Mengenang Gus Dur Pada Haul ke-11 dan Harlah NU ke 95M/98H
Oleh: Wan Sanusi
Gus Dur adalah sosok idola bagi kalangan kaum moderat, pluraris, dan hu- manis, baik di kalangan internal NU, non NU, maupun non muslim. Pemikiran beliau yang jauh melampaui batas pemikiran masyarakat di masanya.
Saya adalah salah seorang penggemar, penyinta, dan yang mengidolakan beliau semenjak saya mengenalnya, dan saya sangat dekat dengan bilau secara batin, walaupun beliau sendiri tidak mengenal saya. Bukti kecintaan saya ialah saya memberikan nama anak kedua ‘Muhammad Abdurrahman’ sebagai tafa-ul pada nama besar beliau.
Saya mengenal Gus Dur semenjak masuk di PMII, tahun 1979. Saya sering membaca artikel beliau di Koran Pelita, (kalau tak salah) dan di Buletin Warta NU. Lebih simpati lagi saat Gus Dur diuber oleh gerombolan Orba di bawah pa Harto, beliau membentuk Fordem bersama tokoh-tokoh demokrasi saat itu.
Saya baru mengenal beliau dari dekat saat Muktamar NU Cipasung yang sehari sebelumnya diselenggarakan pertemuan JQH sebagai serangkain acara muktamar di Pesantren Almusaddadiyah Garut. Beliau memberikan sambutan sekaligus pengarahan pada acara tersebut.
Ada cibiran dari bupati Garut saat itu, katanya Gus Dur itu bukan ulama, tidak bisa ngaji, demikian disampaikan oleh salah seorang sahabat PMII. Gus Dur menjelaskan Alquran; sejarahnya, para ulamanya, ahli tafsir, dan sejumlah hal yang berkaitan dengan Alquran dengan sangat rinci. Si bupati yang nyinyir tadi ternyata dibuat kagum oleh beliau.
Pertemuan berikutnya di arena Muktamar, photo bersama sahabat-sahabat PMII, GP Ansor dan para simpatisan Gus Dur, bahkan diliput dan disiarkan oleh salah satu TV swasta nasional. Saya hadir di Cipasung bukan sebagai peserta, hanya penggembira, Romli biasa, tapi saya punya andil yang lumayan untuk kemenangan Gus Dur di Muktamar tersebut. Karena suasana sangat ketat, tidak bisa berbuat apa-apa, hanya berdiam seharian di kamar tempat perserta PCNU Kabupaten Garut menginap.
Saat itu sebagian besar PCNU Jawa Barat sudah diboking sama penguasa untuk memenangkan Abu Hasan sebagai rival utama Gus Dur. Saya terus menerus mempengaruhi pengurus PCNU Garut agar tetap konsekuen memilih Gus Dur dengan argumentasi yang dapat dipahami, dan alhamdulillah Alloh memberikan pertolongan-Nya, sehingga Rois Syuriah sendiri yang mempengaruhi Cabang lain, dan beliau sendiri yang melakukan pencoblosan kartu suara.
Alhamdulillah Gus Dur mengungguli Abu Hasan dalam pemilihan ketua, dan uforia kemenangan dipertontonkan oleh para pemilih Gus Dur di ruang sidang, namun di ruang ganti aula ada sekelompok generasi muda sedang berkerumun, dan ternyata yang dikerumuni adalah seorang Kiyai karismatik yang sangat menyayangi Gus Dur, beliau adalah Mbah Lim ( Kiyai Muslim Rifa’i) ulama yang memiliki khowarik dari Klaten, keturunan Banten. Saking senangnya beliau hingga kopiah yang beliau pakai hilang entah di mana. Akhirnya beliau meminta kopiah ganti, Drs. Mukowam, mantan ketua Korcab PMII Jateng, beliau menyodorkan kopiahnya dan ternyata kegedean, kemudian saya mencoba memberikan kopiah satu-satunya, alhamdulillah pas. Selang beberapa tahun, saya ziarah ke rumah beliau dan saya ceritakan soal kopiah tadi, beliau manggut-manggut dan tersenyum.
