The news is by your side.

Bolehkah Nikah dengan Jin?

Oleh: Harry Yuniardi

Minggu-minggu ini, media dibuat heboh dengan berita perkawinan beda alam, bukan lagi beda agama. Beberapa media nasional berulang memuat infotainment teraneh, yaitu perkawinan Bagus Kodok ibnu Sukodok, seorang seniman asal Ngawi, Jatim, dengan Peri Roro Setyowati, danyang tanah Jawa, penguasa Alas Ketonggo, hutan di daerah Paron, Ngawi.

Meski dikemas dalam bingkai seni kejadian (happening art), namun acara tersebut benar-benar ritual perkawinan antara dua jenis makhluk berbeda alam, sebagaimana dituturkan Brahmantyo, wakil keluarga pengantin laki-laki. Bahkan menilik surat undangan yang disebar, para “petinggi” danyang, seperti Nyi Roro Kidul, Brawijaya Pamungkas, dan lainnya, ikut sebagai pihak turut mengundang. Perkawinan yang digelar dalam adat Jawa tersebut, dimulai dengan acara midodareni pada hari Selasa (7/10) dan akad perkawinan pada malam Rabu (8/10).

Lepas dari aspek infotainment yang sangat kental, sejatinya dalam peristiwa tersebut terdapat aspek lain yang sangat serius dan dapat dijadikan wilayah kajian ilmiah, yaitu masalah hukum perkawinan antar makhluk berbeda alam. Jika hukum positif, melalui UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 57, mengatur perihal hukum perkawinan campuran, namun yang dimaksud adalah perkawinan campuran antar manusia yang berbeda kewarganegaraan, bukan antar dua makhluk yang berbeda alam. Lain dengan Islam, hukum agamanya yang sedemikian komprehensif, ternyata menyentuh terhadap aturan perkawinan antar makhluk yang berbeda alam, dalam hal ini perkawinan antar manusia dengan jin.

Dalam bukunya Hiwâr al-Shafiy ma`a Jinniy Muslim, Muhammad Isa Dawud, menuturkan bahwa seperti halnya manusia, jin juga hidup bermasyarakat dan memiliki peradaban. Untuk mempertahankan eksistensinya, mereka melakukan perkawinan dan melahirkan keturunan, demikian dijelaskan al-Syibliy dalam bukunya Âkâm al-Marjân fiy Ahkâm al-Jân, saat menyampaikan argumentasi bahwa dalam dunia jin mengenal proses perkawinan. Dan atas dasar kemaslahatan hidupnya, mereka juga bagian dari makhluk yang diatur oleh ketentuan agama (QS. Aldzariyat:56), sebagaimana terekam oleh firman Allah dalam Alquran surah Aljinn, selepas mendengarkan bacaan Alquran, lantas mereka beriman kepada Allah dan tunduk taat terhadap aturan-Nya, meski pada kenyataannya, diantara mereka ada yang benar-benar taat, namun ada pula yang menyimpang dari kebenaran. Dengan kata lain, di kalangan jin juga berlaku hukum perkawinan (munakahat) untuk mengatur pola kehidupan keluarganya.

Namun bukan itu persoalannya, terkait perkawinan Bagus Kodok dengan Peri Roro Setyowati, apakah mungkin manusia melakukan perkawinan dengan jin? Lantas bagaimanakah hukumnya? Untuk menjawab pertanyaan pertama, maka bukti yang diajukan adalah keberadaan Ratu Balqis pada zaman Nabi Sulaiman As., menurut Ibn Katsir dalam Qishash al-Anbiyâ’, terdapat riwayat dari Abu Hurayrah Ra., Nabi Saw., menceritakan bahwa salah satu orang tua Ratu Balqis adalah jin, dengan demikian ia adalah hasil sintesa perkawinan antara manusia dengan jin.

Pun disitir dalam buku Laqth al-Marjân, beberapa riwayat ulama salaf dari al-Suyûthiy mengenai terjadinya perkawinaan antara manusia dengan jin. Bahkan Ibn Taymiyah menegaskan melalui pernyataannya dalam Majmû` al-Fatâwâ, bahwa perkawinan manusia dengan jin itu dapat melahirkan keturunan, dan menurutnya, hal tersebut telah maklum diketahui banyak orang.

Adapun mengenai hukum perkawinannya, itu tidak lepas dari dua sisi penilaian, yaitu hukum wadl`iy dan hukum taklifiy. Untuk hukum wadl`iy, yaitu masalah keabsahan perkawinannya, para ulama menyatakan perkawinan antara manusia dengan jin adalah sah, jika telah memenuhi ketentuan rukun dan syaratnya. Sedangkan untuk hukum taklifiy, sebagian ulama menilainya sebagai perbuatan makruh, yang sudah barang tentu lebih baik jika tidak dilakukan, meskipun jika dilakukan tidak menimbulkan dosa. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Tabiin Hasan Bashriy, Qatadah, Ishaq bin Rahawayh. Demikian pula Imam Maliki, saat ditanya oleh penduduk Yaman perihal perkawinan tetangganya dengan wanita bangsa jin, beliau tegas menjawab sah perkawinanya, walaupun dengan embel-embel makruh.

Sedangkan mayoritas ulama lainnya melarang perkawinan tersebut dengan menghukumi haram, mereka mengambil pemahaman dari Alquran yang menyatakan bahwa pasangan hidup itu diciptakan Allah dari jenis yang sama, yaitu manusia (QS. Arrum:21), sehingga jika mengambil pasangan hidup selain dari manusia, maka dilarang oleh hukum. Selain daripada itu, tujuan membangun rumah tangga demi ketentraman hidup juga menjadi kabur, karena akan banyak persoalan rumit dalam relasi suami istri yang disebabkan perbedaan alam kehidupannya. Oleh karena itu, Hakim Syarifuddin al-Bariziy, memilih untuk melarang perkawinan manusia dengan jin dengan pertimbangan lain bahwa terdapat hadis mursal yang menyatakan Nabi Saw., melarang perkawinan dengan jin.

Walhasil, meskipun perkawinan antara Bagus Kodok dengan Peri Roro Setyowati masih bias antara pertunjukan seni dan peristiwa hukum, yang pasti efek negatif dan positif senantiasa mengiringi setiap kejadian. Seperti banyaknya tamu undangan yang malah meminta kepada Bagus Kodok untuk dijodohkan dengan kerabatnya Peri Roro Setyowati. Namun setidaknya karena berita itu pula, penulis menjadi tertarik untuk membuka kembali khasanah hukum agama yang dianggap telah usang dalam lipatan buku-buku klasik. Dan semoga saja, di antara kita, sama sekali tidak tertarik untuk kawin dengan makhluk lain alam.

 

 

Buku lain :

  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.