AMBISI HTI DI ATAS AYAT KONSTITUSI DAN AYAT SUCI
Doktrin thalabun nushrah (kudeta) dan istilamul hukmi (peralihan kekuasaan) memastikan bahwa Khilafah Tahririyah bukan sekedar teori. HTI ibarat ingin membangun rumah di atas tanah rumah orang lain dengan cara menghancurkan rumah itu terkebih dahulu. Atau HTI mau membangun masjid di atas lahan orang lain. Konsekuensi hukumnya, yang asalnya secara teoritis Khilafah Tahririyah, mubah, berubah menjadi haram.
Akan tetapi anehnya, kader-kader HTI merasa ringan-ringan saja, tetap semangat dan istiqamah. Sesungguhnya itu pertanda aktivitas mereka mendirikan Khilafah Tahririyah selaras dan serasi dengan hawa nafsu. Kata Syaikh Ibnu ‘Athaillah: “Jika ada dua perkara yang membuatmu ragu, maka lihatlah mana yang berat bagi nafsu, lalu ikutilah. Sesungguhnya tidaklah nafsu merasa berat kecuali jika itu benar.”
Syaikh Zarruq menerangkan, dorongan nafsu adalah kecenderungan untuk meraih tujuan-tujuan yang diinginkan nafsu. Mengikutinya berarti melalukan berbagai hal yang dikehendaki nafsu. Mengikuti dorongan berarti menghadap dan berpaling tanpa memperdulikan syariat.
Menyibukkan diri berjuang mendirikan Khilafah Tahririyah yang hukumnya haram, pada saat bersamaan melalaikan kewajiban-kewajiban agama yang lain, bukti terang benderang bahwa perjuangan HTI tidak lebih dari dorongan nafsu belaka. Diperkuat dengan perilaku kader HTI yang tidak mengindahkan adab, akhlak, syariat konstitusi. Ambisi HTI, ternyata di atas ayat konstitusi dan ayat suci.
Refleksi Ramadlan 1441 H
Bandung, 10 Mei 2020
Buku lain :