Berkaca untuk Menata Generasi Muda
oleh: KH. Lili Ahmad Hariry
(Ketua Tanfidziyah MWC NU Banjaran)
الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر.
الحمدلله الذى أمرنا باتباع ملة إبراهيم حنيفا. أشهد أن لاإله إلا الله وحده لا شريك له الملك الأعلى. وأشهد أنمحمدا عبده ورسوله المصطفى. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أهل الصدق والوفاء. أما بعد. أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز من اتقى. قال الله تعالى : {رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ, فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ, فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ} [الصافات: 100 – 102]
Puji dan syukur, marilah kita panjatkan ke Hadirat Allâh Swt., yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya kepada kita sekalian, sehingga kita dapat berkumpul saat ini untuk bersama-sama melaksanakan Shalat Idul Adha dengan harapan mudah-mudahan hal ini termasuk mensyukuri nikmat-Nya, dalam arti kita mampu mendaya-gunakannya pada jalan yang akan diridlai-Nya. Rahmat dan salam semoga Allâh terus mencucurkannya kepada Baginda Rasulillah Muhammad Saw., bagi keluarga, karabat serta para shahabat, sehingga kita mendapatkan limpahan rahmat dan mendapat syafa’atnya. Mudah-mudahan juga shalawat dan salam dilimpahkan juga kepada Baginda Nabi Ibrahim As., yang juga patut kita ambil berbagai pelajaran dan suri teladan (uswatun hasanah) terutama dalam keyakinan, keteguhan dan kesabaran serta ketaatannnya dalam melaksanakan segala perintah Allâh Swt.
Hâdirîn al’A’idîn wa al-`Â’idât rahimakumullâh!
Ketika Ismail dibaringkan untuk disembelih, Jibril dengan segala katakjuban dan kekagumannya mengalunkan takbirnya ALLÂHU AKBAR 3X, Ismail pun seraya pasrah berucap LÂ ILÂHA ILLALLÂHU ALLÂHU AKBAR, maka Ibrahim pun menyahut dengan pekikan yang meyakinkan ALLÂHU AKBAR WALILLÂHIL HAMD.
Itulah kalimat-kalimat yang diabadikan sejarah, yang selalu memenuhi angkasa raya terutama di daratan sahara di sana, tak ketinggalan pula di seluruh penjuru dunia ini segenap insan yang dalam hatinya masih tertanam iman, merasa dirinya kecil tiada arti karena hanya Allâh lah Yang Maha besar, selalu menjalani segala titah dan perintah-Nya karena hanya Allâh yang perlu disembah, dan tiada sedikitpun terbersit dalam hatinya perasaan sombong, senang dipuji, congkak dan ingin popularitas, karena hanya milik Allâh-lah segala puji. Demikian jiwa yang akan dimiliki seorang yang bertakbir.
الله أكبر (×3)، لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
Hâdirîn al’A’idîn wa al-`Â’idât rahimakumullâh!
Hanya satu dalam Al-Quran selain Nabi Muhammad Saw., yang dinyatakan Allâh sebagai USWATUN HASANAH;
Kalau hanya shalat fardlu saja, yang dilaksanakan dengan baik, maka hanya Ibrahim lah, satu-satunya Nabi yang sering kita sebut, minimal 20 x;
Ibrahim lah yang patut digelari Bapak Tauhid/Monotheisme, karena Ibrahim dapat menemukan Tuhannya dengan ketajaman berfikir.;
Ibrahim lah yang diakui dan diklaim oleh golongan lain (Yahudi dan Nasrani).
Karena itu, marilah kita napak tilas sebagian perjalanan, perjuangan dan pengorbanan Ibrahim, yang kemudian dilegalisir oleh Al-Islam sebagai DÎNUL HAQ, yaitu Ibadah Haji dan Qurban.
