Manuskrip Dzikir Syathariah Syekh Abdul Syakur Banten dan Jaringan Ulama Tatar Sunda-Mindanao (Filipina Selatan) Abad 18 M
Ahmad Ginanjar Sya’ban – Berikut ini adalah manuskrip kitab berbahasa Arab dan Melayu Jawi yang berisi bacaan do’a dan wirid yang diriwayatkan oleh seorang bernama Abdul Mu’min b. Saifuddin dari gurunya yang bernama Syekh Abdul Syakur Banten.
Saya beroleh kehormatan mendapatkan foto beberapa halaman manuskrip ini dari guru saya yang mulia, Prof. Dr. Oman Fathurrahman Oman Fathurahman (guru besar filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan staff ahli menteri agama RI), melalui pesan Whatsapp pada 20 September 2019 silam, ketika kami mendiskusikan sosok Syekh Abdul Syakur Banten, ulama Nusantara abad ke-17 M.
Syekh Abdul Syakur Banten adalah ulama asal Kesultanan Banten yang merupakan kawan satu zaman dengan Syekh Abdul Rauf Singkel (w. 1693) dan Syekh Yusuf Makassar (w. 1699). Mereka semua adalah murid dari seorang ulama sentral dunia Islam yang berjejuluk “mujaddid” abad ke-11 H dan berkedudukan di Madinah, yaitu Syekh Ibrâhîm al-Kûrânî al-Madanî (w. 1690).
Menariknya, menurut Prof. Oman, manuskrip kitab ini beliau dapatkan dari Mindanao di Filipina Selatan. Sosok Abdul Mu’min b. Saifuddin, yang terindentifikasi sebagai penulis kitab ini, adalah seorang ulama asal Banten yang diduga hijrah ke Mindanao untuk menetap dan mengajar hingga wafat di sana pada paruh pertama abad ke-18 M.
Pada bagian pembukaan, Syekh Abdul Syakur Banten disinggung sebagai sosok seorang ulama besar yang disebut “guru sempurna” dan juga “keramat besar di Bantan”. Disebut pula nama Syekh Ibrâhîm (al-Kûrânî al-Madanî) sebagai sosok guru dari Syekh Abdul Syakur Banten. Tertulis pada bagian pembukaan:
أما بعد. ادفون كمدين در ايت انيله باب فد مڽتاكن اورد طريقة درفد كلين ݢور يڠ سمفرن يائت شيخ عبد الشكور بنتان يڠ كرمة أولياء بسر ديدلم نݢري بنتان مڠمبل درفد شيخ مولانا إبراهيم
(Ammâ ba’du. Adapun kemudian dari itu, inilah daripada menyatakan award [wirid-wirid] thariqah daripada kalian guru yang sempurna yaitu Syekh Abdul Syakur Bantan yang keramat awliya besar di dalam negeri Bantan, mengambil daripada Syekh Maulânâ Ibrâhîm [al-Kûrânî al-Madanî]).
Selanjutnya, pada bagian berikutnya, dijelaskan jika Syekh Abdul Syakur Banten itu mengajar seorang muridnya yang bernama Abdul Mu’min, anak dari Syekh Saifuddin Banten, yang bermukim di kampung Angka (Angke?). Syekh Abdul Syakur juga disebut telah memberi ijazah dan talqin bacaan do’a dan wirid kepada Abdul Mu’min tersebut. Tertulis di sana:
مك اي مورك اي كفد مريدڽ عبد المؤمن انقڽ توان شيخ شايف الدين بنتان ديدالم كمفڠ اڠكا جوا. مك ممري اجاجه شيخ عبد الشكور ايت كفد عبد المؤمن يڠ هين يڠ باڽق دوساڽ كفد الله تتاو مهندكي جوا كفد امفون الله، يڠ سديكة علموڽ تتا(ف) مڠهندكي كفد برتمبه٢ علموڽ
(Maka ia muruk ia kepada muridnya Abdul Mu’min anaknya Tuan Syekh Saifuddin Bantan di dalam kampung Angka jua. Maka memeri ijazah Syekh Abdul Syakur itu kepada Abdul Mu’min yang hina yang banyak dosanya kepada Allah tetapi mehendaki jua ampun Allah, yang sedikit ilmunya tetapi menghendaki kepada bertambah-tambah ilmunya)
