The news is by your side.

Janji Politik dan Penyangkalan: Perspektif Al-Quran terhadap Sebuah Penindasan

Fitrur Rahman Albabil Umam – Tahun politik 2024 adalah panggung besar bagi para aktor politik di Indonesia. Mereka beraksi dengan janji-janji yang manis, kata-kata yang memikat, wajah dan tampilan merakyat tak jarang dibalut retorika yang memukau. Debat demi debat, spanduk demi spanduk, mereka menghiasi kota dan desa dengan visi-misi yang indah, seolah-olah rakyat adalah raja yang harus mereka layani. Namun, ketika tirai panggung ditutup dan sorak sorai pemilu mereda, kenyataan pahit seringkali menampar wajah rakyat. Janji-janji tinggal janji, yang tersisa hanyalah ilusi dan pengabaian.

Dalam Al-Quran, Surah Al-Baqarah ayat 204-206 melukiskan sosok yang pandai berbicara, namun penuh tipu daya.

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعۡجِبُكَ قَوۡلُهُۥ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَيُشۡهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلۡبِهِۦ وَهُوَ أَلَدُّ ٱلۡخِصَامِ (204) وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي ٱلۡأَرۡضِ لِيُفۡسِدَ فِيهَا وَيُهۡلِكَ ٱلۡحَرۡثَ وَٱلنَّسۡلَۚ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَسَادَ (205) وَإِذَا قِيلَ لَهُ ٱتَّقِ ٱللَّهَ أَخَذَتۡهُ ٱلۡعِزَّةُ بِٱلۡإِثۡمِۚ فَحَسۡبُهُۥ جَهَنَّمُۖ وَلَبِئۡسَ ٱلۡمِهَادُ

“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berusaha berbuat kerusakan di muka bumi, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan. Dan apabila dikatakan kepadanya, ‘Bertakwalah kepada Allah,’ bangkitlah kesombongannya yang menyebabkan ia berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahanam. Dan sungguh neraka Jahanam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.”

Gambaran ini seperti cermin yang memantulkan wajah para politisi kita. Mereka yang bersumpah di atas Al-Qur’an demi rakyat, namun setelah berkuasa, mereka berpaling dan menciptakan kerusakan. Rakyat hanyalah pijakan mereka untuk meraih takhta, suara-suara yang dibutuhkan saat pemilu, namun terlupakan setelahnya. Kebijakan yang dihasilkan seringkali lebih menguntungkan diri mereka sendiri, kelompok mereka, atau bisnis mereka, sementara rakyat terus menderita di bawah beban ketidakadilan.

Dalam lakon politik ini, komunikasi memainkan peran sebagai alat propaganda yang efektif. Kepandaian berbicara dan seni retorika yang mereka kuasai bukanlah untuk membela rakyat, melainkan untuk menambah penderitaan mereka. Para politisi menggunakan kesempatan kemiskinan dan penderitaan rakyat sebagai alibi untuk memanjat tangga kekuasaan. Setelah terpilih, mereka terus memperkuat sistem yang menindas, menyebarkan stigma berita bohong untuk menutup suara kritik, dan membungkam kebenaran dengan politik penyangkalan.

Dalam ayat tersebut dijelaskan ketika dikatakan kepada orang-orang munafik itu ‘Bertakwalah kepada Allah,’ maka bangkitlah kesombongannya yang menyebabkan ia berbuat dosa, persis sekali dengan kondisi ketika para politisi yang sudah menjabat itu dikritik, diingatkan terkait janji-janji mereka dahulu, diingatkan agar kembali kepada sumpah yang mereka ucap, bukan semakin sadar malah semakin buta mata hatinya dan pekak kesombongannya sehingga mereka yang mengkritik akan dipersekusi, disomasi, bahkan dikebiri hak-haknya dengan berbagai kezhaliman dan kelaliman.
Kita harus melawan lakon ini dengan keberanian dan kebenaran. Masyarakat harus lebih kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh propaganda politik. Edukasi politik dan literasi digital menjadi senjata ampuh untuk melawan kebohongan dan manipulasi. Media harus tetap independen dan berani mengungkap kebenaran, meski dihadang oleh intimidasi dari penguasa. Lembaga independen yang memverifikasi informasi sebelum dilabeli sebagai berita bohong perlu dibentuk, agar bisa menjadi penengah yang objektif.

Akuntabilitas politik harus ditegakkan dengan mekanisme hukum yang kuat. Politisi yang tidak menepati janji atau menyebarkan informasi palsu harus diberi sanksi tegas. Rakyat harus diberdayakan melalui pendidikan politik agar lebih bijaksana dalam memilih pemimpin dan lebih berani menagih janji-janji yang telah dilontarkan, maka di sinilah ilmu komunikasi berperan.

Di akhir ayat tersebut bahwa cukuplah (balasannya) neraka Jahanam sebagai seburuk-buruknya tempat kembali. Mengapa kita tidak ambil penggalan ayat ini sebagai gambaran balasan atau sanksi terhadp politisi yang ingkar janji apalagi sampai korupsi ? Kita buat neraka bagi mereka dengan mencampakkannya, dikebiri hak elektoralnya, bahkan kalau perlu dimiskinkan saja , supaya menjadi pembelajaran bagi politisi lainnya.

Kita harus mengingat bahwa dalam setiap janji yang diucapkan, ada harapan rakyat yang tergantung. Setiap kata-kata yang manis yang diucapkan, ada kehidupan yang dipertaruhkan. Kita tidak boleh membiarkan janji-janji kosong menghancurkan masa depan kita. Kita harus berdiri teguh dan menuntut keadilan, agar suara rakyat bukan hanya menjadi komoditas elektoral, tapi menjadi panggilan hati nurani untuk perubahan yang nyata.

Dalam perjalanan panjang ini, mari kita pegang teguh kebenaran yang diajarkan dalam Al-Quran. Mari kita jadikan keadilan dan kebenaran sebagai pedoman dalam memilih dan mengawasi pemimpin kita. Dengan demikian, kita bisa mengubah panggung politik ini menjadi panggung yang penuh dengan kejujuran dan kebenaran, bukan sekadar drama dan ilusi.

Fitrur Rahman Albabil Umam
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia
Santri Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia

Penulis
Fitrur Rahman Albabil Umam

Buku lain :

  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.