Menuju 1 Abad NU Kita Bersatu Menjaga Negeri
NU merupakan organisasi massa Islam, yang memiliki kekuatan besar dalam mengawal negeri ini, hingga setiap aral yang melintang, cobaan yang menghadang perjalanan negeri, yang bernama NKRI ini, bila ganjalannya datang dari umat Islam yang merongrong negerinya, mereka akan berhadapan langsung dengan kekuatan NU, yang keberadaannya sebagai pengawal dan penjaga negeri ini.
Tak ayal, ketika peristiwa pemberontakan pertama PKI di Madiun, 18 September 1948, yang di ketuai, Amir Sjarifuddin dan Muso, dan peristiwa perongrongan PKI lainnya, 30 September 1965, yang diketuai DN Aidit, yang sebagian besar anggota nya, banyak terdapat muslim yang sudah disesatkan oleh faham komunis, otomatis NU berhadapan dengan para perongrong NKRI itu.
Hingga mereka beberapa kali melawan dan hendak memberontak, mengkudeta, dan ingin mengambil alih pemerintahan, maka NU bersama TNI, menjadi dua pilar kekuatan yang padu di pulau Jawa, yang akhirnya mampu melumpuhkan ambisi mereka merebut pemerintahan.
Begitupun pada peristiwa DI/TII, 17 Agustus tahun 1949, di bawah pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, Para Khyai NU, bersama TNI bahu membahu menumpas kekejian mereka, yang berlangsung terus terrornya, di wilayah Jawa Barat, di daerah Kuningan, Majalengka, Tasikmalaya, Ciamis dan Garut.
Sedang di wilayah Jawa Tengah terror DI/TII di pimpin oleh Amir Fatah dan Mahfudz Abdurachman (Kyai Somalangu). Sedangkan di Sulawesi Selatan di pimpin oleh Kahar Muzakar mulai tahun 1950 hingga 1962. dan terus menyebar di wilayah lainnya.
Hingga untuk di Jawa Barat sendiri, peristiwa spektakuler dalam memerangi dan menghadang langsung para pasukan gunung DI/TII ini, sampai harus melakukan pagar betis, di beberapa gunung, hanya untuk menangkap para anggota DI/TII yang bersembunyi di ketinggian gunung Ciremai yang ada di wilayah Kuningan, dan kabupaten Majalengka, kemudian di gunung Galunggung di wilayah Tasikmalaya, dan akhirnya, Kartosuwiryo pada 4 Juni 1962, ditangkap di gunung Geber, Majalaya Kabupaten Bandung,Jawa Barat.
Para benalu, penghianat negeri ini, mereka sangat faham, siapa yang bisa dipengaruhi, dan di jadikan alat kepanjangan tangan mereka.
Hal ini, karena ikatan yang kuat, membawa isme agama, untuk dijadikan alat politik dalam ranah yang membenturkan, agama dan negara, utamanya ketika negara di katakan, tidak menerapkan syariat Islam maka pantas di perangi.
Nahdlatul ulama sebagai sebuah organisasi besar, yang akan menuju usia genap satu abad tanggal 7 Februari 2023 ke depan, akan lebih siap menghadapi para perongrong negara, walau mereka, bersembunyi, menyamar, dalam kemasan tampilan yang sama dengan kita yang muslim.
Ciri mereka yang tidak mensyukuri nikmat bernegara ini, selalu menghembuskan keinginannya, dalam merubah bentuk negara, dan selalu mencari cara agar negeri ini chaos, panik, dan kacau.
Mereka para oknum pemuka agama khususnya Islam, selalu mencari cara bersebrangan dengan NU, dengan para tokoh utama pemegang kendali organisasi besar ini, di mulai dari ketua PBNU pertama yang mereka musuhi, hingga ketua PB NU yang sekarang di tangan Gus Yahya.
Dan ini yang harusnya kita warga Nahdliyin, NU waspadai, mereka seagama, sewarna kulit, satu bahasa, dan satu daerah pula dengan kita, namun pikirannya, niatnya, dan semangatnya selalu ada untuk membokongi, dan menghianati negerinya sendiri.
Maka tak salah jika Soekarno presiden Indonesia pertama menyatakan bahwa, , “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”.
