Pangestune Sopir
Kyai Mu’adz Thohir jelas tidak gawok saat tamu saya pamit sambil bilang,
“Pangestunipun (mohon restunya), Gus”.
Yah, begitulah… dia minta pangestu saya.
“Jangan tergesa-gesa besar kepala”, kata Kyai Mu’adz, “sampeyan masih kalah jauh dari sopirnya Kyai Sahal”.
“Kok bisa?” saya setengah tak terima.
“Yang minta pangestu sampeyan paling cuma orang-orang kampung macam tadi. Mana pernah ada kyai minta pangestu sampeyan?”
“Memangnya sopirnya Mbah Sahal gimana?”
“Kyai Sahal itu setiap bepergian melewati Tuban, hampir selalu minta sopirnya: PANGESTUNE yo, Kang…” (Pangestune yang ini adalah sebuah restoran di jalan raya Semarang-Tuban)