The news is by your side.

Sudurisme Mencederai Pencawapresan Cak Imin

Pidato Cak Imin, Ketua Umum PKB dan calon wakil presiden 2019 menurut versinya itu tidak sedikit pun mengangkat urgensi cinta tanah air, padahal itu substansinya. Cinta tanah air bagian slogan NU. “Hubb al-wathon min al-iman.” Meski ini bukan hadits, namun pemaknaannya mendalam, sehingga tokoh NU mengabadikannya dalam box kosidah.

Kecerdasan pengarangnya perlu diacungkan jempol, karena merangkai cinta tanah air pada saat bangsa ditindas Belanda. Dampaknya meluas ke relung hati masyarakat dunia lslam dan secara khusus bangsa lndonesia.

Dus, slogan ini bukan sekadar kredo kosong, seperti akhir-akhir ini bermunculan saat diperlukan untuk premis pribadi. Slogan original akan terus dikenang, meski akar sejarahnya “nama fiktif,” seperti yg disitir oleh Kurnia Permana dalam WA, “… para sejarawan meragukan (penamaan-red.) “Marhaen” bukan nama orang dalam kenyataan sehari-hari, melainkan gabungan tiga nama ideolog; Marx, Hegel, dan Engel, disingkat “Mar-H(a)-En.” Ketiga tokoh inilah yang banyak menginspirasi gagasan besar Soekarno.” Berikutnya Kurnia menulis: “Soekarno telah merekayasa nama seseorang demi ideologi baru yang dibangunnya sendiri. Marhaenisme asli karangan Soekarno.

Sudurisme Sebuah Idea

Sebagai sebuah ide dan gagasan, Sudurisme cukup unik dan sensasional di tengah kekeringan idealisme rakyat saat ini.”

Sebenarnya menyamakan kondisi saat ini sebagai “kekeringan idealisme rakyat” tidak seluruhnya benar. Malah yang ada kritik terhadap jargon-jargon elit untuk kepentingannya. Yg membuat jargon itu heboh adalah para awak media. Malahan sampai tulisan itu diturunkan, ide Sudurisme sudah ditelan oleh pernyataan tak santun Amien Rais yg menohok Presiden Jokowi. Bahkan tak kalah ramainya adalah pidato Prabowo tentang “lndonesia Bubar 2030.”

Media teve dan dunia maya masih mewartakan tentang lndonesia bubar daripada jargon Sudurisme. Para elit mudah membuat jargon untuk kepentingannya, namun kering data, bahkan menggunakan data fiktif pun jadi, tergantung zaman yg akan mengabadikannya. Jika di PMII terkenal dengan slogan “Tangan Terkepal dan Maju ke Muka,” NU juga membuat irisan dari cinta tanah air sebagian dari iman, yaitu NKRI Harga Mati. Sementara Partai Nasdem lebih senang meminjan istilah dari Jepang, yaitu restorasi. Berasal dari Restorasi Meiji. Konsep restorasi sudah jelas, terbukti di Jepang dapat membangkitkan semangat juang orang-orang Jepang, seperti konsep hubul wathon minal iman. Mengapa? Para kiai NU bukan sekadar membumikannya di mimbar-mimbar, madrasah-madrasah, upacara-upacara, sampai dilanggamkan di majelis taklim dan mushola-mushola oleh anak-anak desa. Nah, kalau Sudurisme, siapa saja yg memasarkan?

Ide brilian belum tentu menguntungkan. Bisa saja melambungkan namanya, tapi tidak positif buat dirinya. Masih ingat Anas Urbaningrum yg mantan Petinggi Partai Demokrat ? Dia pun mencetuskan ide brilian untuk menutupi “kekurangannya” dengan mengatakan: “Jika dirinya korupsi satu rupiah saja, gantung di monas!” Apa jadinya kalau dia konsisten dengan ucapannya?

Sudurisme merugikan Cak lmin

Para pemilih Muslim di luar garis PKB akan sulit melirik AMI sebagai calon wapres alernatif, terutama kelompok lslam di luar santri dan pemilih pemula. Hal ini karena tataran Muslim papan atas yg sering dicekoki oleh 212 yang kuat pengaruhnya di kampus-kampus. Demikian pula Muslim abangan yg lebih mendengarkan “petuah Gusdurian” daripada mendengar jargon Sudurisme. Kelompok ini agak liberal dengan kajian intensif di perkotaan. Sementara orang-orang desa sedikit agak marah dengan istilah Sudurisme, karena orang desa takut tidak didengar keluhannya jika AMI jadi wapres. Apa pasal ? Orang-orang desa hanya memiliki “sedulur” dalam satu kampung. Sedangkan Sudurisme dianggap sama dengan “sedulurisme” yg berarti PKB adalah partai (nya) sedulure (saudara atau keluarga besar AMI dan kroninya) dewek (saja). Ini berarti orang luar sedulure (saudaranya) AMI tidak bakal sejahtera. Tampaknya AMI lebih memilih mempopulerkan diri (dengan spanduk besar yg mengiklankan) sebagai wapres dan belakangan dengan jargon sudurisme daripada karya nyata partainya dan memasarkan idenya dengan matang. Memasarkan idenya dengan matang bukan secara tiba-tiba melalui pidatonya.

Sudurisme sebagai sensasi politik?

Sensasionalisme akar kata sensation, yakni “sense,” sebenarnya sudah cukup menggambarkan apa yang disebut berita sensasi, yaitu berita yang isinya dan terutama cara mengemukakannya bertujuan untuk menarik perhatian, membangkitkan perasaan dan emosi manusia. Kamus Bahasa lndonesia menyebutkan, berita sensasional harus hebat, memberikan keheranan, kekaguman, ketakjuban atau kengerian. Pendeknya, harus dapat meluapkan berbagai macam perasaan.

Sensasionalisme sebagai “a manner of being extremely controversial, loud, attention-grabbing, or otherwise sensationalistic.” Diartikan cara untuk menimbulkan kontroversi, mencolok, memancing perhatian atau menimbulkan sensasi. Hal ini senada dengan pengertian “sensasi.” Kamus terbitan Balai Pustaka tersebut memuat kata “sensasi” menunjukkan arti:

  1. Membuat perasaan terharu (rusuh, gempar, dsb);
  2. Merusuhkan, menggemparkan; dan
  3. Merangsang emosi.

Sementara “sensasional” diartikan sesuatu (termasuk dalam hal ini berita) yang bersifat merangsang perasaan (emosi, dsb) atau bersifat menggemparkan.

Jadi apakah sudurisme itu termasuk makna yg terkandung dalam dua isme antara Soekarnoisme dan Gusdurisme atau sekadar sensasi politik? Sensasi politik artinya, sebagai “bumbu” pencawapresan, usai perhelaan pemilu tidak lagi digunakan istilah sudurisme?

Allahu a’lam.
(M.Mangkoesorga)

Buku lain :

  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.