The news is by your side.

KH. Tata Gandasbara dari Pesantren Al Qur’an Fajar Ashshidiqqi, Cikopo, Ciparay Kabupaten Bandung

Penulis kali ini mencoba mengulas keberadaan dari Pesantren Al Qur’an Fajar Ashshidiqqi yang berada di tengah perkomplekan daerah Cikopo, Bumiwangi, Ciparay.

Pesantren ini jika penulis lihat dan bandingkan dengan pesantren yang beberapa waktu kemarin penulis sambangi, Pesantren ini bisa dikatakan sangat unik.

Pesantren tersebut berada di tengah komplek masyarakat biasa, berada diatas ketinggian perbukitan daerah Ciparay, dan menjadi ciri serta ikon untuk komplek itu sendiri, ini disebabkan, keberadaannya diantara daerah tanjakan di komplek tersebut, dan tanjakan itu persis berada didepan Pesantrennya kiai Tata, yaa…tanjakan ini, atau pudunannya sangat dikenal oleh masyarakat, dan dianggap yang paling ekstrim di daerah setempat.

Seperti yang diceritakan Pa Agus seorang warga sekitar yang menginformasikan pada penulis, “Pokoknya kang, jika di komplek ini terjadi apa-apa di wilayah sekitar komplek, baik itu terjadi kecelakaan, keributan, atau lainnya, walau kejadiannya agak jauhan sedikit, selalu saja masyarakat menyebutkan, dan mengkaitkan semua peristiwa terjadinya itu, berpatokan bahwa, kejadian tersebut dekat Pesantren Fajar Ashshiddiqi.” Demikian papar pa Agus warga setempat.

Apa yang sudah jadi kelaziman sebutan dari masyarakat komplek di mana Pesantren Fajar Ashshiddiqi berada, merupakan point lebih dari Pesantren ini, image keberadaan pesantren telah jadi ciri kuat untuk masyarakat setempat, dan hal ini merupakan ungkapan yang walau datang secara spontanitas, tapi telah menjadi hal baku, yang acapkali tersebutkan masyarakat sekitar, yang artinya, adanya pengakuan, dan kepercayaan lebih untuk Pesantren Fajar Ashshidiqqi secara tidak langsung.

Pesantren yang berada di komplek dengan jumlah Kepala keluarga kurang lebih 250 orang yang tinggal di sana, menjadi anomali dari keberadaan sebuah pesantren yang tak lazim, dimana biasanya satu pesantren dibuat diluar pemukiman perumahan komplek, baik itu yang berada di kampung-kampung, atau pinggiran kampung, yang dengan awal keberadaan pesantren itu di sana, pemukiman sekitaran pesantren ini menjadi ramai pada akhirnya.

Yaa, Pesantren Al Qur’an Fajar Ashshiddiqi merupakan wujud dari keberadaan pesantren komplek, yang penulis bisa sebutkan berada di tengah di lingkungan komplek, yang tentunya memiliki luas tanah yang standardnya perumahan biasa.

Tentu ini menjadi hal menarik bagi penulis, bisa jadi akan membuahkan suatu inspirasi bagi para santri lainnya yang sudah membaur dengan masyarakat, dan berkeinginan mendarmabaktikan dirinya, ilmunya, agar bermaslahat bagi Umat, dengan cara mereka bersemangat membuat pesantren kecil-kecilan di mana ia tinggal. Baik di tengah perkampungan padat, maupun di pemukiman komplek penduduk biasa.

Jika kita lihat, apa yang sudah dilakukan oleh Kiai Tata Gandasbara, yang memiliki nama panjang H tata Moch Tasdiq SH ini, bisa jadi, akan menjadi acuan, barometer dari suatu rintisan pergerakan kaum santri Nahdlatul Ulama, yang mampu memanfaatkan keberadaan dirinya di komplek perumahan, di mana saja mereka tinggal, untuk mengadopsi Pesantren komplek yang sudah di buat dan di contohkan Kiai Haji Tata ini.

Dan bila pesantren-pesantren kecil ini tumbuh, hal tersebut nantinya, akan ikut membantu mencerdaskan Umat, generasi penerus, dimana para kaum santri yang jumlahnya sudah sangat banyak ini, bisa memiliki mimpi, berkemampuan membuat Pesantren-pesantren mungil seperti apa yang telah di rintis Kiai Tata Gandasbara ini, yang itu telah dirintis sejak tahun 2005, di daerah Cikopo, di Komplek Bumiwangi, kecamatan Ciparay.

Pesantren Anomali Kiai Tata bukti bangkitnya kesadaran kaum santri. Hijrahnya kiai Tata setamat ia mesantren di pesantren Babakan Ciwaringin, di usianya yang ke 18 tahun saat itu merupakan keputusan berani, ia mengembara ke Bandung, hanya berbekal ilmu agama, tampa kecakapan skill lainnya.

