Manusia Sebagai Objek Alam Semesta
Muhammad Farhan Iskandar
الكلام هو اللفظ المفيد المركب
Kira-kira inilah lafazh yang pertama kali saya lantunkan, saya pelajari dalam gramatical Arab. Karya ‘Syeikh Ash-Sonhaji’ yang menjadi basic perkembangan nahwu di dunia.
Kalam / kalimat adalah susunan dari kata-kata menurut KBBI, menurut para sufi kalam adalah cerminan hati, menurut para filsuf kalam adalah buah pikiran/ gagasan. Lebih central lagi kalam versi langit ialah firman Allah. Manusia diciptakan sebagai makhluk multidimensi, dia mampu mengarungi alam semesta yang maha luas. Apakah benar begitu?
Jika kita mengawali aktiitas mulai dari bangun tidur, sarapan, pergi bekerja, pulang lalu istirahat, itu merupakan aktivitas untuk survival dimulai dari nenek moyang dulu, baik disengaja atau tidak, dan kita baru sadar bahwa kebiasaan setiap hari adalah sistem dari alam semesta.
Para filsuf sebelum kelahiran Nabi Muhammad, telah memikirkan fenomena alam semesta, mengapa ia diciptakan, apa yang menyebabkan burung dapat terbang, kenapa angin tak nampak, dan pertanyaan-pertanyaan yang selalu terlintas tentang hal yang terlihat. Mereka selalu dibuat penasaran dengan apa yag terjadi di alam ini, siapa penyebab adanya malam, siang, gunung, laut?
Hingga lahirlah Nabi Muhammad SAW yang diutus untuk memperbaiki akhlak manusia, dengan pedoman al-Qur’an yang diturunkan Allah melalui malaikat Jibril a.s kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur. Barulah satu per satu hal di alm semesta ini tersingkap.
Allah menciptakan Nabi Muhammad sebagai rahmat bagi alam semesta di surat al-An’am ayat 107;
وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ
Secara jelas kedatangan manusia lebih tepatnya Nabi Muhammad SAW telah ditunggu-tunggu oleh alam semesta, atau kata lain Nabi Muhammad SAW tidak diciptakan jika alam semesta tidak diciptakan
Tokoh di luar Islam seperti Galileo memiliki asumsi bahwa manusia adalah pusat alam semesta tidak sepenuhnya salah, sebagaimana ayat;
Allah sengaja menjadikan bintang sebagai petunjuk/ penerang tanpa bintang tersebut menyatakan langsung kepada manusia.
Lalu surat al-An’am ayat 97;
وَهُوَ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلنُّجُومَ لِتَهۡتَدُواْ بِهَا فِي ظُلُمَٰتِ ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۗ ….
Sesungguhnya binatang-binatang yang berkeliaran, tumbuhan-tumbuhan yang saling melambai mempersembahkan dirinya kepada manusia untuk diambil manfaatnya.
Kalam yang dimaksud di awal adalah cara alam berkomunikasi dengan manusia melalui kalam Allah yang mulia. Dalam kesempatan yang langka Allah berbicara dengan Nabi Musa a.s tepatnya di gunung Tursina dalam surat an-Nisa ayat 164;
وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكۡلِيمٗا
Dari rantaian di atas manusia menjadi peran utama bagi alam semesta, dan alam semesta menundukan dirinya atas perintah Allah dengan tujuan beribadah kepadanya.
Penulis: Muhammad Farhan Iskandar