Citayam dan Sayyidil Walid Al-Allamah Al-Habib Abdurrahman Assegaf Tokoh Thoriqoh Alawiyah
LTN NU Jawa Barat, Abdul Mun’im Hasan -Fenomena yang saat ini ramai dibincangkan dan viral di Media sosial (medsos). Hal ini tidak lepas dari i-generasi atau di sebut juga Gen Z sebagai pengguna aplikasi tentunya membawa dampak perubahan yang begitu cepat.
Sebut saja Citayam Fashion Week yang saat ini sedang viral oleh mereka pemuda-pemudi yang mencoba memanfaatkan ruang publik untuk mengekspresikan jati diri mereka dengan bergaya melalui pakaian kekinian.
Melalui medsos saat ini apa pun bisa viral. Namun ada sisi-sisi lain yang saat ini mungkin tertimpa dikarenakan banyaknya informasi sehingga perlu adanya keseimbangan untuk kiranya hal kemaslahatan dari generasi X, Y dan Z dapat dikemukakan kembali oleh mereka yang telah berperan aktif positif dengan menebar budaya kesantrian.
Kesholihan sosial sebagai maslahat umat harus dimunculkan kepermukaan oleh mereka kaum santri kalong Citayam (santri yang tidak menetap di asrama) pecinta Habaib dan Mualim, hendaknya lebih berinovasi dalam bermedsos sehingga sisi kesantrian Citayam dari mereka yang suka mengaji di majelis-majelis dapat pula dikenal viral dan harapannya budaya mengaji, berkokoan (baju muslim), sarungan, pecian dapat kembali dikenali oleh mereka Gen Z.
Citayam dikenal oleh kalangan Habaib dan muallim hingga kini, pada setiap event Maulid Nabi Muhammad senantiasa didatangi oleh para Zuriyah Rasulullah SAW. Hingga ada yang menyebut bahwa Citayam dari ستة ايام (Sittata Ayyam) yang bermakna enam hari.
Jika mendatangi rumah-rumah yang ada di Citayam maka akan ditemukan foto-foto para Habaib baik yang mastur (wali tidak viral) maupun yang masyhur (mereka yang dai fisabilillah), salah satunya adalah tokoh habib terkemuka Sayyidil Walid sapaan al-Ustadz al-Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qadir Assegaf.
Citayam menjadi tempat yang diberkahi dengan adanya Majelis Ta’lim wal Mudzakarah Al-Busyo yang dipimpin oleh Sayyidil Walid sapaan al-Ustadz al-Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qadir Assegaf Al-Huseini yang lahir tahun 1908 di Cimanggu, Bogor. Beliau sebagai tokoh Thoriqoh Alawiyah atau Ba’alawi.
Adapun nama lengkap al-Ustadz al-Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qadir bin Ali bin Umar bin Segaf bin Muhammad bin Umar bin Thoha bin Umar bin Thoha bin Umar ash-Shofi bin Abdurrahman bin Muhammad bin Ali bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf bin Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- ImamMuhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein bin Sayyidina Ali KW yang menikahi Putri Tercinta Rasulullah Muhammad SAW.
Sayyidil Walid sapaan Al-Ustadz Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qadir merupakan sosok yang sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Beliau sanggup berjalan berkilo-kilo meter untuk belajar ke Habib Abdullah bin Muhsin Al-Aththas (Habib Empang Bogor).
Selain Habib Empang, guru-guru Habib Abdurrahman yang lain adalah Habib Alwi bin Thohir Al-Haddad ( Mufti Johor, Malaysia ), Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir AlHaddad, Habib Ali bin Husein Al-Aththas ( Bungur, Jakarta ), Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi ( Kwitang, Jakarta ), K.H.Mahmud ( Ulama besar Betawi ) dan Prof. Abdullah bin Nuh (Mama yang makamnya di Jl. Mawar Kota Bogor).
Semasa belajar, Habib Abdurrahman sangat tekun dan rajin, itulah sebabnya beliau mampu menyerap ilmu dengan baik dari materi yang diajarkan guru-gurunya. Ketekunannya yang luar biasa mengantarnya menguasai semua bidang ilmu agama. Dan murid-muridnya dari kalangan Kiai, Ajengan, Habaib bertebaran dimana-mana.
Kemampuan berbahasa yang bagus pun mengantarnya menjadi penulis dan orator yang handal. Beliau tidak hanya sangat menguasai bahasa Arab, tapi juga bahasa Sunda dan Jawa halus.
Jika bulan Maulid tiba maka ribuan jamaah laki-laki maupun perempuan pecinta Rasulullah SAW dari berbagai penjuru Jabodetabek menghadiri Majelis Ta’lim wal Mudzakarah Al-Busyo Citayam.
Dari putra-putra beliau estafet dakwah terus berjalan hingga kini, mereka adalah Habib Muhammad (pemimpin pesantren di kawasan Ceger, Jakarta Timur), Al-Marhum Habib Ali (pemimpin Majelis Taklim Al-Affaf di wilayah Tebet, Jakarta Selatan), Habib Alwi (pemimpin Majelis Taklim Zaadul Muslim di Bukit Duri, Jakarta Selatan), Habib Umar (pemimpin Pesantren dan Majelis Taklim Al-Kifahi Ats-Tsaqafi di Bukit Duri, Jakarta Selatan), dan Habib Abu Bakar (pemimpin Al-Busyo di Citayam, Kabupaten Bogor).
Beliau wafat pada 26 Maret 2007. Dan di Makamkan di Pemakaman Umum kampung Lolongok yang terletak sekitar satu kilo di sebelah utara komplek makam Kramat Empang, Kota Bogor.
Penulis : Abdul Mun’im Hasan