Uniknya, orangtuanya saat ia mau mulai mengembara itu, hanya membekalinya denga bolpoin, alat tulis yang harus ia bawa dan rawat, yang ia tak tahu maksudnya apa, sampai pada akhirnya pemberian itu akan terjawab ketika Kiai Tata sudah memahami maksudnya.

Hidup di kota orang adalah perjuangan, mau makan ya harus kerja, hingga untuk bertahan hidup, mau tak mau kiai Tata saat itu harus menerima pekerjaan apapun.

Pengalaman bekerja pertama kali kiai Tata remaja saat itu, dengan mengawalinya, bekerja di Pabrik Garmen Damar Mas, bekerja sebagai office boy, selama beberapa waktu, setelah itu pindah kembali ke Pabrik lainnya sebagai PIC di pabrik Fit-U Garments Industry, berlokasi di JL. Moh Toha, dan ketika habis kontraknya, lalu ia menjadi penjaga toko, dan pengalaman kerja lainnya ia menjadi sales marketing penjualan motor.

Kemudian puncaknya adalah bekerja di BPR KS serta menjadi pegawai handal yang banyak mendapatkan reward perusahaan, dengan diberi kesempatan mengunjungi beberapa negara di Asia, seperti ke Thailand, Brunai Darussalam, Malaysia, Kamboja, Vietnam dll.

Awal ia sendiri memanfaatkan ilmunya, dan mulai di kenal sebagai Ajengan, adalah pada saat ia bekerja di Fit-U, di mana diperusahaan tempat ia bekerja, ada karyawan yang kesurupan, karena ia dianggap memiliki ilmu agama yang lebih, karyawan lainnya meminta bantuan menyembuhkan yang kesurupan tersebut, dan berhasil, dari sinilah awal ia dikenali keilmuannya.

Hingga kesadaran untuk fokus mengamalkan ilmu agama dari hasil Pesantrennya di Babakan Ciwaringin Cirebon, baru ia lakukan, pada tahun 2005 setelah kesadarannya untuk berjuang di jalan Allah telah sepenuhnya ia tekadkan.

Berawal dari membangun sepetak ruangan di pinggir rumahnya, rintisan pesantren itu dimulai, di pesantren inilah ia akhirnya menerima para santri dari anak-anak warga setempat, dan ia cetak menjadi santri-santri handal dalam bidang qiroatul quran/ mencetak tilawah / santri tahfz/ Syarhil Qur’an/ Khattil Qur’an, dan Kaligrafi.

Gagasan besar dari Kiai Tata ini, adalah pesantrennya hanya untuk mencetak generasi Qurani, yang bisa menjadi wakil dalam setiap musabaqoh Tilawatil Qur’an yang di andalkan daerahnya, hingga anak-anak santrinya saat itu, menjelma menjadi santri unggulan yang diperhitungkan dan disegani, baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat Provinsi Jawa barat, karena prestasi yang seringkali memenangkan berbagai event lomba.

Setelah masuk pada tahun 2021, barulah terjawab arti bekal bolpoin yang diberikan oleh orangtuanya itu, yang mengandung makna, “tulislah nama baikmu, dan jaga nama baiknya, agar tertata, sesuai nama Tata, yang ia sandang.”

Yaa, Kiai Tata merupakan pengiat kesadaran kaum Santri meraih harapannya untuk bisa memiliki dan mewujudkan Pesantrennya sendiri. Penulis jadi teringat saat melakukan lawatan di pesantren Buntet Cirebon, di mana di sana ada 70 pondok yang tersebar, di daerah Buntet itu sendiri, dan setiap pondok itu dibina para Kiainya masing-masing, dengan santri yang kiai itu bina, mulai dari jumlah kecil 100 santri perpondok, sampai 200, 300, dan 500 santri.

Jika melihat hal ini artinya apa ? Kapasitas seorang Kiai khususnya di pesantren Buntet Cirebon, sebagai model yang penulis lihat, bisa jadi sangat menentukan jumlah santri yang ia ajari, dan ia pegang. Banyak sedikitnya santri yang mondok di kobongnya, tergantung Kiai mana yang popularitasnya paling menonjol keilmuannya, atau paling sepuh.

Nah kapasitas diri, baik keilmuan, wawasan, serta link hubungannya yang luas, dan karakter pribadi yang menonjol, sudah sangat mumpuni keberadaannya, dari seorang yang bernama Kiai Tata ini, dimana proses perjalanan hidupnya terus Allah berkahi, dan menarik buat di ikuti.

