Launching Buku Historiografi Islam : Buku Terbaru Wahyu Iryana Sejarawan Muslim UIN Raden Intan Lampung
M Ghaizaa – Buku Historiografi Islam yang ditulis oleh Wahyu Iryana seolah Oase di Padang Pasir, karena begitu minimnya literasi tentang Historiografi Islam kehadiran Buku Historiografi Islam ini perlu diapresiasi. Wahyu Iryana mempunyai beckround studi yang mempelajari keilmuan Historiografi Islam, ia sudah ngangsu kaweruh di Sejarah Peradaban Islam program Sarjana (2007) Program Magister di Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung (2012), sedangkan Program doktoralnya ia selesaikan di Ilmu Sejarah UNPAD (2019). Ditambah dengan banyaknya karya tulis yang sudah dipublikasikan sebut saja Historiografi Barat (2014) dan Historiografi Umum (2019), nah… maka Buku Historiografi Islam ini menjadi pelengkap dari karya-karya sejenis yang Wahyu Iryana tulis.
Dilihat dari karakter penulisnya menurut testimoni para guru besar dan dosen sejarah, Wahyu Iryana yang biasa di panggil Kang Wayan adalah pribadi yang hamble, dan memiliki sifat tadzim ke guru karena mungkin pernah belajar Talim Muta’alim di Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, dia juga mempunyai semangat baja dan ulet karena mungkin sejak dahulu sudah digembleng di organisasi kemahasiswaan dan setahu saya dia adalah mantan Presiden mahasiswa di kampus asalnya UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Sejak Lulus S3 di Ilmu Sejarah UNPAD saya juga pernah sesekali membaca karyanya lewat jurnal-jurnal yang ia tulis dan artikel-artikel di koran Nasional setidaknya saya meyakinkan pembaca bahwa Wahyu Iryana layak menulis buku Historiografi Islam.
Kalau kita analisis dari buku Historiografi Islam yang ditulis Wahyu Iryana, menyatakan bahwa penulisan Sejarah Islam berkembang dari masa ke masa, mengikuti perkembangan peradaban Islam. Pada mulanya umat Islam, karena keperluan agama, meriwayatkan hadits-hadits Nabi, termasuk perang-perang nabi dan para sahabat yang berpartisipasi di dalamnya. Pada masa sesudahnya, para sahabat juga menjadi teladan bagi umat Islam.
Penulisan hadits itu dapat dikatakan sebagai cikal bakal penulisan Sejarah. Dari penulisan hadist Nabi itu, para Sejarawan segera memperluas cakupan sejarah. Para penulisnya adalah juga para ahli hadits. Oleh karena itu, sebagaimana dalam penulisan hadits, mereka juga menggunakan isnad. Penulisan al-maghazi itu melapangkan jalan bagi penulisan biografi Nabi yang biasa disebut dengan al-sirab.
Sementara sebagian pengamat historiografi islam, seperti ditulis ahmad Tarhani dalam al-Mu’arrikhun wa al-Tarikh ‘inda al-Arab, hanya menyebutkan dua aliran penulisan sejarah masa awal Islam, yaitu aliran Madinah dan aliran Irak. Selain itu, historigrafi Islam ada yang menambahkan dua aliran lain, yaitu aliran Kufah dan aliran Bashrah, namun menafikan aliran Irak. Buku Ini juga membidik karya karya ulama Nusantara Abad sebaran Islam Awal untuk menegaskan legitimasi Berislam masyarakat Nusantara dengan karya karya ulamanya.
Mengupas tentang Buku Historiografi Islam yang ditulis Ananda Wahyu Iryana saya awali dengan pemahaman secara umum tentang pemaknaan Sejarah. Ya, Sejarah adalah pertanggungjawaban masa silam, dalam pertangggungjawaban tersebut manusialah yang menentukan arti masa silam itu. Artinya bukan masa silam sebagai tabularasa, melainkan masa silam yang lembaran-lembarannya telah ditulis manusia melalui tindakan-tindakannya. Tindakan-tindakan itulah yang dinamakan sejarah sebagai peristiwa. Artinya masa silam itu bukan hanya sebagai simbol, tetapi masa silam itu dapat berperan menguatkan solidaritas dari suatu komunitas (Asvi Marwan Adam, 2004:76).