Pertemuan berikutnya di Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo, yang sekarang dipimpin oleh Kiyai Mutawakkil ‘alallooh, ketua PWNU Jatim dalam rangka Musyawarah Nasional RMI, saya hadir sebagai Sekretaris mendampingi Ketua RMI Cabang Garut. Pada pertemuan tersebut hadir Bapak BJ Habibi untuk meminta dukungan NU dalam pencalonan presiden, pada SU MPR 1998 jika pak Harto tidak mencalonkan. Alhamdulillah Beliau terpilih jadi Wapres, kemudian Presiden menggantikan pak Harto. Ini mungkin barokah Alloh melalui NU.
Gus Dur pada pertemuan tersebut memberikan sambutan dan pengarahan, di antaranya :
- Pertama menyoal kerusuhan di kantong NU, Situbondo. Beliau menjelaskan kasus tersebut dan menerangkan pula tentang agama Nasrani. Beliau me- nyerukan agar tetap memelihara persa tuan dan kesatuan dalam rangka menja- ga dan memperkokoh NKRI.
- Kedua, soal protes rakyat Madura mengenai pembangunan jalan tol dan jembatan Suramadu. Beliau menjelas – kan hasil penelitian orang Barat, bahwa di bawah pulau Madura terdapat sumber enerji terbesar di dunia. Jika sampai waktunya nanti dibangun, maka rakyat Madura harus berperan aktif, jangan seperti rakyat Banten hanya berperan sebagai penonton, sementara sektor-sektor pruduksi dikuasai orang lain.
Solusinya adalah harus ada perjanjian dengan pengelola perusahaan, dimana masyarakat Madura harus meminta didirikan lembaga pendidikan dari TK sampai PT, khusus bagi rakyat Madura, yang nantinya akan berperan sebagai pengelola perusahaan. Di samping itu, penataan Pantura agar dimanfaatkan oleh masyarakat lokal, tidak dikuasai pihak luar. - Ketiaga masalah ekonomi biaya tinggi (hight cost economy). Beliau mengibaratkan sebuah Tang produksi Cina, saat itu dijual dengan harga Rp. 2.500,- jika diproduksi di Indonesia, maka biaya produksi akan menghabiskan Rp. 5.000,-berapa kita harus menjual, dan itu tidak akan laku. Mengapa biaya produksi sampai Rp. 5.000,-?. Ini disebabkan karena banyak biaya siluman; biaya uang jabatan, mulai dari RT, RW, Kepala Desa, sampai pemerintah tingkat tinggi, belum lagi biaya preman, dsb. Dan ini terbukti ketika produksi pesawat terbang Nurtanio kurang laku, karena ter lalu mahal.
- Keempat, saya tidak mengira bahwa Gus Dur adalah seorang pembimbing penyusunan Tesis, Desertasi. Ternyata beliau sangat lengkap dengan ilmu. Beliau mengatakan, “Di rumah saya sekarang ada 15 tesis mahasiswa dari luar negeri yang minta pertimbangan saya”. Informasi yang terpercaya bahwa jika Tesis/Desertasi sudah ditandatangani oleh Gus Dur, itu tidak diragukan, kepastian lulus sangat besar.
Selanjutnya, setelah itu saya tidak bertemu lagi secara fisik dengan Gus Dur, tapi secara batin sering bertemu dengan beliau lewat mimpi-mimpi; ada mimpi berkaitan langsung dengan Gus Dur, ada pula mimpi terkait politik. Mimpi perta ma ada sebuah kereta tua (si Gomar) dengan beberapa gerbong, terguling di jembatan dekat rumah, semua penumpang tumpah dan meninggal di lereng jembatan tersebut tertimbun oleh semacam aspal, residu yang sangat panas yang tumpah dari lok kereta.
Anehnya beberapa saat setelah itu, orang yang sudah tertimbun residu mereka muncul kembali, hidup tapi warnanya merah semua. Saya kaget dan teringat ceramah seorang Kiyai yang mengibaratkan politik setelah Pemilu 1971. Beliau mengibaratkan bahwa NU ibarat Bus, penumpangya banyak, biasanya kelas ekonomi menengah. Sedangkan Golkar diibaratkan kereta api, banyak penumpang dari berbagai kalangan. Ingat hal tersebut, saya langsung menafsirkan impian tersebut bahwa ke depan Golkar akan hancur dan PDI menggantikannya. Benar, kan…?
