Hukum Memakai Cadar
Assalamu ‘alaikum wr.wb.
Saya Andri Hermawan (24). Saya ingin mendapat penjelasan dari NU Online tentang hukum wanita memakai cadar. Ada penjelasan tentang hukum aurat oleh Imam Syafi’i bahwa wanita wajib menutup seluruh tubuh termasuk muka ketika bersama laki-laki bukan mahram. Sementara ada keterangan lain yang menjelaskan bahwa cadar bukanlah ajaran Islam. Saya mohon penjelasannya. Terima kasih.Wassalamu ‘alaikum wr.wb. (Andri Hermawan/Magelang).
Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Persoalan memakai cadar (niqab) bagi perempuan sebenarnya adalah masalah yang masih diperselisihkan oleh para pakar hukum Islam. Karena keterbatasan ruang dan waktu kami tidak akan menjelaskan secara detail mengenai perbedaan tersebut. Kami hanya akan menyuguhkan secara global sebagaimana yang didokumentasikan dalam kitab Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah.
Menurut madzhab Hanafi, di zaman sekarang perempuan yang masih muda (al-mar`ah asy-syabbah) dilarang membuka wajahnya di antara laki-laki. Bukan karena wajah itu termasuk aurat, tetapi lebih untuk menghindari fitnah.
فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ ( الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ ) إِلَى أَنَّ الْوَجْهَ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ ، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ عَوْرَةً فَإِنَّهُ يَجُوزُ لَهَا أَنْ تَسْتُرَهُ فَتَنْتَقِبَ ، وَلَهَا أَنْ تَكْشِفَهُ فَلاَ تَنْتَقِبَ .قَال الْحَنَفِيَّةُ : تُمْنَعُ الْمَرْأَةُ الشَّابَّةُ مِنْ كَشْفِ وَجْهِهَا بَيْنَ الرِّجَال فِي زَمَانِنَا ، لاَ لِأَنَّهُ عَوْرَةٌ ، بَل لِخَوْفِ الْفِتْنَةِ
Artinya, “Mayoritas fuqaha (baik dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Hanbali) berpendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat. Jika demikian, wanita
boleh menutupinya dengan cadar dan boleh membukanya. Menurut madzhab Hanafi, di
zaman kita sekarang wanita muda (al-mar`ah asy-syabbah) dilarang
memperlihatkan wajah di antara laki-laki. Bukan karena wajah itu sendiri adalah
aurat tetapi lebih karena untuk mengindari fitnah,” (Lihat Al-Mawsu’atul
Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah,
juz XLI, halaman 134).
Berbeda dengan madzhab Hanafi, madzhab Maliki menyatakan bahwa makruh hukumnya
wanita menutupi wajah baik ketika dalam shalat maupun di luar shalat karena
termasuk perbuatan berlebih-lebihan (al-ghuluw).
Namun di satu sisi mereka berpendapat bahwa menutupi dua telapak tangan dan
wajah bagi wanita muda yang dikhawatirkan menimbulkan fitnah, ketika ia adalah
wanita yang cantik atau dalam situasi banyak munculnya kebejatan atau kerusakan
moral.
وَقَال الْمَالِكِيَّةُ : يُكْرَهُ انْتِقَابُ الْمَرْأَةِ – أَيْ : تَغْطِيَةُ وَجْهِهَا ،وَهُوَ مَا يَصِل لِلْعُيُونِ – سَوَاءٌ كَانَتْ فِي صَلاَةٍ أَوْ فِي غَيْرِهَا ، كَانَ الاِنْتِقَابُ فِيهَا لِأجْلِهَا أَوْ لاَ ، لِأَنَّهُ مِنَ الْغُلُوِّ.وَيُكْرَهُ النِّقَابُ لِلرِّجَال مِنْ بَابِ أَوْلَى إِلاَّ إِذَا كَانَ ذَلِكَ مِنْ عَادَةِ قَوْمِهِ ، فَلاَ يُكْرَهُ إِذَا كَانَ فِي غَيْرِ صَلاَةٍ ، وَأَمَّا فِي الصَّلاَةِ فَيُكْرَهُ .وَقَالُوا : يَجِبُ عَلَى الشَّابَّةِ مَخْشِيَّةِ الْفِتْنَةِ سَتْرٌ حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ إِذَا كَانَتْ جَمِيلَةً ، أَوْ يَكْثُرُ الْفَسَادُ.
