Seabad Lebih, Kitab Tulisan Tangan Pendiri NU Masih Terawat Rapi
Jombang, NU Online
Kitab-kitab asli tulisan tangan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari masih tetap terawat hingga kini. Kitab yang berusia 100 tahun lebih tersebut disimpan dan dirawat oleh pengelola perpustakaan A Wahid Hasyim di Pondok Pesantren Tebuireng, Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur.
Saat ini ada tujuh kitab yang berada di perpustakaan tersebut. Semua kitab masih utuh, hanya beberapa kitab kondisinya sudah robek termakan waktu. Bahkan, ada beberapa sampul yang berlubang. Kitab-kitab tersebut berupa Al-Qur’an dan beberapa kitab tentang hadits, fiqih, maupun sejumlah doa.
“Usianya sudah sangat tua,” ujar Muhamad Zainal Arifin (46), pengelola perpustakaan, Kamis (16/5).
Jika dihitung, dari usia KH M Hasyim Asy’ari (Mbah Hasyim) sewaktu muda saat menulis kitab, tentu usia kitab tersebut sudah mencapai ratusan tahun.
Dijelaskannya, Pesantren Tebuireng, pertama kali didirikan pada 1899. Sedangkan, waktu itu, Mbah Hasyim sudah mulai menulis beberapa kitab. Artinya, usia kitab tersebut diperkirakan mencapai 130 tahun. “Kisaran 120 tahun, bahkan lebih,” terangnya.
Semua kitab tersimpan rapi dalam sebuah rak berukuran 2×4 meter di ruang khusus yang terletak di ujung belakang perpustakaan. Selain kitab tulisan Mbah Hasyim, ada juga beberapa kitab yang dulunya sering dibaca saat mengajar para santri.
“Ada juga kitab lain yang dibaca Mbah Hasyim,” tegasnya.
Ketika dilihat secara teliti, tampak sekali tulisan tersebut dilakukan secara manual. Mulai dari goresan pena, hingga garis tepi pada kitab yang tak begitu simetris. Kondisi kertas juga terlihat berserat.
Zainal menjelaskan, ada beberapa bahan yang dipakai Mbah Hasyim dalam membuat kitab tersebut. Di antaranya, kertas merang yang terbuat dari tangkai padi. Maupun kertas yang terbuat dari serat pohon turi. “Jadi kertasnya berserat, berbeda dengan kertas zaman sekarang yang mudah sobek itu,” tuturnya.
Di perpustakaan tersebut hanya terdapat tujuh kitab. Tapi kitab Mbah Hasyim juga ditemukan di tempat lain. Dari penelusurannya yang dilakukan waktu ke waktu, kitab tulisan tangan Mbah Hasyim sering ditemukan di daerah kabupaten/kota lain di Indonesia. Mulai dari Ponorogo, Lamongan dan daerah lain.
“Peninggalan kitab Mbah Hasyim tercatat 400 kitab. Yang tersebar di seluruh dunia termasuk di Saudi Arabia,” tandasnya.
Dari tujuh kitab yang ada di perpustakaan A Wahid Hasyim, kini sebagian sudah digandakan untuk berbagai macam kepentingan termasuk studi dan penelitian. Totalnya ada 17 kitab yang diterbitkan dalam satu jilid berukuran besar.
“17 kitab tersebut memuat di antaranya tentang pesan untuk para umat NU, pernikahan, macam-macam lah termasuk fiqih dan hadits,” rincinya.
Perawatan dengan Bubuk Merica
Perawatan kitab-kitab kuno ini dilakukan pihak pesantren sebanyak tiga kali dalam setahun. Sementara itu, tidak perlu dilakukan perawatan khusus untuk menjaga kitab-kitab asli tulisan tangan Mbah Hasyim. Pengelola perpustakaan cukup menabur campuran kapur barus dan bubuk merica pada kitab.
“Sejauh ini kita hanya melakukan perawatan sederhana untuk menjaga dan merawat kitab kita peninggalan Mbah Hasyim,” ungkap Muhamad Zainal Arifin.
Perawatan tersebut dilakukan secara rutin sebanyak tiga kali. Terhitung mulai awal tahun, libur hari raya Idhul Fitri dan pada akhir tahun.
Sejuah ini, belum ada perawatan khusus untuk merawat dan menjaga kitab-kitab tersebut. Pengelola pondok cukup menempatkan di tempat yang kering dan tidak terlalu lembab.
“Penempatan juga kita tempatkan di private room atau ruangan pribadi yang tidak bercampur dengan buku-buku di perpustakaan lain,” tambahnya.
Dia menjelaskan, ruangan tersebut sudah steril. Di dalamnya adalah ruangan tertutup yang sudah ditebari bubuk merica dan campuran kapur barus. Itu dilakukan untuk mengusir hewan yang bisa menggerogoti kitab, misalnya kecoa, tikus, kutu maupun klaper dan sejenisnya. “Campuran merica dan kapur barus itu juga kita taburi pada pojok-pojok ruangan,” jelasnya.
Sekitar tahun 90-an, lanjut Zainal, semua buku dan kitab peninggalan KH M Hasyim Asy’ari pernah dilakukan fumigasi oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pada saat itu, juga dilakukan pencucian terhadap kitab-kitab yang warnanya sudah kusam. Hasilnya, kini banyak kitab yang terselamatkan dari proses fumigasi tersebut.
“Dulu itu waktu zamannya Presiden Soeharto, dilakukan pembersihan selama tujuh hari dan hasilnya memang sangat bagus. Semua kutu yang terdapat di dalam kitab mati,” terangnya.
Namun sejak saat itu, belum pernah dilakukan hal serupa sampai saat ini. Sehingga pihak pengelola hanya menggunakan cara tradisional untuk menjaga kitab-kitab tersebut. “Yang penting kitabnya tetap terawat dan terjaga,” ungkapnya.
Kitab-kitab peninggalan KH M Hasyim Asy’ari sering dipakai untuk studi dan penelitian oleh beberapa pihak, mulai dari ormas, akademisi, hingga jajaran Pengurus Besar Nadlatul Ulama (PBNU). “Kalau PBNU sering dipakai sebagai rujukan pendidikan karakter,” jelasnya.
Zainal menyebutkan, dari beberapa kitab yang ditulis KH M Hasyim Asy’ari sebagian besar memuat tentang pentingnya pendidikan karakter. Seperti tata krama seorang murid ke guru, akhlak guru dalam mengajar, ada juga nasihat untuk diri sendiri, dan adab sopan santun kepada masyarakat luas.
Salah satu kitab Mbah Hasyim yang populer di pesantren yaitu Adabul Alim wal Muta’allim. Kitab ini juga dikaji di berbagai kampus di nusantara, baik sebagai refrensi mata kuliah, seminar, skripsi maupun tesis. Bahkan beberapa madrasah mewajibkan para santrinya mempelajari kitab ini.
“Termasuk tentang pendidikan karakter, kesopanan itu sering termuat dalam kitab Mbah Hasyim,” pungkasnya. (Syarif Abdurrahman/Ibnu Nawawi)