Mimpi selanjutnya, ketika pemilu pertama di era Reformasi telah selesai, maka terjadilah pilpres, dan Gus Dur terpilih sebagai presiden melalui Poros Tengah. Beberapa hari sebelum itu saya bermimpi datang ke rumah Gus Dur. Beliau duduk di kursi singgasana, di samping sebelah kanan, duduklah bersimpuh Ibu Mega, sementara yang lainnya duduk di lantai. Saya datang mau jabatan tangan dengan Gus Dur, tangan beliau memanjang menyambut tangan saya. Berita ini saya sampaikan kepada teman-teman, bahwa yang akan jadi presiden adalah Gus Dur dan wakilnya Bu Mega. Mereka malah menertawakan, tapi itu menjadi kenyataan.
Setelah Gus Dur lengser keprabon ada konflik internal di PKB Garut sampai ke pusat. Saat itu beliau menjabat Ketua Dewan Syuro. Beliau datang ke Garut langsung ke rumah ketua Dewan Syuro PKB Kab. Garut untuk klarifikasi.
Malam sebelum kedatangan Gus Dur ke rumah K.H.M Nuh Addawami (Rois Syuriyah PWNU), yang saat itu beliau menjabat Ketua Dewan Syuro PKB Kanupaten Garut, saya mimpi lagi bertemu Gus Dur di jalan kereta, seratus meter dari tempat tergulingnya kereta di mimpi tadi, namun jalan tersebut ditata rapih, kiri kanan dipagar bambu setinggi 80 cm. Saya bersalaman dan bertanya:
“Mau ke mana Gus?”. “Mau ke Kiyai”, jawab beliau singkat sambil mengajak saya ikut ke rumah Kiyai.
“Nggak Gus saya mau istirahat”, jawab saya sambil pulang ke rumah.
Malam harinya anak-anak, keponakan saya pada negur, “Mang, tadi sore ada Gus Dur ke sini!” “Ha, Gus Dur, ada apa, kenapa tidak kasih tahu?”, Saya agak marah sama mereka. “Nggak apa, soalnya tadi malam sudah ketemu dalam mimpi”, saya jawab sekedar menghibur rasa kecewa.
Masih banyak mimpi-mimpi sama beliau sebelum wafat. Namun setelah wafat hingga tahun 2019 saya tidak pernah bertemu lagi dalam mimpi, mungkin beliau terlalu sibuk melayani para peziarah yang tak ada hentinya, yang jelas beliau lagi merasakan kenikmatan kubur sebagai rohmat Alloh atas segala amal sholeh yang beliau lakukan. Menyadari hal tersebut, saya sering mengeluh kepada Yang Maha Kuasa, mengapa tidak dipertemukan lagi dengannya. Alhamdulillah di tahun 2020 sudah tiga kali bertemu lagi dalam mimpi-mimpi, salah satunya Beliau menanyakan putera saya yang diberi nama “Muhammad Abdirrahman”, sayang anak saya belum bisa menemuinya.
Itulah kisah saya bersama Gus Dur di alam nyata dan alam mimpi. Saya merasa senang dan bangga dengan Sang Waliyulloh, Gus Dur walau dekat hanya di alam batin. Semoga pemikiran- pemikiran Beliau menjadi kenyataan bagi kebangkitan Islam di dunia melalui Nahdlatul Ulama, Aamiin…!
Di Haul beliau yang ke 11, tahun 2020, semoga Alloh swt memaafkan dan mengampuni segala kealfaan dan dosa-dosanya jika ada, menyirami dengan rahmat dan penuh kasih sayang di alam kuburnya, semoga beliau Ahli sorga dan Ahli syafaat bagi keluarga, kerabat dan para pengikut, penyinta beliau, khususnya warga Jam’iyyah Nahdlatul Ulama sepanjang masa.
Di Harlah ke 95M/98H, semoga Alloh swt senantiasa memberkahi Nahdlatul Ulama dan warganya. NKRI tetap jaya dan abadi bersamanya. Jam’iyyah dan Jamaah Nahdlatul Ulama semoga tetap tegar dalam menghadapi berbagai rintangan dan gangguan.
Baarokalloohu fii umriki…!!!
Aamiin…Aamiin…Aamiin…!!!