Artinya, “Madzhab Maliki berpendapat bahwa dimakruhkan wanita memakai
cadar—artinya menutupi wajahnya sampai mata—baik dalam shalat maupun di luar
shalat atau karena melakukan shalat atau tidak karena hal itu termasuk
berlebihan (ghuluw). Dan lebih utama cadar dimakruhkan bagi laki-laki
kecuali ketika hal itu merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya, maka
tidak dimakruhkan ketika di luar shalat. Adapun dalam shalat maka dimakruhkan.
Mereka menyatakan bahwa wajib menutupi kedua telapak tangan dan wajah bagi
perempuan muda yang dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah, apabila ia adalah
wanita yang cantik, atau maraknya kebejatan moral,” (Lihat Al-Mawsu’atul
Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah,
juz, XLI, halaman 134).
Sedangkan di kalangan madzhab Syafi’i sendiri terjadi silang pendapat. Pendapat
pertama menyatakan bahwa memakai cadar bagi wanita adalah wajib. Pendapat kedua
adalah sunah, sedang pendapat ketiga adalah khilaful awla, menyalahi
yang utama karena utamanya tidak bercadar.
وَاخْتَلَفَ الشَّافِعِيَّةُ فِي تَنَقُّبِ الْمَرْأَةِ ، فَرَأْيٌ يُوجِبُ النِّقَابَ عَلَيْهَا ، وَقِيل : هُوَ سُنَّةٌ ، وَقِيل : هُوَ خِلاَفُ الأَوْلَى
Artinya, “Madzhab Syafi’i berbeda pendapat mengenai hukum memakai cadar bagi
perempuan. Satu pendapat menyatakan bahwa hukum mengenakan cadar bagi perempuan
adalah wajib. Pendapat lain (qila) menyatakan hukumnya adalah sunah. Dan
ada juga yang menyatakan khilaful awla,” (Lihat Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah
al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, juz, XLI,
halaman 134).
Poin penting yang ingin kami katakan dalam tulisan ini adalah bahwa persoalan
hukum memakai cadar bagi wanita ternyata merupakan persoalan khilafiyah. Bahkan
dalam madzhab Syafi’i sendiri yang dianut mayoritas orang NU terjadi perbedaan
dalam menyikapinya.
Meskipun harus diakui bahwa pendapat yang mu’tamad dalam dalam madzhab
Syafi’i adalah bahwa aurat perempuan dalam konteks yang berkaitan dengan
pandangan pihak lain (al-ajanib) adalah semua badannya termasuk kedua
telapak tangan dan wajah. Konsekuensinya adalah ia wajib menutupi kedua telapak
tangan dan memakai cadar untuk menutupi wajahnya.
أَنَّ لَهَا ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ عَوْرَةٌ فِي الصَّلَاِة وَهُوَ مَا تَقَدَّمَ، وَعَوْرَةٌ بِالنِّسْبَةِ لِنَظَرِ الْاَجَانِبِ إِلَيْهَا جَمِيعُ بَدَنِهَا حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ
“Bahwa perempuan memiliki tiga uarat. Pertama, aurat dalam shalat dan hal ini
telah dijelaskan. Kedua aurat yang terkait dengan pandangan orang lain
kepadanya, yaitu seluruh badannya termasuk wajah dan kedua telapak tangannya
menurut pendapat yang mu’tamad…” (Lihat Abdul Hamid asy-Syarwani, Hasyiyah
asy-Syarwani, Bairut-Dar al-Fikr, juz, II, h. 112)
Namun menurut hemat kami, pendapat yang menyatakan wajib memakai cadar bagi
wanita jika dipaksakan di Indonesia akan mengalami banyak kendala. Toh faktanya
masalah cadar adalah masalah yang diperselisihkan oleh para fuqaha`. Dan NU
sendiri bukan hanya mengakui madzhab syafi’i tetapi juga mengakui ketiga
madzhab fikih yang lain, yaitu hanafi, maliki, dan hanbali.
Jadi yang diperlukan adalah kearifan dalam melihat perbedaan pandangan tentang
cadar. Menurut hemat kami, perbedaan pendapat tersebut tidak perlu
dipertentangkan dan dibenturkan. Tetapi harus dibaca sesuai konteksnya
masing-masing.
Demikian jawaban singkat yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan
baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Wassalamu’alaikum wr. wb
(Mahbub Ma’afi Ramdlan)