SARUNGAN DAN SPIRIT NASIONALISME
Andri Nurjaman, S. Hum. – Sarung telah menjadi memacam identitas bagi kalangan santri, di dunia pesantren, santri dalam melakukan aktifitasnya selalu memakai sarung terlebih dalam kegiatan pengajian. Ada yang mengatakan bahwa kata sarung berasal dari kata “syar’i” artinya syariat, dalam hal ini adalah syariat atau aturan Islam, dari kata syar’i tersebut bentuk masdarnya adalah syarun dan akhirnya menjadi kata sarung.
Dalam beberapa catatan informasi bahwa sarung dibawa dan diperkenalkan di Nusantara adalah melalui saudagar atau pedagang yang berasal dari Arab dan Gujarat India, komunitas pedagang muslim tersebut adalah komunitas yang membawa dan menyebarkan Islam di Indonesia sambil berdagang, sarung adalah salah satu barang dagangan dan barang yang dipakai oleh saudagar muslim tersebut, hal ini terjadi sekitar abad ke 14 dan seiring berkembangnya zaman dan meluasnya Islam di Nusantara sarung telah menjadi kebudayaan Islam di Indonesia.
Namun ada juga catatan literatur yang menyebutkan bahwa sarung berasal dari negeri Yaman, di Yaman sendiri sarung disebut dengan futah. Sebagian para ahli juga menyebutkan bahwa sarung berasal dari kebudayaan ajaran budhisme. Terlepas dari berbagai asumsi mengenai asal-muasal sarung, yang jelas bagi kalangan muslim tradisional, sarung telah melekat begitu lama dalam tradisi, kebudayaan bahkan peradaban Islam di Indonesia.
Salah satu elemen paling menonjol dari Islam tradisional di Indonesia yang erat memakai sarung atau disebut kaum sarungan adalah santri. Pada masa penjajahan di Indonesia baik kolonialisme dan imperialisme Belanda ataupun Jepang, sarung merupakan simbol dari gerakan perlawanan kaum santri. Mereka para santri menentang terhadap datangnya kebudayaan dan tradisi barat di Indonesia dan agama yang dibawa oleh penjajah. Mereka para santri juga melakukan perlawanan terhadap praktek penjajahan secara ekonomi dan politik, santri-santri sarungan inilah yang siap menyambung nyawa untuk merdeka dan terbebas dari cengkaraman penjajah dan segala bentuk penjajahannya.
Kyai yang menjadi pemimpin para santri pada masa-masa revolusi fisik tidak hanya sebagai sosok pemimpin keagamaan namun juga sebagai sosok pemimpin dalam perlawanan kepada penjajah dan pesantren sebagai markas dalam menyusun strategi perlawanan tersebut. Kyai, santri dan pesantren merupakan semacam banteng aqidah umat Islam dalam menyelamatkan umat dan generasi kedepan dari invansi dan misi agama yang dilakukan oleh penjajah. Kyai, santri dan pesantren juga merupakan banteng bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia untuk terbebas dari invansi politik dan ekonomi kaum penjajah yang nyata-nyata telah melahirkan penderitaan bagi rakyat Indonesia.
Meletusnya resolusi jihad pada tanggal 22 Oktober 1945, KH Hasyim Asy’ari megeluarkan fatwa bahwa membela tanah air hukumnya wajib bagi setiap individu, pada masa itu santri dengan gagah berani mengusir penjajah dari bumi Nusantara dengan melakukan revolusi fisik. Dari sejak saat itulah nasionalisme seorang sanntri lahir, bahwa santri siap menjaga kedamaian dan keanekaragaman di Indonesia, bahwa santri siap untuk menjadi agen peradaban Islam di Indonesia yang ramah dan toleran, santri siap untuk amar ma’ruf bil ma’ruf dan nahyil mungkar bil ma’ruf, dan santri siap menjaga keutuhan negeri Indonesia ini dari siapa saja yang ingin memecah belah bangsa dan negara.
Nasionalisme santri adalah mereka yang mempunyai kesadaran bahwa mereka hidup menghirup oksigen di udara Indonesia, mereka hidup meminum air di airnya Indonesia, mereka hidup dan beraktifitas di atas tanah, tanah Indonesia, bahkan mereka akan mati diselimuti dengan tanah Indonesia yang sejuk. Inilah konsep tanah air nasionalisme seorang santri. Oleh karena itu nasionalisme santri pada hari ini bukan perang melawan penjajah, nasionalisme santri hari ini adalah perang melawan kebodohan dan kemiskinan, umat Islam lebih-lebih santri harus memiliki dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan sains, ilmu agama Islam harus menjadi basic utama dalam tubuh santri, ilmu pengetahuan dan sains harus menjadi keutamaan santri dalam upaya bersaing dengan bangsa barat. Santri juga harus melawan kemiskinan, karena dengan kemiskinan iman umat Islam akan gampang goyah, maka dengan mengembangkan ekonomi umat, Islam akan jaya, santri akan menjadi simbol peradaban kejayaan Islam di Indonesia, kejayaan Islam akan lahir dan terbit dari sebelah timur yaitu Indonesia dan santri adalah stakeholdernya.
(Wallahu ‘alam)