Setelah Siti Hajar melahirkan putranya yang bernama Ismail, Diajaklah keduanya menuju suatu tempat yang telah ditentukan Allâh SWT., yaitu Bakkah. Di sanalah Siti Hajar dengan bayi Ismail ditinggalkan oleh Ibrahim.
Langkah demi langkah Ibrahim meninggalkan isteri dan anaknya, walau terasa berat kakinya untuk melangkahkannya, namun Ibrahim terus melanjutkan perjalananya menuju Palestina sementara Hajar menyahut dengan mantapnya:
آاللهُ أَمَرَكَ بِهَذَا ؟ نَعَمْ، إِذَنْ لَاْ يُضَيِّعُنِىْ
“Apakah Allâh yang memerintahkan semua ini?” Benar, sahut Ibrahim. Kalau begitu silakan Kanda berangkat, tentu Allâh tidak akan menelantarkan kami.
Betapa bulatnya ketawakkalan Hajar, ditinggalkan suaminya, padahal putranya masih dalam gendongannya, padahal ditinggalkan di tempat nan gersang dan tandus, tiada pepohonan yang memberikan keteduhan, tiada seteguk airpun sebagai kebutuhan pokok kecuali perbekalan yang dibawanya, jauh ke mana-mana, tiada tetangga tempat berbagi rasa.
Dalam keadaan demikian, tentulah ibu yang baru melahirkan, perlu cukup makan dan minum, namun Ibrahim hanya memberikan perbekalan seadanya yaitu buah kurma seadanya dan sekempis air, sahingga tak lama perbekalannya habis. Karena sang anak menjerit-jerit menangis merasakan kehausan dan kelaparan sementara ASI ibunya kering, maka berlari-larilah Hajar mencari air. Lari dari Shafa menuju Marwah, Marwah-Shofa bolak- balik hingga 7 balikan yang jaraknya hingga 7 x 400 meter lebih.
Bayangkan, betapa Hajar merasa kehausan, di bawah teriknya matahari yang membakar, berlari-lari hingga 7 balikan naik turun bukit. Tiada orang tuk diminta tolong apalagi Dokter yang kira-kira bisa memberikan pertolongan terhadap keselamatan bayinya dan bahkan dirinya sendiri. Akhirnya hanya kedua tangannya lah beliau angkatkan, hanya dengan kebulatan hatilah ia harapkan pertolongan Yang Maha Rahman. Begitu dihampirinya Ismail yang sedang menangis yang menghentak-hentakkan kakinya, keluarlah air dari hentakan kakinya.
Hâdirîn al’A’idîn wa al-`Â’idât rahimakumullâh
Dari kisah tersebut kita dapat memetik beberapa pelajaran:
Pertama, Betapa bulatnya totalitas penyerahan Hajar, betapa kokohnya keyakinan Ibrahim dan Hajar kepada Allâh Swt. Sebesar dan seberat itulah perintah Allâh mereka selalu sami’na wa atho’na, sehingga dengan kebulatan kayakinannya kepada Allâh, pertolongan Allâh pun turun. Tiada kekhawatiran bagi mereka dengan tidak tersedianya fasilitas dan segala kabutuhan, sekalipun kebutuhan pokok.
Berbeda dengan zaman sekarang, baru harga agak mahal sedikit, baru agak sukar barang didapat, pusingnya tujuh keliling. Penjarahan dimana-mana, akhlak dan moral bangsa Indonesia yang dikenal santun, baik budi pekertinya hingga terkenal ke manca negara, lenyap sama sekali, baru hanya sekedar mendapat jeweran Allâh seperti itu. Dimanakah letak keimanannya, kemanakah nilai sabarnya?
Demikian pula halnya Ibrahim, Beliau bukan tidak merasa kasihan terhadap anak isterinya, Beliau bukan pula akan menyengsarakan anak dan isterinya yang sangat dia cintai dan sayangi. Tapi Ibrahim menempatkan keimanan diatas segalanya.
