The news is by your side.

Kebermanfaatan Diri adalah Dzikirnya Tubuh

Dzikir merupakan salah satu cara yang kita lakukan untuk mengingat Allah dalam setiap waktu, dan kesempatannya, baik takala kita duduk terdiam, berjalan, atau sedang rebahan, bahkan saat berbincang, atau baca koran maupun buku sekalipun.

Dzikir dengan lisan, merupakan hal umum yang mengkondisikan lidah, mulut, sebagai indera pengecap, untuk berkecendrungan dipakai hal yang bermanfaat, dan positif, saat lidah tidak digunakan.

Begitupun hati, ia merupakan salah satu pintu manusia untuk mampu bermakrifat, jika hatinya sudah terbiasa berdzikir, dan dzikirnya ia jaga hingga seluruh waktunya, maka hati manusia itu akan aktif, dengan sendirinya hati mampu mempertahankan kondisi tak lupa menginggat Allah.

Maka pantas apapun aktivitas kita, selama aktivitas kita berkecenderungan mengerjakan keutamaan-keutamaan untuk memperkuat kehidupan, baik yang terkecilnya untuk diri, utamanya keluarga, dan yang lebih khusus, berbuat kebaikan untuk orang lain, dalam aktifitas sosial kemasyarakatan, itulah keutamaan Dzikir diri seluruh tubuh kita, untuk bisa menyatukan fisik dengan kosmos keteraturan yang harmoni pada kesemestaan alam.

Maka pantas, Nabi memberi pesan esensi yang sarat makna yang mendalam dalam hadistnya, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad).

Itulah seutama-utamanya Dzikir, dalam menginggat Allah yang langsung di implementasikan dengan perbuatan, yang menghasilkan banyak kebermanfaatan diri, maka hal inilah yang Allah sukai.

Jika dalam beberapa periwayatan ada kisah, menyingkirkan halangan, walau batu yang membahayakan manusia lain, atau mahluk lainnya, dan ia di ganjar surga, kemudian yang memberi minum Anjing walau ia adalah pendosa ia di ganjar surga olehNya, apalagi manusia yang telah berbuat baik untuk kemanusiaan itu sendiri, pastinya lebih Allah perhatikan.

Ada kwalitas lebih untuk mereka yang melakukan Dzikir tubuh ini, ia adalah manusia-manusia utama yang tidak hanya memperhatikan dirinya sendiri.

Dan untuk manusia yang berkecenderungan memiliki aktifitas sosial yang memperhatikan orang lain diluar dirinya, jika itu benar diniatkan hanya untuk Allah dan tidak salah gunakan memanfaatkan keluarbiasaan efek dari Dzikir tubuh ini, maka keberkahan Allah akan tampak dari kemulyaannya dengan dibuat halus hatinya, dibuat peka hatinya, sehingga ia akan cepat terenyuh ketika melihat hal yang miris dan harus ia bantu.

Lalu membantu orang lain, seperti dan sekuat apa yang ia bisa bantu ?

Seperti Nabi berwasiat dalam pesan luarbiasa yang mengandung ajakan bisa berbuat baik walau sekecil apapun itu. Itulah yang bisa kita perbuat.

Seperti dalam hadist, “Barangsiapa yang bersedekah dengan sebutir kurma hasil dari usahanya sendiri yang baik, sedangkan Allah tidak menerima kecuali yang baik saja, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya lalu mengembangkannya untuk pemiliknya sebagaimana seseorang merawat anak kudanya hingga ia menjadi seperti gunung yang besar.” (HR. Bukhari no. 1410 dan Muslim no. 1014)

Dzikir tubuh adalah aktifitas keseluruhan diri kita, dalam berkemampuan memberi kebermanfaatan diri pada seluruh mahluk lainnya diluar dirinya.

Memberi sekecil apapun, berbuat dengan perbuatan yang paling terbaik yang Allah sukai, semisal, berbagi ilmu, berbagi kefahaman, membuat orang pintar, berpengetahuan, dan terhindar dari celakanya diri, adalah Dzikir tersembunyi yang tidak kita sadari.

Maka pantas disebut amalan yang tak ada habisnya Dzikir tubuh seperti itu, karena ada yang orang lain dapatkan kebermanfaatannya, khususnya ilmu, atau apapun yang bermanfaat, yang orang lain kenali dari apa yang kita tinggalkan.

Hal ini, seperti meninggalkan mata air yang akan terus mengalir, walau kita sudah wafat, keberkahan diri kita terus di ingat, dan menghasilkan buah yang terus kita dapatkan hasil panennya, dengan keberlimpahan, disaat yang lain kekeringan dan butuh do’a.

Dzikir Tubuh adalah keberdampakan ke depan, yang bisa terasa dampaknya, hasilnya, dan buahnya, yang memberi dampak pada sekitar, sekalipun kita sudah tiada, dan hal inilah yang acap kali para wali lakukan, sehingga ketiadaan mereka, masih mampu memberi kebaikan pada lingkungan sekitar dimana ia pernah tinggal.

Seorang sufi besar, Ibnu Athaillah al-Sakandari (penulis Al-Hikam) menyebutnya dengan, “Zikir haqiqi,” atau Dzikir yang dilakukan oleh seluruh jiwa-raga, kapan dan di mana saja, dengan memperketat upaya untuk memelihara seluruh jiwa-raga dari larangan Allah SWT dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.
Alhamdulillah.

Semoga Bermanfaat.
Bambang Melga Suprayogi M.Sn

Buku lain :

  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.