Adapun di antara sebahagian bacaan do’a dan wirid yang diijazahkan oleh Syekh Abdul Syakur kepada Abdul Mu’min, adalah do’a dan wirid yang dibaca setelah selesai melaksanakan shalat lima waktu. Do’a dan wirid tersebut adalah:
يڠدباچ ديدلم تيف٢ كمدين سلاسي درفد سمبهيڠ ليم وقت يڠ دسورهكن اوله شيخ كيت عبد الشكور بنتان اينله اداڽ. يڠ فرتام ممباچ “قل هو الله” سفول كال. دان ممباچ “قل أعوذ برب الفلق” دان “قل أعوذ برب الناس” سكال٢ دان ممباچ فاتح توج كال دان ممباچ صلوة سفول كال. انيله لفظڽ “اللهم صل على سيدنا محمد عبدك ورسولك النبي الأمي وعلى آله وصحبه وبارك وسلم عدد خلق الله بدوام الله”. مك لال ممباچ “أستغفر الله العظيم” سفول كال. كمدين ممباچ “سبحان الله” سفول كال. كمدين ممباچ “الحمد لله” سفول كال. كمدين ممباچ “الله أكبر” سفول كال. كمدين ممباچ ذكر “لا إله إلا الله محمد رسول الله” سفول كال …
(Yang dibaca di dalam tiap-tiap kemudian selasai daripada sembahyang lima waktu, yang disurahkan oleh Syekh kita Abdul Syakur Bantan inilah adanya. Yang pertama, membaca “qul huwallâhu ahad” sepulu kali, dan membaca “qul a’ûdzu bi rabbil falaq” dan “qul a’ûdzu bi rabbin nâs” sekali sekali, dan membaca “fatiha[h]” tuju kali, dan membaca shalawat sepulu kali. Inilah lafaznya: “allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ Muhammad ‘abdika wa rasûlika-n nabiyyi-l ummiyyi wa ‘alâ âlihi wa shahbihi wa bârik wa sallim ‘adada khalqallâh bi dawâmillâh”. Maka lalu membaca “astaghfirullâh-al ‘azhîm” sepulu kali, kemudian membaca “subhânallâh” sepulu kali, kemudian membaca “alhamdulillâh” sepulu kali, kemudian membaca “allâhu akbar” sepulu kali, kemudian membaca dzikir “lâ ilâha illallâh Muhammad-ur rasûlullâh” sepulu kali …)
* * * * *
Keberadaan manuskrip ini, yang tersimpan di Mindanao fi Filipina Selatan, dan berisi bacaan do’a dan wirid yang diriwatkan oleh Abdul Mu’min dari Syekh Abdul Syakur Banten, memberikan kita tambahan informasi yang amat berharga terkait “jaringan ulama Banten-Tatar Sunda dan Mindanao” yang selama ini menjadi wilayah kajian yang terlupakan.
Prof. Oman Fathurrahman dalam artikelnya yang berjudul “Aceh, Banten dan Mindanao” (terbit di Republika, Jumat, 8 Maret 2012) mengatakan bahwa sejauh ini, Jaringan Ulama Azyumardi Azra (1994) dianggap sebagai kajian terlengkap saling silang hubungan keilmuan antar ulama Melayu-Nusantara dengan Haramayn (Timur Tengah). Tapi, keterlibatan ulama Melayu-Mindanao ternyata masih luput dari pengamatannya, mungkin karena sulitnya akses terhadap khazanah naskah Melayu di wilayah konflik ini.
Padahal, ulama Melayu-Mindanao dan peninggalan warisan tertulisnya yang berupa manuskrip, terbilang sangat penting dan kaya dan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dari narasi besar sejarah peradaban Islam di kawasan Nusantara.
Salah satu bukti akan adanya jaringan keilmuan dan keulamaan yang melibatkan Mindanao dan wilayah Nusantara lainnya ini adalah keberadaan manuskrip bernomor kode ML 361 koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) Jakarta. Manuskrip tersebut berjudul “Bidâyah al-Mubtadî ‘alâ ‘Aqîdah al-Muhtadî” dan dikarang oleh seorang ulama Mindanao yang bermukim di Aceh, bernama Syekh Abdul Majid al-Mindanaui. Karya tersebut diselesaikan pada 6 Rajab masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah (memerintah 1767-1787 M).