Kadua, betapapun keimanan dan kayakinan Siti Hajar kepada Allâh Swt., bulat, bahwa Allâh itu Maha Bijaksana, bahwa Allâh tidak akan membiarkannya dalam kesengsaraan, tapi tidak begitu saja Hajar pasrah tanpa berusaha. Beliau berusaha, berlari-lari mancari air, sebab ikhtiar merupakan kewajiban satiap makhluk, walaupun ikhtiar tersebut tidak dapat menjamin hasil yang diharapkan. Ini jelas sekali dari ikhtiarnya mencari air tapi air didapat bukan hasil ikhtiarnya, sakaligus memberikan pelajaran bagi kita bahwa kita tidak perlu menepuk dada, sombong merasa diri telah berhasil karena keringat sendiri.
Dengan zamzam kita dapat mengenang perjuangan dan pengorbanan, bagaimana untuk mendapatkannya. Dengan berbekal ketawakalan, ternyata zamzam dapat menjadi sumber kehidupan Hajar, Ismail, Bani Jurhum, dan bahkan kaum muslimin.
Dengan zamzam kita dapat membandingkan dengan sumber-sumber air lainnya, baik dari debit air yang dikeluarkannya atau dari nilai obatnya yang sudah dibuktikan secara ilmiah.
Dengan zamzam kita masih dapat merasakan hasil ketawakkalan seorang hamba.
Hâdirîn al’A’idîn wa al-`Â’idât rahimakumullâh
Segi lain dari pribadi Ibrahim yang pantas dijadikeun bahan renungan bagi kita, adalah pristiwa disembelihnya Ismail, yang menjadi dasar ajaran Qurban atau Udlhiyyah. Dalam Al-Quran surat Ash-Shâffât ayat 102 Allâh berfirman:
فَلَمّاَ بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ ياَ بُنَيَّ إِنِّى أَرَى فِى اْلمَنَامِ أَنىِّ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى، قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِىْ إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.
Dari satu ayat tersebut kita dapat menemukan mutiara yang berharga pada dua insan yang kebal iman yaitu Ibrahim dan Ismail:
Jika iman telah berbicara, seberat apapun perintah Allâh Swt., tak akan dibantah walau akal berkata “irasional”. Siapa yang tega menempatkan isteri dan anaknya yang masih bayi di lembah yang gersang dan tandus, alam yang tidak bersahabat, panas mentari yang membakar, setelah remaja belia hanya datang memenuhi panggilan-Nya justru untuk menyembelih anaknya dengan tangannya sendiri.
Betapa berat perintah yang dipikulkan kepada “Kekasih-Nya” Ibrahim As., betapa irasionalnya tugas yang harus dilaksanakan oleh hamba-Nya yang telah lama mendambakan kehadiran anaknya. Setelah menjelma harapan dan dambaannya, setelah tampak eksisnya anak yang tampan, Ibrahim dituntut untuk menempatkan iman di atas segalanya.
Sekarang kita hanya harus mengorbankan seekor domba, sebagai bukti bakti kepada Allâh, sebagai bukti solidaritas dan kepedulian kita terhadap rekan-rekan kita yang sangat jarang makan dading-dagingan. Namun kenapa orang masih merasa sayang dengan hartanya yang tidak seberapa, yang dibayangkan rupiahnya. Mereka lupa akan peringatan dan ancaman Nabi kita Muhammad SAW., yang menyatakan bahwa mereka yang diberikan keleluasaan untuk berkurban namun tidak melaksanakannya, janganlah dekat-dekat dengan mesjid kami.
Sebaliknya, bahwa membunuh itu merupakan dosa besar, tapi justru aneh orang tega mengorbankan anaknya dengan jalan aborsi hingga mencapai 80 bayi per hari karena malu menanggung rasa malu, sementara berkurban yang diperintahkan yaitu seekor domba rasanya sangat berat sekali.