Inilah modal besar yang telah Ia miliki, dan jikapun ada tantangan dalam memajukan pesantren kompleknya yang mungil itu, hanya dengan kesabaran, keIstiqomahan, dan terus konsisten mengedukasi masyarakat di sana, insyaallah pesantrennya yang telah ada itu, akan kembali menemukan masa jayanya, dan sukses menjadi Pesantren komplek yang sangat berprestasi seperti sebelumnya.

Ini seperti apa yang dilakukan Kiai Olan dari Pesantren Miftahul Hasanah, Solokan Jeruk, ia telah berhasil mengubah tatanan masyarakat yang awalnya daerah beling, menjadi daerah berkultur Islami seperti yang sekarang ini bisa kita lihat.

Apakah Pesantren Kiai Haji Tata ini membantu masyarakat sekitar ? Keberadaan sebuah pesantren di lingkungan masyarakat, bisa menumbuhkan ketentraman sosial, mewujudkan kwalitas spiritual keagamaan yang baik, toleransi yang baik, hubungan silaturahmi antar masyarakat yang saling menguatkan. Dan tentu saja suatu Pesantren yang berdiri ditengah masyarakat akan menguatkan karakter generasi mudanya lebih Islami, dan itulah tanggung jawab dari setiap keberadaan pesantren di semua wilayahnya.

Pastinya, besar atau kecil sebuah pesantren di suatu tempat, itu sudah membuktikan dan menunjukkan, sudah turunnya rahmat dari Allah di daerah tersebut, untuk membawa keberkahan bagi masyarakatnya.

Dalam hal ini kita jadi tahu, bahwa tanggung jawab dari para kiai pemilik pesantren, adalah mampu membumi di daerahnya, walau tantangannya sudah pasti besar, sebagai realitas tantangan baginya.

Disini kita akan lihat cerminan dari Nabi besar kita Muhammad SAW, bukankah tangtangan Nabi pun luar biasa berat dan besar menghadapi masyarakat Mekah saat itu, yang dalam ke adaan Jahiliah, penuh kerusakan, dan penuh kebencian pada beliaunya. Tapi berbekal kebesaran hati, dan semangat di barengi doa serta ketawakalan hanya padaNya, semua rintangan bisa ia selesaikan.

Prestasi Kiai Tata

Tahun 2017, ia menancapkan sayap kanan Nahdlatul Ulama, dengan membentuk himpunan Da’i yang di namakan Gandasbara, yang berarti, Gabungan Da’i se-Bandung Raya. Awalnya himpunan para Da’i ini khusus daerah Bandung raya saja.

Baru lah setalah itu bergerak melakukan pergerakan menjamiahkan Nahdliyin, untuk aktif di organisasi Nahdlatul ulama.

Tahun 2019 dilantik sebagai sekretaris pengurus wilayah ikatan pesantren Indonesia.
2020 dilantik sebagai pengurus wilayah Ihwanul Mubalighin Jawa Barat, yang berpusat di Menteng Jakarta.

2022 di angkat kembali jadi ketua LDNU.
2022 di angkat jadi wakil ketua RMI PW NU Jawa Barat.
2023 memegang RMI Jawa Barat sebagai ketua.

Pesan orang tua

” Aa mun tiasa da bongan kekeuh hayang jadi kiai, mama teh teu bisa ngajiunken, teu bisa ngawariskeun pesantren, siga batur, ngan mama mah bisa saukur ngadoakeun, sing ngawujud bisa boga Pasantren teh.”

Sampai sini penulis merenungi, betapa tekad Kiai Tata sangat besar keinginannya untuk memiliki pesantren. Dan itu ia buktikan dengan support doa dari orang tuanya, ia wujudkan impiannya membuat Pesantren yang ia cita-citakan.

Kini Pesantren Kiai Tata yang bernama Pesantren Al Qur’an Fajar Ashshidiqqi, yang berada di didaerah Cikopo, Bumiwangi, Ciparay, telah menjadi pilar penting bagi syiar Islam di daerah setempat.

Banyak yang bisa kita pelajari dari semangat kuatnya Kiai H. Tata ini. Ada niat, ada action, mau bergerak, dan mau membangun kwalitas diri, adalah bukti bahwa kita adalah orang yang selalu Allah mampukan.

Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Dan pergerakan apa lagi yang akan diperlihatkan Kiai Haji Tata kedepannya, tentunya tak lepas dari gairahnya membumikan Al-Quran, menyemarakkan gaungnya, dan kebenaran ajaran Nabi, serta bersama dengan para pejuang Islam lainnya, ia tak akan pernah berhenti menyuarakan kebenaran.

Pewarta Bambang Melga Suprayogi M.Sn.

Buku lain :

  • Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
  • Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.
Leave A Reply

Your email address will not be published.