Sebagaimana dimaklumi, pemahaman atas pengetahuan tentang peristiwa masa lampau (peristiwa sejarah) penting artinya bagi kehidupan suatu masyarakat atau bangsa. Peristiwa masa lampau tersebut merupakan pelajaran berharga yang dapat dijadikan acuan atau pedoman dalam menjalani kehidupan, baik pada masa kini maupun pada masa mendatang. Hal ini cukup beralasan karena sejarah pada hakekatnya merupakan proses yang mencakup tiga dimensi, yaitu: masa lampau, masa kini, dan masa depan (past, present, and future). Masa kini merupakan kesinambungan dari masa lampau dan masa depan merupakan kesinambungan dari masa sekarang.
Di samping itu, sejarah juga sebagai sumber inspirasi dan sumber informasi yang terpercaya dan sangat dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat dalam rangka menemukan dan memupuk jati diri bangsa, untuk mampu merancang dan mempersiapkan kehidupan di masa mendatang yang lebih baik. Inilah makna hakiki yang diajarkan oleh peristiwa sejarah. Buku Historiografi Islam yang ditulis Wahyu Iryana ini, dan upaya-upaya merakit narasi tulisan sejarah Islam dan perkembangan penulisan Islam di kalangan Ulama, ini adalah dua hal yang menyatu. Buku Historiografi Islam ini memuat uraian-uraian perjalanan Panjang karya para ulama’ sebagai ahli pengetahuan sosial spiritual. Yang hingga saat ini rekam jejak karya ulama’ masih banyak yang belum terekspos di permukaan. Meskipun tanpa standarisasi tertentu, tetapi dalam penyusunannya para ulama’ sangat berhati-hati dan menghindarkan karyanya dari plagiat terhadap karya lain. Ulama’ yang terpilih oleh Allah secara jujur menciptakan karya-karya yang tidak lepas dari acuan karya ulama’ yang terdahulu. Tidak adanya standarisasi yang mengatur karya-karya tetapi tidak mengurangi validitas karya, atau menyebabkan keraguan seorang santri (jama’ah/pembaca) kepada ulama yang menciptakan. Bahkan beberapa masih banyak karya tulis ulama Dunia maupun ulama Nusantara yang tidak terpublikasi sehingga tidak banyak dikenal. Meskipun demikian, tidak mempengaruhi fitrah tujuan para ulama dalam menghasilkan karya-karya tulisnya. Sedangkan terkait regulasi khusus dari pemerintah yang tidak ada, juga tidak mengurangi rasa apresiasi pemerintah terhadap karya-karya ulama Nusantara. Setidaknya, wujud penghargaan atau apresiasi tersebut telah disalurkan dalam bentuk lain yakni berupa bantuan terhadap lembaga-lembaga pondok pesantren yang dimiliki.
Sejarah perkembangan sejarah penulisan Islam hampir setua sejarah peradaban Islam sendiri. Sejarah Penulisan Islam lahir berbarengan dengan munculnya Islam sendiri di tanah Arab pada abad ke 6 M. Namun demikian, di masa awalnya penulisan sejarah Islam itu masih belum memiliki bentuknya secara pasti dan utuh. Barulah kemudian, di masa kejayaan Abbasiayh di Baghdad Penulisan Sejarah Islam mulai memiliki bentuknya. Akan tetapi bentuk-bentuk itu banyak yang mengambil bentuk-betuk penulisan di masa pra-Islam.Seiring berkembang bentuk penulisan Islam. Maka bermunculanlah penulis-penulis sejarah Islam. Diawalai dengan penulisan SIrah Nabawi Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisam penulisan Historiografi Islam mengalami kemajuan pesat Masa kejayaan penulisan Sejarah Islam ialah terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah, tepatnya pada abad ke-9 dan ke-10 M . Seiring dengan perkembangan budaya dan peradaban Islam itulah penulisan sejarah islam yang sudah dimulai bersamaan dengan perkembangan penulisan hadits semakin mengalami perkembangan pesat. Sementara sebagian pengamat historiografi islam, seperti ditulis ahmad Tarhani dalam al-Mu’arrikhun wa al-Tarikh ‘inda al-Arab, hanya menyebutkan dua aliran penulisan sejarah masa awal Islam, yaitu aliran Madinah dan aliran Irak. Selain itu, historigrafi Islam ada yang menambahkan dua aliran lain, yaitu aliran Kufah dan aliran Bashrah, namun menafikan aliran Irak. Buku Ini juga membidik karya karya ulama Nusantara Abad sebaran Islam Awal untuk menegaskan legitimasi Berislam masyarakat Nusantara dengan karya karya ulamanya.
