Pendidikan: Internalisasi Cinta pada Sesama
Srie Muldrianto – Bumi sebagai tempat tinggal manusia memiliki kapasitas dan daya tampung terbatas. Sementara manusia sebagai penduduk bumi terus mengalami pertumbuhan secara pesat. Robert Maltus terkait pertumbuhan manusia mengatakan bahwa penduduk bumi mengalami perkembangan sesuai deret ukur (2, 4, 8, 16, 32,…dst) sedangkan pertumbuhan pangan berkembang sesuai deret hitung (1,2,3,4 …dst). Oleh karena itu manusia harus mencegah pertumbuhan manusia agar dapat hidup secara seimbang. Berbeda dengan Maltus kaum Marxis mengatakan bahwa pertumbuhan manusia itu bersifat alami manusia dapat mengendalikan pertumbuhan penduduk dan pangan secara seimbang, kerusakan terjadi karena keserakahan manusia yang ingin menguasai manusia lain saja. Jadi yang salah adalah faham kapitalis yang merusak tatanan kehidupan yang menjadikan manusia serakah dan ekonomi hanya dikuasai oleh segelintir orang.
Para ahli mengatakan bahwa kapasitas bumi hanya dapat menampung manusia kurang lebih 10 miliar, dengan asumsi manusia harus merubah pola makan menjadi vegetarian, tanah masih subur dan hasil pertanian baik. Mengapa demikian? Untuk menghidupi manusia 10 miliar perlu bahan pangan yang ditanam dalam lahan pertanian yang cukup luas, terlebih jika manusia masih mengkonsumsi makanan hewani maka akan dibutuhkan lahan yang cukup luas juga. Apalagi jika kita perhatikan bahwa lahan tanah kini mengalami penurunan kesuburan bahkan tidak dapat ditanami. Di samping itu terjadi bencana karena perubahan iklim yang ekstrem dan adanya dampak pembuangan karbon yang dihasilkan manusia dan lain sebagainya. Dengan kata lain manusia harus dapat membangun, mempertahankan agar bumi terus dapat berlangsung kehidupannya menjadi lebih lama.
Penduduk bumi sekarang ini sudah mencapai kurang lebih 7,8 miliar lebih, kemungkinan di tahun 2100 jumlah penduduk bumi mencapai 10 miliar. Bagaimana upaya kita untuk mempertahankan bumi ini agar bertahan untuk jangka waktu yang lebih lama?
Dalam al Qur’an surat 17 ayat 7 berbunyi kurang lebih “ Jika kamu berbuat baik, berbuat baik untuk dirimu…..”. Ayat ini mengingatkan kita bahwa perbuatan yang kita lakukan akan kembali kepada kita sendiri. Oleh karena itu kewajiban manusialah untuk menjaga agar bumi ini tetap eksis dan dapat didiami manusia lebih lama lagi. Upaya manusia untuk menjaga bumi di antaranya lewat pendidikan. Tapi bagaimana kenyataannya?
Dulu di Banglades ada salah seorang pakar ekonomi alumni Harvard University, dia mengajar di perguruan tinggi terkenal di Daka, Ibu kota Bangladesh. Tiap hari ia melewati daerah kumuh yang miskin tapi dirinya dan teman-teman pakar ekonomi lainya tidak dapat membuat solusi bagi ekonomi mereka. Perguruan tinggi hanya menghasilkan pekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan pekerja bagi para pemodal. Inilah yang kemudian membuat Muhammad Yunus menggagas Grameen Bank di Bangladesh yang kemudian ditiru oleh ICMI dengan mengembangkan BMT (Baitul Maal wa Tamwil). Pendidikan selama ini hanya mentarget tujuan-tujuan yang berbasis nilai-nilai materi hanya untuk kepentingan biologi dan ekonomi manusia. Terlebih dari itu untuk suskses manusia saling berebut dan saling menaklukan satu sama lain yang pada akhirnya alam yang menjadi korban, manusia lain menjadi menderita. Ilmu dan pembelajaran di lembaga pendidikan tidak banyak membantu akan keberlangsungan alam ini.
Hutan digunduli diganti tanaman kelapa sawit, memang investasi tumbuh dan GDP naik tapi efek panjangnya jauh lebih buruk dan membutuhkan cost yang lebih besar untuk mengembalikan hutan ke fungsi awalnya. Ditemukannya plastic sebagai alat kemasan sepintas lebih efektif dan efisien tapi dampak panjangnya jauh lebih buruk dan berdampak high cost bagi pemulihan alam dan lingkungannya. Oleh karena itu kita perlu kembali pada kodrat alam yaitu manusia harus dapat menjaga keseimbangan hidup. Hidup tidak harus cepat, tidak harus banyak, alam tidak untuk diekploitasi secara ugal-ugalan. Manusia harus dapat menjaga alam ini agar dapat dinikmati lebih lama dan dapat mencukupi kebutuhan hidup manusia.
Purwakarta pada tahun 2014, dianugrahi sebagai Kota Welas Asih oleh Compassion in Action, International Inc. Sebagai kota welas asih Purwakarta telah membuat berbagai kebijakan dan program yang menekankan kepedulian kepada sesama manusia (empathy), kelestarian alam dan lingkungan, kesehatan dan kebersihan. Juga telah menyulap daerah Ci Lodong yang dulu dikenal sebagai daerah prostitusi menjadi daerah religious dengan membangun Masjid Besar (Tajug Gede) sehingga warga di sekitar situ tidak lagi malu menjadi bagian warga Ci Lodong. Banyak lagi program secara bertahap dijalankan Bupati Dedi dan pelanjutnya. Baru-baru ini Dinas pendidikan menetapkan kebijakan agar sekolah bebas dari sampah plastik, bahkan untuk acara-acara tertentu di lingkungan dinas pendidikan dianjurkan untuk membawa tumbler air sendiri.
Kebijakan Bupati Purwakarta terdahulu patut mendapat apresiasi karena kebijakan tersebut sangat substantive dan strategis. Permasalahan terbesar kita adalah hilangnya rasa cinta kepada Allah SWT, kepada sesama kita dan kepada lingkungan serta alam sekitar. Selama ini pendidikan kita hanya fokus membangun manusia dari dimensi biologi dan ekonomi. Walaupun tentu kita perlu tetap mengawal dan mengkritisi agar Kota Welas Asih tidak hanya sebagai symbol. Implementasi Purwakarta sebagai Kota Welas Asih perlu dijalankan di lembaga-lembaga pendidikan di Purwakarta melalui sosialisai dan pemahaman yang jelas dan terukur. Ilmu pengetahuan dan pembelajaran di sekolah merupakan sarana yang tepat dalam mentransformasi perubahan di tengah-tengah masyarakat. Perubahan untuk silih asah, silih asih, dan silih asuh.
Srie Muldrianto, Dosen dan Aktivis Pendidikan di Purwakarta.