Bukankah pertanda telah tertusuknya hati mereka dengan jarum-jarum yang bervirus yang meracuninya hingga pingsan, atau telah terbungkusnya mata batin mereka dengan kabut-kabut yang menyilaukan pandangannya terhadap jalan yang semestinya, hingga akhirnya mereka berada diatas jurang neraka. Na’udzu billah.
Kadua, dengan pertanyaan Ibrahim: FANZHUR MÂ DZÂ TARÂ, bagaimana pendapatmu nak? Ini mengandung arti bahwa Ibrahim selaku orang tua selalu bermusyawarah agar melunaklah hati Ismail untuk disembelih, agar pasrah terhadap perintah Allâh – sekaligus merupakan evaluasi terhadap keyakinan, kaimanan dan kasabaran putranya sendiri, Ibrahim selalu mengajak musyawarah terhadap bawahannya sendiri, tidak otoriter. Apakah pendidikan yang diterapkan terhadap anaknya sudah membekas dalam hati anaknya atau belum. Ibrahim mempunyai tanggung jawab besar terhadap kamajuan pendidikan putranya, Ibrahim tidak begitu saja percaya terhadap yang lain tapi beliau sendiri langsung mengevaluasi dan mengoreksi terhadap hasil pendidikan yang diterimanya.
Tapi kali ini sudah lain, orang tua tidak begitu lagi memperhatikan pendidikan anaknya, ayahnya sibuk bekerja mencari dunia, harta, takhta – ibunya tidak lagi memperhatikan ankanya dengan kasih sayang yang semestinya. (kata Syauqi) sama dengan me”yatim”kan anak sendiri.
ليس اليتيم من انتهى أبواه من !هم الحياة وخلّفاه ذليلا
إن اليتيم هو الذي تلقى له !أماً تخلت أو أباً مشغولا
Apakah sekolahnya, apalagi ngajinya, apakah ngaji di madrasah atau di pesantren. Padahal setumpuk pengaruh-pengaruh yang akan menghancurkan mental dan moral anak, tidak sedikit paham yang mengakibatkan pendangkalan dan melemahkan akidah, bahkan kadang orang tua tidak sadar justru pangaruh-pangaruh tersebut langsung disuguhkan terhadap anaknya sendiri.
Apakah dengan adanya game-game, parabola, internet, yang penuh dengan adegan-adegan cabul dan porno, sadisme, pemerkosaan atau hanya dianggap biasa-biasa saja, seperti acara-acara TV yang akan mengasyikkan anak nonton TV, bahkan orang tuapun terbawa arus tontonan TV tersebut, sahingga orang tua lupa mengarahkan, membimbing putera puterinya dalam belajarnya apakah ngaji di mesjid-mesjid atau di madrasah-madrasah. Dahulu ketika maghrib anak-anak dan remaja berduyun-duyun pergi ke mesjid, sekarang malah asyik di depan TV. Belum lagi bagaimana pengaruh-pengaruh pergaulan di sekolah dan di tempat mainnya.
Mengapa orang tua begitu terperanjat mendengar anaknya di kantor polisi karena terlibat narkoba, ganja, morfin, miker, ekstasi, premanisme, tawuran?
Kenapa orang tua begitu tercengang dan bermuka merah padam mendengar anaknya yang sudah hamil karena pergaulan bebas?
Sementara setiap saat, setiap hari tidak dipagarinya dengan pembinaan dan pengarahan.
Wahai para orang tua dan manula! Cintailah, Sayangilah, putera puteri kita dengan cinta dan sayang yang sejati, bukan cinta dan sayang semu (nyaah dulang), yaitu dengan memperhatikan, membina dan mengarahkan mereka sebaik-baiknya. Akan diselimutikah anak yang sudah tertidur atau kita bangunkan untuk shalat Isya.
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا
Wahai Kawula Muda! Apabila orang tua acuh tak acuh terhadap kita, janganlah terlalu menyalahkan orang tua, karena kita sudah tahu mana jalan yang benar dan lurus, mana jalan yang akan membuat sengsara dan celaka. Tempalah ilmu sebanyak-banyaknya, carilah teman yang baik hingga kita tidak akan terbawa arus, taatilah orang tua selama tidak menyuruh kemunkaran.