Dalam bukunya yang lain yang berjudul “Shattariyah Silsilah in Aceh, Java, and the Lanao area of Mindanao” (Tokyo: Research Institute for Languages and Cultures of Asia and Africa, Tokyo University of Foreign Studies, 2016, hal. 93-105), Prof. Oman juga menginformasikan koneksi Mindanao dengan Banten melalui jaringan Tarekat Syathariah. Terdapat beberapa orang ulama yang menjadi mursyid Tarekat Syathariah di Mindanao yang merupakan murid dari ulama Cianjur-Banten abad ke-18 M, yaitu Syekh Abdullah b. Abdul Qahhar al-Bantanî.
Sosok Syekh Abdullah b. Abdul Qahhar al-Bantanî, yang namanya disebut dalam silsilah Tarekat Syathariah di Mindanao, adalah salah satu tokoh penting yang memiliki peran signifikan dalam sejarah penyebaran ajaran tasawuf di wilayah Banten, Priangan dan Cirebon pada abad ke-18 M, selain sosok Syekh Abdul Muhyi Pamijahan (w. 1730 M).
* * * * *
Saya juga mendapatkan sebuah kopian manuskrip yang berasal dari Jasinga (Bogor) pada awad abad ke-19 M yang berisi genealogi intelektual (silsilah) Tarekat Syathariah jalur periwayatan Syekh Abdul Syakur Banten.
Manuskrip tersebut tersimpan pada keluarga saudara Agung Firmansyah Agung Firmansyah, alumni Program Pascasarjana Magister FIN UNUSIA Jakarta. Kolofon di dalam naskah menunjukkan bahwa salah satu teks pada naskah tersebut selesai ditulis pada hari Rabu, 27 Hapit (Dzulqa’dah) 1231 Hijri (19 Oktober 1816 Masehi).
Penggalan silsilah Syekh Abdul Syakur sebagaimana termaktub dalam manuskrip “Jasinga” tersebut adalah sebagai berikut:
ذكر شطارية سكڠ شيخ عبد الشكور قدس الله سره العزيز … شيخ محمد قشاشي لن اي ايك امورك اي مارڠ شيخ ملا إبراهيم لن اي ايك امورك اي مارڠ شيخ عبد الشكور لن اي ايك امورك اي مارڠ شيخ عبد المحي لن اي ايك امورك اي مارڠ ڤتراني كڠ اوست شيخ عبد الشكور لن اي ايك امورك اي مارڠ كياهي مس عارف اڠ جاسڠا ديساني …
(Dzikir Syathâriah saking Syekh Abdul Syakur qaddasallâhu sirrahu al-‘azîz … Syekh Ahmad al-Qusyâsyî, lan ia iku amuruk ia maring Syekh Mullâ Ibrâhîm, lan ia iku amuruk ia maring Syekh Abdul Syakur [Banten], lan ia iku amuruk ia maring Syekh Abdul Muhyi [Pamijahan], lan ia iku amuruk ia maring putrane kang awasta Syekh Abdul Syakur [Pamijahan], lan ia iku amuruk ia maring Kiai Mas Arif ing Jasinga [Bogor] desane …//Dzikir Syathariah dari Syekh Abdul Syakur qaddasallâhu sirrahu al-‘azîz … Syekh Ahmad al-Qusyâsyî, dan ia mengajar kepada Syekh Mullâ Ibrâhim, dan ia mengajar kepada Syekh Abdul Syakur [Banten], dan ia mengajar kepada Syekh Abdul Muhyi [Pamijahan], dan ia mengajar kepada anaknya yang bernama Syekh Abdul Syakur [Pamijahan], dan ia mengajar kepada Kiyai Mas Arif di Jasinga [Bogor] desanya …)
Keberadaan silsilah Tarekat Syathariah jalur Syekh Abdul Syakur Banten yang kemudian diriwayatkan oleh Syekh Abdul Muhyi Pamijahan sebagai muridnya tentu sangat menarik. Hal ini karena hampir semua silsilah Tarekat Syathariah yang diriwayatkan oleh Syekh Abdul Muhyi Pamijahan berasal dari gurunya yang lain, yaitu Syekh Abdul Rauf Singkel Aceh.
Wallahu A’lam
Sukabumi, 3 Muharram 1443 Hijri
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban