sumber melalui penelusuran Google, jumlah Muslim di Uni Eropa, ditambah Swiss dan Norwegia (baik yang tergabung dalam Schengen Area Countries yang berjumlah 26 negara, maupun selainnya –seperti Inggris), sekitar 5 persen (26 juta jiwa) dari total populasi sekitar 742 juta jiwa. Tentu dari jumlah ini, Muslim di Eropa masih minoritas. Muslim terbanyak di Perancis (sekitar 6 juta atau 6% dari total populasi penduduknya 67 juta), Jerman (sekitar 5 juta jiwa, atau 5% dari total penduduknya 83 juta jiwa), Inggris (lebih dari 4 juta, lebih dari 6% total populasi 56 juta), Italia (sekitar 3 juta, 5% dari populasi penduduknya 61 juta), dan Belanda (lebih dari 1,2 juta atau sekitar 7% populasi penduduknya 17 juta), dan Spanyol (sekitar 1 juta, atau kurang dari 3% dari total populasinya 47 juta). Adapun Muslim di Belgia, di mana saya melakukan dakwah Ramadhan dan wisata budaya di negara ini, berjumlah sekitar 629 ribu atau sekitar 6% dari total populasi 10 juta jiwa. Jumlah Muslim di Eropa diprediksi akan melonjak tajam pada 2050.
Tentu ini menjadi perhatian penting bagi kita, terutama umat Islam di Indonesia, sebagai warga mayoritas. Hal ini jelas, karena berkaitan dengan bagaimana ketentuan menerapkan ajaran Islam mengenai kewajiban mengonsumsi dan menggunakan produk makanan dan minuman serta barang-barang yang halal, dan menerapkan syariat ajaran Islam secara maksimal. Selain itu tentu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan memperoleh pengetahuan dan pemahaman Islam yang baik, Islam yang moderat (Islam wasathî/Islam rahmatan lil ‘alamin) di Eropa. Mari senyum dan optimis bersama al-Fâtihah. Mari berwasilah al-Fâtihah mengayunkan langkah meraih berkah. Hadânallâh waiyyâkum ajma’în.
Ustadz Ahmad Ali MD, Pendakwah dan Kabid Kurikulum dan Akademik Pendidikan Dai Penggerak NU [PDPNU] Lembaga Dakwah PBNU