AKANKAH TALIBAN MENGINSPIRASI TERORISME GLOBAL ?

Ayik Heriansyah – Dari ideologinya, Taliban berpaham sunni non wahabi. Mereka menganut ajaran maturidiyah dalam aqidah, dan hanafiyah dalam fiqih. Dua madzhab yang diakui sebagai ahlu sunnah wal jama’ah (aswaja). Madzhab yang dekat dengan warga NU.
Tradisi politik aswaja selalu mengedepankan perdamaian ketimbang peperangan. Peperangan sebenarnya jalan terakhir yang tidak diinginkan setelah perundingan-perundingan damai menemui jalan buntu. Dari tahun 2008 Taliban telah membuka diri untuk dialog damai dengan pemerintah. Namun, sampai direbutnya kota Kabul kemarin, dialog damai tidak membuahkan hasil.
Taliban generasi sekarang sedikit berbeda dengan generasi pertama. Taliban sekarang taliban milineal yang lebih smart, soft dan smooth. Bisa dilihat dari sebagian besar provinsi yang mereka rebut secara damai. Tidak ada perang besar-besaran. Tidak ada kerusuhan dan penjarahan. Termasuk ketika merebut ibukota negara Kabul.
Jika melihat track record gerakannya, Taliban muncul setelah berkecamuk perang antar faksi mujahidin pasca kekalahan Uni Sovyet. Pemerintahan koalisi yang dibentuk oleh faksi-faksi tersebut tak kunjung stabil. Mereka datang sebagai milisi pelajar yang selama ini menimba ilmu di negara tetangga Pakistan. Mereke ingin untuk menyelesaikan instabilitas negara dengan cara memerangi pemerintah bentukan koalisi mujahidin, menggulingkan dan mengambil alih kekuasaannya.
Pada tahun 1996 Taliban berhasil merebut kekuasaan dan memerintah Afghanistan selama 5 tahun sebelum Amerika dan NATO membombardir mereka dengan tuduhan menyembunyikan Usamah bin Laden pemimpin al-Qaeda yang dituding sebagai pelaku peledakan gedung WTC pada 11/9/2001.
Semasa berkuasa pertama kali, Taliban menegaskan bentuk negara mereka adalah Imarah Islam (keemiran). Wilayahnya sebatas wilayah negara Afghanistan. Tidak lebih tidak kurang. Imarat Islam Afghanistan bukan khilafah global seperti yang diinginkan oleh al-Qaeda, Hizbut Tahrir dan ISIS. Mereka tidak berminat meluaskan negaranya dengan ekspansi ke negara-negara tetangga.
Delegasi Hizbut Tahrir pernah datang ke Mulla Umar, menawarkan khilafah, tapi ditolak. Taliban tidak setuju dengan konsep khilafah tahririyah. Saat ISIS mendeklarasikan khilafah, Taliban pun menolak ikut bai’at kepada khalifah ISIS Abu Bakar al-Baghdadi. Taliban tidak mau bergabung dengan mereka.
Bersamaan dengan momen tersebut, Amir al-Qaeda Aiman Az Zawahiri membai’at Amir Taliban sebagai pemimpin. Bai’at ini menunjukkan al-Qaeda juga menolak khilafah ISIS. Taliban menyatakan akan memerangi kombatan ISIS yang ada di Afghanistan.
Seperti Hamas, Taliban berjuang untuk kemerdekaan negaranya yang selama ini dijajah oleh negara-negara asing. Mereka pribumi putra-putra daerah yang ingin negerinya merdeka tanpa syarat. Pasukan mereka berjumlah 120.000 orang, semua orang Afghanistan. Tidak seperti ISIS dan al-Qaeda, Taliban tidak mengundang mujahidin dari seluruh dunia untuk bergabung. Tidak ada warga negara lain yang bergabung, termasuk Indonesia. https://albalad.co/kabar/2021A11323/taliban-tidak-ada-orang-indonesia-bergabung-dengan-kami/.
Sepertinya Taliban sudah puas dengan meraih kembali kekuasaannya yang sempat lepas selama 20 tahun. Perang bertahun-tahun di Afghanistan membuat mereka tidak sempat membangun. Tampaknya Taliban di masa pemerintahannya yang kedua, lebih fokus membangun negara. Mereka kurang berminat mengekspor “talibanisme” ke negara lain. Kemenangan Taliban kali ini, semoga tidak memicu aksi-aksi teror di negara lain. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan Taliban akan melindungi para mujahidin al-Qaeda di negaranya.