Ketiga, dengan jawaban Ismail: “Ayahanda! Silakan laksanakan perintah itu, Insya Allâh Ayahanda akan melihat sendiri kasabaranku”.
Tentu, hanya linangan air mata yang membasahi pipi Ibrahim, karena kagum dan terharu atas keshalehan puteranya. Disini kita lihat kemantapan aqidah dan totalitas penyerahan seorang anak yang baru berusia tujuh tahun. Biarpun berat ujian yang harus dia terima, namun karena itu perintah Allâh tetap dia laksanakan dengan hati yang tulus.
Wahai Kawula Muda! Perintah Allâh sekarang terhadap kita sekalian tidaklah seberat itu, kita korbankan harta demi perintah Allâh itu tidaklah seberat itu, walaupun pada suatu saat mungkin kita akan dituntut berjuang menegakkan haq dan kebenaran dengan harus mencucurkan darah, masa depan bangsa terpikul pada pundak pemuda, pemuda merupakan tulang punggung negara, singsingkanlah lengan bajumu, jadilah kalian pemuda-pemuda yang tegar bukan pemuda-pemuda yang jago mabok, jadi tukang bobok tukang tarok.
Keempat, perintah Allâh itu bukan hanya sampai disitu, titah dan perintah-Nya akan terus ditingkatkeun sesuai kadar kaimanan masing-masing. Buktinya, asal muasalnya Ibrahim diperintah menyembelih puteranya, karena tahun-tahun sebelumnya, sebelum mempunyai putera, Ibrahim pernah berqurban dengan 1000 domba, 300 sapi, dan 100 unta.
Ketika Ibrahim berqurban, datanglah seseorang menghampirinya untuk mengujinya padahal dia adalah Jibril. “Tidak sayangkah anda berqurban dengan sekian banyak, dengan cucuran keringat kau dapatkan semua itu” Dengan spontanitas Ibrahim menjawab dengan tegas:
لَوْ كَانَ لِىْ إِبْنٌ لأَذْبَحَنَّهُ فِىْ سَبِيْلِ اللهِ، وَ أَتَقَرَّبُ بِهِ إِلَيْهِ
“(Jangankan hewan ternak), andaikan saya dikaruniai anak kemudian harus saya sembelih untuk saya korbankan, akan saya sembelih demi bertaqaorrub kepada-Nya”.
Padahal Ibrahim telah sekian banyak berqurban, tapi itu tidaklah cukup. Allâh akan meningkatkan ujian bagi setiap orang yang sudah dianggap lulus dalam satu tingkatan. Allâh menuntut untuk mengorbankan putranya, mengorbankan sesuatu yang jauh lebih besar dan bernilai harganya. Bahkan, pribadi Ismail dihadapan orang tuanya adalah sesuatu yang tiada ternilai harganya. Ismail anak yang tampan, Ismail anak yang telah lama didambakan, dan Ismail merupakan sosok pribadi yang sangat terpuji, dia insan yang kebal iman, sobar dan tawakal adalah jiwa yang telah mengakar didalam dadanya.
Namun Allâh menghendaki lain dengan keinginan Ibrahim. Buah hati dambaan jiwa, yang selama ini menjadi kebanggaan harus dia korbankan, harus dia sembelih dengan tangannya sendiri. Dapat kita bayangkan betapa berat saratnya perintah Allâh ini, betapa besar sukarnya ujian Allâh yang diberikan kepada kekasih-Nya Ibrahim. Tapi, biarpun berat dan besarnya perintah itu apabila iman yang bicara tiada satupun yang terasa berat. Tiada perintah dan titah Allâh yang dianggap berat untuk dilaksanakan, dan tiada satupun pengorbanan yang dituntut kecuali semuanya terasa ringan.