Pencarian jati diri para pemuda-pemudi dalam mencari bentuk Islam yang kaffah, menyeluruh, tidak setengah setengah, mudah sekali merasuki pemuda, pemudi Islam yang sedang dalam proses pencarian jatidirinya, dan itu potensial di belokan pemahamannya oleh kelompok perongrongan negeri ini.
Hingga yang terjadi mereka mabuk agama, terdokrin, dan sulit meninggalkan komunitas mereka, karena ketatnya pengawasan yang kadang membuat mereka putus asa, dan hampir gila sendiri, dan itu di rasa, setelahnya mereka tersadar, bahwa mereka telah salah jalan, dalam mengambil gerakan nya.
Seperti ketika mereka, para pemuda ini terjebak masuk kelompok yang selalu merongrong negeri ini, dalam pergerakannya, semisal, HTI, NII KW -9, JI, FPI, 212, dan kelompok sempalan lainnya yang membuat otak kritis sebagai manusia yang disempurnakan Allah, bablas jadi tumpul, dan mereka bak boneka, yang bisa di setir untuk bisa digerakan melakukan apapun, tanpa mereka bisa berpikir mendalam, baik buruknya, dan untung ruginya.
Hingga akhirnya mereka gampang di selewengkan, mudah di hasut, dan jadi benalu bagi Negeri tercinta ini, bahkan mampu menghancurkan diri mereka, dengan jadi martir untuk bom bunuh diri, yang mereka anggap itu sebagai jalan jihad.
Sekarang, ketika Usia NU nanti akan genap satu abad, kita semua warga Nahdliyin harus segera tersadar.
Kita jangan sampai kecolongan dan gagal faham lagi, saat suatu kejadian yang baru, yang belum ada sebagai refrensi kita dalam menghadapi suatu pergerakan, perongrongan yang kreatif dan masif dari lawan NU, yang bermaksud dan bertujuan mengacaukan negeri ini, lantas kita tak bisa sikapi secara spontan…ini jangan sampai terjadi kembali !
Kita jangan gagap, dan gagal faham, atau sampai ragu, dan malu ada di barisan NU. Ini terjadi pada peristiwa 212, bahkan ada macan-macan NU, yang tak sadar mereka ikut jadi corong dan pembela gerakan ini pada awalnya, hingga akhirnya tersadar, ia terhidayahi, bahwa ia telah tertipu, dan masuk perangkap ada dalam barisan mereka, dan setelah kembali kesadaran dirinya ada, ia bergegas kembali masuk dalam barisan pendekar NU, Alhamdulillah.
NU Kita sudah sarat pengalaman, dihujat, dicaci, disalahkan, dan di anggap anjing penjaga penguasa, sudah tak asing di telinga kita.
Yang ada dari kesadaran kita dalam menyongsong satu abad Nahdatul Ulama ke depan.
Wajib insting kepekaan kita dalam menjaga NKRI terus kita pasang.
Semangat kita, dalam merangkul teman yang salah jalan, itu wajib kita lakukan, karena mereka itu pun, adalah saudara kita yang sedang lupa, dan tak faham arah yang lurus.
Kader NU, pengurus NU, harus mampu menunjukan teladan. Jauhi blunder, dan terbaca sikap aslinya yang hanya memanfaatkan NU ini.
Ikhlaslah bergerak, dan jadilah wasilah datangnya kebaikan. Jangan memanfaatkan NU, karena akan kualat pada akhirnya.
Jadilah corong kebaikan yang masif, terus mengajak dalam kebaikan-kebaikan dan kemaslahatan diri.
Bantu Negara, dan negeri ini, dalam mengikis manusia-manusia yang harus di ingatkan dan disadarkan pemahamannya.
Atas upaya kita semua seperti di atas, insyaallah kita akan menjadi satu kekuatan besar bagi Bangsa ini.
Yang dengan itu, rasa syukur kita semua memiliki negara yang indah ini, menjadi rasa syukur bersama untuk selalu menjaga Negerinya, hingga kedamaian, kesejahteraan mampu kita raih secara penuh dengan keberkahan dan atas ridhoNya.
Alhamdulillah.
Bambang Melga Suprayogi M.Sn
Ketua LTN NU kab Bandung