Petikan pidato Direktur NU Care-LAZISNU
Laporan pandangan mata oleh Minardi Kusuma
Senin (29/01) Tidak terasa, kita sudah masuk di akhir Januari 2018, yang artinya Pengurus Pusat NU CARE-LAZISNU periode 2015-2020 telah masuk pptahun ke-3. Pada tahun pertama, NU CARE-LAZISNU berkomitmen untuk melakukan konsolidasi organisasi yang diwujudkan dengan Rakornas di Jakarta pada tahun 2016.
Kemudian, di tahun kedua, NU CARE-LAZISNU kemudian mencoba menggali sumber-sumber kearifan lokal dari para kiai-kiai NU yang secara istiqomah menggerakkan umat melalui zakat, infaq dan sedekah. Alhasil, bertemulah kita kepada sosok yang luar biasa, yang mengabdikan dirinya kepada umat dengan model pengumpulan ZIS seperti yang dilakukan oleh para ulama terdahulu NU.
Di Tahun kedua itu, tepatnya Februari 2017, kita menggelar acara di Ponpes al- Amin, Cicurug, Sukabumi dengan motivasi terbesarnya adalah untuk belajar langsung dari Almarhum Buya Basit yang tidak lain adalah Ketua Pengurus Cabang NU Kab. Sukabumi. Dalam forum tersebut, disepakatilah bahwa NU
CARE-LAZISNU menggunakan “Kotak Infaq Nusantara” atau yang disebut dengan KOIN NU untuk strategi pengumpulan infaq dan shadaqah.
Alhamdulillah, berkat pembelajaran langsung di Sukabumi, beberapa Cabang dan Wilayah di Indonesia kemudian bisa meniru dengan apa yang dilakukan oleh Sukabumi, bahkan tidak bisa dipungkiri ada yang perkembangannya lebih cepat dan hasilnya lebih besar. Ini membuktikan bahwa spirit yang kita bangun melalui kegiatan di Sukabumi berdampak positif pada aktifitas NU CARELAZISNU di seluruh Indonesia, bahkan di luar negeri.
Di tahun ketiga ini, Rakornas NU CARE-LAZISNU digelar di Ponpes Walisongo, Sragen. Motivasi kami, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mengambil semangat PCNU Sragen dan NU CARE-LAZISNU Kab. Sragen yang telah menjalankan program KOIN hingga terkumpul dana lebih dari 6 Milyar dalam waktu satu tahun. Sebenarnya, bukan nominal yang menjadi acuan kami, namun sistem dan manajemen yang telah terkonsep di Sragen inilah yang menurut kami
menjadikan Sragen patut untuk dijadikan percontohan. Selain itu, tentunya semangat gotong royong warga nahdliyin yang terkonsolidasi dengan baik di Sragen ini, juga sangat sulit untuk ditemukan di daerah-daerah lain di Indonesia.
Harus diakui bahwa gerakan KOIN di Sragen sangat luar biasa.
Apa yang telah dilakukan oleh Sragen saat ini seperti membuka ingatan kita ke masa lalu di awal-awal embrio berdirinya Nahdlatul Ulama, yang salah satunya adalah semangat pembangunan ekonomi umat melalui Nahdatut Tujjar.
Semangat terhadap pembangunan ekonomi umat adalah hal yang mutlak harus dilakukan jika ingin menjadikan NU sebagai organisasi yang mandiri. Tidak bisa dipungkiri, bahwa masyarakat miskin di Indonesia didominasi oleh warga nahdliyin. Oleh karena itu, NU CARE-LAZISNU memiliki tugas yang berat untuk bersama-sama memberdayakan umat dan mengentaskannya dari kemiskinan. Keberpihakan NU kepada penguatan ekonomi umat sudah tidak perlu
ditanyakan lagi.
Sejak awal berdirinya, NU sudah sangat konsen dengan nasib ekonomi umatnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya Maklumat No. 7 tahun 1936 yang dikeluarkan oleh Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari. Maklumat itu,
kemudian memantik semangat pengurus NU di berbagai wilayah di Indonesia, baik di Jawa, Sumatera maupun Kalimantan untuk bergerak melakukan pemberdayaan ekonomi umat dengan berbagai macam cara.