Shahabat Ibnu ‘Abbas menceritrakan peristiwa penyembelihan. Ismail berkata:
يَا أَبَتِ اُشْدُدْ رِبَاطِىْ كَىْ لاَ أَضْطَرِبَ، وَاكْفُفْ ثِيَابَكَ حَتَّى لاَ يَنْتَضِحَ مِنْ دَمِىْ شَيْءٌ فَيَنْقُصَ أَجْرِيْ وَتَرَاهُ أُمِّىْ فَتَحْزَنَ، وَاسْتَحِدَّ شَفْرَتَكَ وَأَسْرِعْ بِهَا عَلى حَلْقِىْ لِيَكُوْنَ أَهْوَنَ عَلَيَّ ,وَإِذَا أَتَيْتَ أُمِّىْ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنىِّ وَإِنْ رَأَيْتَ أن تَرُدَّ قَمِيْصِىْ عَلَيْهَا فَافْعَلْ عَسَى أَنْ يَكُوْنَ أَسْلَى لَهَا عَنِّىْ.
فَقَالَ إِبْرَاهِيْمُ ِنعْمَ اْلعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللهِ، فَفَعَلَ إِبْرَاهِيْمُ مَا أَمَرَ بِهِ ابْنُهُ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ وَهُوَ يَبْكِىْ وَاْلإِبْنُ يَبْكِىْ. فَلَمَّا وَضَعَ السِّكِّيْنَ عَلَى حَلْقِهِ لَمْ تُؤْثِّرْ شَيْئًا فَاشْتَدَّهَا بِاْلحَجَرِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثاً كُلُّ ذَلِكَ لاَ تَسْتَطِيْعُ أَنْ تَقْطَعَ شَيْئًا فَمُنِعَتْ بِقُدْرَةِ اللهِ تَعَالىَ.
فَعِنْدَ ذَلِكَ قَالَ اْلإِبْنُ يَا أَبَتِ كُبَّنِىْ لِوَجْهِىْ عَلَى جَبِيْنِىْ فَإِنَّكَ إِذَانَظَرْتَ وَجْهِىْ رَحِمْتَنِي ْفَأَدْرَكْتُكَ رَأْفَةً تَحُوْلُ بَيْنَكَ وَبَيْنَ أَمْرِ اللهِ وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى الشَّفْرَةِ فَأَجْزَعُ مِنْهَا. فَفَعَلَ ذَلِكَ إِبْرَاِهِيْمُ ثُمَّ وَضَعَ السِّكِّيْنَ عَلَى قَفَاهُ فَانْقُلِبَتْ فَنُوْدِيَ يَا إِبْرَاهِيْمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا
“Ayahanda kencangkanlah ikatannya agar saya tidak meronta-ronta, singsingkanlah lengan bajumu agar tidak terkena cipratan darah hingga mengurangi nilai pahalamu, apalagi terlihat oleh Ibu, betapa akan sedihnya, asah dahulu pisaunya hingga tajam sekali, segerakanlah dalam menyembelihnya agar tidak teralalu terasa sakitnya. Kalau ketemu Ibu sampaikanlah salamku, apabila Ayah akan menyerahkan baju ini serahkanlah mudah-mudahan jadi kenangan dan penghibur bagi Ibu.
Berbahagialah ananda! Engkau berada dalam perintah mulya Allâh. Kemudian Ibrahim melaksanakan segalanya yang diminta anaknya Ismail. Ibrahim menghadap anaknya, dengan linangan air mata yang membasahi pipinya, maka Ismail pun menangis pula. Ketika pisau disembelihkan, ternyata tidak dapat melukai lehernya Ismail. Hingga beberapa kali pisau diasahnya hingga tajam sekali, tapi ternyata pisau tidak diizinkan Allâh dapat memutuskan leher Ismail.
Ayahanda! telungkupkan dulu wajahku hingga tak terlihat olehmu! Karena mungkin dengan terlihatnya wajahku Ayah akan selalu merasa iba yang dengan perasaaan kasihan tersebut dapat menghalangi kita untuk melaksanakan perintah Allâh, apalagi didepan mataku terlihat kilatan pisau yang tajam yang akan membuatku ketakutan.
