Mengejar Cara Melepaskan Tujuan ?
Tadi pagi secara tidak sengaja saya melihat sebuah film di salah satu televisi yang berjudul “ Lucunya Negeri Ini”. Walaupun tidak secara penuh menonton dari awal hingga akhir tapi ada satu pesan yang saya tangkap yaitu kita membangun tapi ternyata menghancurkan. Film menceritakan seorang sarjana pengangguran yang sedang berjuang untuk mengeluarkan para pencopet dari profesinya. Dia mengumpulkan uang 10 % dari hasil copetan untuk menjadi modal usaha baru dan untuk menggaji dan memfasilitasi para guru untuk pengajar para copet (agar berubah profesi). Kemudian Para guru mendapat tantangan dari keluarganya karena mendapat gaji dari hasil copet.
Dalam agama uang haram tidak bisa digunakan atau dikonsumsi. Di lain pihak para guru memiliki idealitas untuk tetap berjuang mengajak para pencopet agar sadar dan ganti profesi. Sementara para guru tidak memiliki penghasilan. Dilema kedua setelah terkumpul uang untuk modal dagang, seorang guru menawarkan kepada 6 orang pencopet untuk beralih profesi. Mereka menimpali mending mencopet karena hasil dagang tak seberapa dibanding mencopet. Walaupun kemudian setelah dirayu, ada 6 orang pencopet yang siap untuk berdagang asongan. Dalam cerita akhir film tersebut dikisahkan seorang pencopet yang ketahuan dikejar-kejar oleh massa. Dan para pedagang asongan juga dikejar-kejar Satpol PP karena dianggap mengganggu ketertiban.
Dari kisah Film tersebut kita dapat mengambil pelajaran bahwa teori dan konsep kadang bertolak belakang dengan realitas kehidupan. Kita juga dapat mengambil pelajaran bahwa untuk berbuat baik perlu kerja keras dan ketulusan. Dan hal yang terpenting adalah pelajaran bahwa kita kadang melupakan tujuan tapi mengubah cara atau metode menjadi tujuan. Kita beragama tapi melupakan Tuhan, kita berpolitik dan bernegara tapi melupakan keadilan, kemakmuran bangsa dan Negara tapi memperkaya diri politisi, kita mendirikan LSM tapi malah menjadi lembaga untuk menekan dan menindas pihak lawan. Ada lembaga pendidikan malah menghancurkan, ada lembaga pemerintah malah mempersulit urusan rakyat.
Banyak hasil riset tapi tidak dijadikan referensi dalam kebijakan atau keputusan. Oleh karena itu harusnya menjadi kesadaran public bahwa substansi harusnya diutamakan. Perlu kesadaran dalam memahami substansi tujuan. Tujuan Pendidikan, tujuan berbangsa dan bernegara, tujuan pendidikan, juga hakikat tujuan hidup.
Imam Al Ghozali pernah mengatakan kita lebih suka mendandani, mengurusi kuda tunggangan/ kendaraan agar terlihat cantik dan menarik tapi lupa pada diri. Padahal diri inilah yang harus sampai pada tujuan. Penetapan, pemahaman terhadap tujuan sangat penting. Kalau ada peribahasa yang mengatakan thoriqu aham minal maaddah (cara lebih penting dari materi) maka dapat katakan al Ghoyah ahamm min thoriqoh (tujuan lebih penting daripada cara).
Sebagai guru kita memiliki tujuan menyampaikan peserta didik agar dapat meraih tujuan hidup (kebahagiaan) dari pada mengurusi administrasi kepangkatan, administrasi sekolah dan lain-lain. Sebagai petugas pemerintah bertujuan melayani rakyat bukan justeru ingin dilayani atau bahkan mempersulit urusan rakyat. Tugas BUMN menghasilkan profit untuk Negara tapi kenyataannya malah menyedot uang Negara, fungsi agama mendekatkan diri dengan Tuhan tapi kerap fungsi agama dijadikan alat untuk kepentingan pribadi. Tujuan politisi adalah membuat kebijakan agar rakyat sejahtera dan makmur tapi pada kenyataannya rakyat dijadikan obyek untuk kemakmuran dan kesejahteraan dirinya, dan lain-lain.
Penetapan, pemahaman, kita tentang tujuan sangat penting agar kita tidak terjebak pada rutinitas, cara, dan kebiasaan yang justeru menjauhkan kita dari tujuan. Status dan peran kita di muka bumi ini adalah sebagai pengemban amanah Allah SWT. Oleh karena itu tanggungjawab yang kita emban berasal dari Allah SWT. Kejarlah tujuan yaitu Allah SWT dan gunakanlah cara yang baik agar Allah meridhoi jalan kita. (Mang Asep Purwa)