Salah satunya
adalah jimpitan dan pendirian badan khusus yang menangani masalah sosial ekonomi umat. Tak sampai disitu, di era selanjutnya K.H. Mahfudz Shiddiq kemudian mendirikan Syirkah Muawwanah (koperasi) disetiap PCNU yang ada di Indonesia. Tujuannya tidak lain adalah untuk memberdayakan ekonomi warga nahdliyin.
Dengan melihat pada kenyataan NU di masa lalu yang begitu massifnya menggerakan semua elemen untuk pemberdayaan ekonomi, maka bukan tidak mungkin saat ini kita bisa bisa melakukan yang lebih lagi. Jika dahulu saja para pendiri NU dengan segala keterbatasannya bisa melakukan hal itu, maka seharusnya sekarang sudah saatnya NU menjadi sebuah organisasi yang mandiri, yang berdaulat secara ekonomi dan kuat secara ideologi.
Oleh karena itu, kami ingin agar semangat yang telah dilakukan oleh PCNU Kab. Sragen dan NU CARE-LAZISNU Kab. Sragen dapat ditularkan kepada semua yang hadir di sini, agar seluruh Wilayah, UPZIS Kabupaten/Kota/Luar Negeri, dan
UPZIS Kecamatan bisa meniru strategi yang telah diterapkan di Sragen dengan lebih baik, atau minimal sama dengan yang telah dilakukan di Sragen.
Perlu kami sampaikan, bahwa pada forum ini kita juga kehadiran UPZIS NU CARE-LAZISNU Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur yang juga luar biasa dalam kiprahnya memberdayakan ekonomi umat sejak tahun 2007. Melalui inisiasi Pengurus MWC NU Kecamatan Pasir Sakti dengan membentuk BMT Mitra Dana Sakti pada saat itu, kini NU di Pasir Sakti menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di wilayah itu. Bahkan, BMT yang dikelola dengan modal awal
39 juta, kini telah memiliki aset senilai 60 Milyar dan menjadi 3 besar BMT dengan aset terbanyak di Provinsi Lampung.
Maka dari itu, kami juga meminta kepada Ketua UPZIS NU CARE-LAZISNU Kecamatan Pasir Sakti, untuk juga dapat menularkan pengalamannya selama 9 tahun mengelola dana untuk kepentingan umat. Hal ini sangat penting, agar di
tahun ini, seluruh Wilayah dan Cabang NU CARE-LAZISNU di seluruh Indonesia minimal memiliki satu BMT yang mengelola dana Zakat, Infaq dan Shadaqah dan juga pemenuhan modal usaha untuk pengusaha kecil dan menengah.
Tujuannya
agar NU benar-benar hadir sebagai solusi konkret untuk menyelesaikan problematika ekonomi umat.
Jika dua strategi ini digabung dalam satu kesatuan utuh, maka NU benar-benar akan menjadi sebuah kekuatan ekonomi yang luar biasa. Strategi penghimpunan dengan model Sragen dan strategi pengelolaan dengan model Pasir Sakti. Dua
model inilah yang akan kita sajikan pada forum yang mulia ini untuk menciptakan sebuah gagasan baru sesuai dengan tema Rakornas kali ini, yaitu “Arus Kemandirian Ekonomi Nahdlatul Ulama; Menyongsong 100 Tahun Nahdlatul Ulama.”
Penentuan tema ini, tidak lain karena kami menyadari bahwa dari perekonomian yang kuatlah akan tercipta pendidikan yang unggul dan kesehatan yang berkualitas. Itulah yang dicita-citakan oleh NU sebagaimana yang tercantum
dalam Amanat Muktamar NU ke-33 di Jombang, 2015 lalu. Sekali lagi, tugas kita, adalah mewujudkan cita-cita besar para Ulama NU untuk menjadikan NU sebagai organisasi yang warganya kuat secara ekonomi, berpendidikan tinggi dan
memiliki lembaga kesehatan yang berkualitas