Lantas Ibrahim melaksanakan permohonan putranya. Begitu pisau disembelihkan pada leher Ismail, ternyata yang dia sembelih seekor domba besar yang disusul dengan pekik kelulusan yang dinyatakan Allâh:
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْياَ إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِى اْلمُحْسِنِيْنَ
“Aku nyatakan kau lulus dengan nilai terbaik, dan Kami akan memberikan segalanya yang terbaik bagi mereka yang berlaku baik.
Demikianlah kisah yang penuh berbagai hikmah. Namun kadang-kadang saya berpikir,
Kenapa orang-orang yang kaya dan berkecukupan masih enggan untuk berkurban dengan hanya seekor domba saja?
Tegakah mereka terhadap jerit tangis si fakir dan si miskin sementara mereka bergelimang dengan kesenangan dan kemewahan?
Berapa ton-kah beras, daging, lauk-pauk dan makanan lainnya yang telah dia santap sejak dia lahir hingga sekarang?
Sanggupkah mereka mempertanggungjawabkan titipan Allâh berupa harta kekayaan yang mereka banggakan hari ini, padahal kelak akan dihinakan dengan sehina-hinanya.
Apakah mereka akan menceburkan diri kepada kelompok YAHSABU ANNA MÂ LAHÛ AKHLADAH, orang yang menghitung-hitung hartanya, menganggap hartanya itu akan mengekalkannya, hingga dia akan diberi ganjaran HUTHOMAH, neraka yang panasnya menjalar sampai masuk ke dalam hati, hanya karena enggan berkurban?
Seandainya si hewan bicara, janganlah terlalu bangga engkau dapat berkorban padahal hanya sekian ratus ribu, sementara aku harus mengorbankan nyawa. Manakah yang lebih besar pengorbanan, kaliankah atau aku?
Mudah-mudahan khutbah ini jadi motivasi bagi kita, sehingga dapat meningkatkan pangabdian dan pengorbanan kepada Allâh, serta dapat mempertebal keyakinan kita sehingga menjadi pejuang-pejuang Allâh yang selalu siap dengan segala pengorbanannya.
بارك الله لى ولكم بالآيات والذكر الحكيم، وتقبل منى ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم
الخطبة الثانية لعيد الأضحى
الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر.
الحمد لله الذى عاد علينا نعمه فى كل نفس ولمحات. وأسبغ علينا ظاهرة وباطنة فى الجلوات والخلوات. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له الذى امتن علينا لنشكره بأنواع الذكر والطاعات. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله سيد الأنبياء والمرسلين وسائر البريات. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أهل الفضل والكمالات.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات. إنك سميع قريب مجيب الدعوات وقاضى الحاجات. اللهم وفقنا لعمل صالح يبقى نفعه على ممر الدهور. وجنبنا من النواهى وأعمال هى تبور. اللهم أصلح ولاة أمورنا. وبارك لنا فى علومنا وأعمالنا. اللهم ألف بين قلوبنا وأصلح ذات بيننا. اللهم اجعلنا نعظم شكرك. ونتبع ذكرك ووصيتك. ربنا أتنا فى الدنيا حسنة وفى الأخرة حسنة وقنا عذاب النار. ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب.
عباد الله ! إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر. يعظكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله يذكركم واشكروا على نعمه يزدكم. ولذكر الله أكبر.
الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر.
الحمدلله الذى أمرنا باتباع ملة إبراهيم حنيفا. أشهد أن لاإله إلا الله وحده لا شريك له الملك الأعلى. وأشهد أنمحمدا عبده ورسوله المصطفى. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أهل الصدق والوفاء. أما بعد. أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز من اتقى. قال الله تعالى : {رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (100) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102)} [الصافات: 100 – 102]