Pada masa awal Islam, penulisan sejarah Islam melebur di dalam karya-karya sejarah Ibn Ashaq, Al-Waqidi, dan Muhammad Ibn Sa’ad, para sejarawan besar Islam semakin banyak bermunculan. Sebagaimana para ahli hadits, para sejarawan giat melakukan pengembaraan untuk menuntut ilmu dan mengumpulkan infromasi-infromasi sejarah. Dalam setiap pengembaraan inteletualnya ke berbagai tempat mereka mendapat wawasan dan pengalaman yang amat berharga. Hal inilah yang semakin mendorong berkembangan penulisan sejarah. Meskipun aliran-aliran lama, aliran Yaman, aliran Madinah, dan aliran Irak dapat dikatakan lebur, corak penulisan sejarah bukannya menjadi satu, justru semakin beragam. Hanya saja, seorang sejarawan tidak lagi mudah untuk dikategorikan sebagai menganut satu aliran tertentu, karena seorang sejarawan dapat menulis karya-karya sejarah dengan tema yang beragam dan dengan perdekatan yang berbeda.
Jika merujuk berdasarkan tahun, maka kita dapat membagi para sejarawan sesuai tahun-tahun mereka hidup. Pada abad kedua Hijriah, muncul Abu Abdullah Muhammad ibn Ishaq, Sufyan ibn Said ibn Masruq Tsauri, Ali Ibn Muhammad ibn Abdullah ibn Abu Syarif Abdu’l-Hasan, Abdu’l Malik ibn Hisyam, al-Waqidi, dan lain-lain. Pada abad ketiga Hijriah, muncul Muhammad ibn Jarir Ath-Thbari, Abu Hanifah ad-Dinawari, Ibnu Qutayba, Ahamad bin Yahya ibn Jabir ibn Daud al-Baladzuri, al-Yaqubi, Ishaq ibn Hunain ibn Ishaq. Pada abad keempat, yang paling terkenal adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Yaqub Miskawaih dan Abu Mansur Abdul qahir ibn Thahir al-Khatib al-Baghdadi .
Kajian tentang historiografi Islam secara disengaja atau tidak disengaja telah mencerminkan subjektivitas. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah penulis mengusahakan subjektivitas tersebut diminimalisir dengan penelusuran literatur secara komprehensif. Hendaklah bagi peneliti yang akan mengkaji kaitan sejarah Islam untuk melakukan penelitian lapangan dengan menggunakan metode wawancara pada ahli sejarah Islam, karena pada umumnya penulisan Historiografi Islam terpaku pada kajian pustaka. Semoga para peminat kajian historiografi Islam lebih memperluas wawasan dan lebih mengedepankan analisis secara kritis.
Peran penting umat Islam dalam penulisan sejarah adalah keutuhan metodelogi yang disepakati oleh seluruh sejarawan yakni dengan bakunya tahapan penelitian penulisan sejarah. Adapun tahapan penelitian ini sebagai berikut : Pertama, Heuristik atau pengumpulan data. Proses pengumpulan data dilakukan denan bahan dokumen-dokumen melalui pencarian buku-buku, jurnal, makalah dan lainnya . Dalam mencari data, penulis berusaha menghimpun baik sumber primer maupun sekunder seperti pandangannya tentang pemakaian sumber dan pendekatan yang dipakai dalam penulisan historiografi Islam Indonesia selama ini). Kemudian penulis mengklasifikasikannya dalam sub keilmuan tersendiri, apakah karya tersebut karya sejarah atau bukan, untuk dipilih sumber yang tergolong sumber sejarah.
Kedua, Verifikasi atau kritik sumber, yaitu tahap menguji keabsahan sumber-sumber yang telah terkumpul dan dievaluasi baik melalui kritik ekstern maupun intern.
Ketiga, Interpretasi atau penafsiran. Pada tahap ini peneliti melakukan proses penafsiran fakta-fakta yang terlepas satu sama lain untuk dirangkaikan, sehingga menjadi satu kesatuan yang harmonis atau utuh dan logis.
Keempat, Historiografi, merupakan bentuk penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai penelitian sejarah yang menekankan aspek kronologis.
Dalam kaitan itulah, para akedemisi khususnya yang gandrung akan sejarah Islam kiranya menyambut baik atas penerbitan buku Historiografi Islam, yang ditulis oleh Wahyu Iryana, Beliau telahmemfokuskan perhatiannya terhadap perkembangan tulisan sejarah Islam. Prodi Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Intan Lampung patut berbangga dengan kehadirannya yang selalu produktif menulis sejarah Islam. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat, sekaligus menjadi tambahan referensi dan wawasan yang berharga bagi seluruh lapisan masyarakat yang gandrung akan sejarah, mahasiswa, sejarawan, peneliti khususnya terkait dengan pemahaman akan perkembangan sejarah Islam. Selamat.