Suara Gus Yahya Menggelegar Saat Sambutan Satu Abad NU, NU Manut PBNU, Bertekad Menjaga NU dan NKRI
Nurul Azizah – Selamat kepada semua warga Nahdliyin beserta PBNU dan seluruh jajaran kepengurusannya dari tingkat atas sampai bawah, atas terselenggaranya resepsi peringatan Satu Abad NU 16 Rajab 1344 H – 16 Rajab 1444 H.
Peringatan Satu Abad NU sangat meriah tidak seperti biasanya. Yang hanya pengajian, yasinan, tahlilan, doa bersama kemudian potong tumpeng. Makan bareng sama kiai, bercengkrama, dan berdiskusi tentang apa saja antara jamaah dengan kiai kadang sampai pagi. Tetapi perayaan hari lahir NU ke-100 benar-benar mewah dan penuh sentuhan enterpeneursip. Ada nilai jual dari perayaan Satu Abad NU. Tangan dingin Bapak Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyihir perhelatan Satu Abad NU menjadi salah satu Maha Karya yang luar biasa. Dibuat resepsi, istilah ini warga NU pasti bertanya-tanya. Kok bukan peringatan Satu Abad NU, tapi di depannya ditambahi kata ‘Resepsi’ ini menunjukkan peringatan Satu Abad NU momen bersejarah yang akan dikenang masyarakat Indonesia, warga Nahdliyin seluruh Indonesia bahkan dunia.
Sebelum perhelatan akbar pak Erick Thohir memohon doa restu kepada para kiai, ulama, dan santri para Nahdliyin agar persiapan agenda momen satu abad NU berjalan lancar. Beliau tak lupa mengajak keluarga besar Pondok Pesantren NU untuk bersama merawat keharmonisan antar umat. Mengikat kembali simpul-simpul silaturahmi demi kebaikan seluruh rakyat Indonesia. Ketika restu yang diminta Erick Thohir diberikan oleh para kiai dan santri, maka resepsi perayaan berjalan sukses dan luar biasa. Kata resepsi berbuah manis, ada undangan, ada panggung besar untuk yang punya gawe, ada mimbar khusus untuk berpidato, ada tempat luas untuk para tamu yang hadir, ada konsumsi, ada panggung hiburan, ada pengaman jalannya resepsi. Benar-benar luar biasa. Sekali lagi Penulis menghaturkan selamat ulang tahun untuk NU ke-100, dan selamat memasuki abad ke-2 NU. Tentunya NU terus bebenah untuk menyambut abad ke-2 ini, agar tidak tertinggal dari ormas keagamaan lain. Tetap solid dan terus jaga komunikasi dengan para kiai, agar langkah tidak salah dan mendapatkan restu.
Saat Penulis mendengarkan pidato sambutan dari ketua PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf, awalnya biasa-biasa saja saat menyebut nama Presiden RI, “Pak Jokowi dan Ibu, sugeng rawuh, selamat datang ke abad ke-2 Nahdlatul Ulama,” diiringi tepuk tangan para hadirin. Para kiai para nyai, para ulama selamat datang di abad ke-2 NU, para tamu, para hadirin selamat datang di abad ke-2 NU, kata Gus Yahya dengan lirih.
Kemudian Gus Yahya mengeluarkan suara yang menggelegar kepada sahabat-sahabat Banser. “Banseer, selamat datang di abad ke-2 NU, diikuti pekikan ‘siap’ dari 14.000 banser yang ada di lapangan. Muslimat Fatayat NU, Pagar Nusa, Ishari, Banom-banom, kader-kader NU, selamat datang di abad ke-2 Nahdlatul Ulama, warga NU, pecinta-pecinta NU yang aku cintai, selamat datang di abad ke-2 NU. Indonesia, selamat datang ke-2 NU, dunia selamat datang di abad ke-2 NU. Sontak saja Penulis terhentak bangga dan haru kepada Gus Yahya yang telah mengeluarkan suara yang dahsyat saat memberikan sambutan dan semangat hadirin yang datang.
Penulis pasti terbawa emosi, perasaan haru campur bahagia selalu mengikuti saat mendengarkan pidato Gus Yahya. Bahkan saat menulispun sesekali Penulis mengusap air mata yang tidak terasa mengalir deras di pipi.
Karena penulis tahu apa yang disampaikan oleh Ketua Umum PBNU ini adalah suatu amanat. Amanat kepada semua yang hadir untuk terus berkhidmat kepada Nahdlatul Ulama. Suara lirih yang ditujukan kepada Bapak Presiden dan Ibu Negara, pertanda siapapun yang menjadi Presiden Indonesia dan Ibu Negara tetap berkhidmat pada NU, siapapun pemimpin negeri ini harus berpihak pada NU, karena NU penjaga negeri ini dari sebelum kemerdekaan sampai saat ini NU berusia satu abad. Suara lirik ditujukan kepada kiai, nyai, karena kiai dan bu nyailah masa depan dibebankan di pundaknya. Karena kiai dan nyai adalah panutan umat, pembimbing umat. Terus menjaga marwah NU, terus memberikan ilmu agama dan umum kepada jamaah, terus membimbing jamaah ke jalan kebaikan. Kepada para hadirin Gus Yahya juga menitipkan agar selalu mencintai NU.
Begitu saat sambutan ditujukan kepada Banser, Ansor, Pager Nusa, Muslimat, Fatayat NU, Banom-banom NU, ISHARI NU (Ikatan Seni Hadrah Indonesia NU) begitu menggelegar. Karena para Banser, Ansor, Pager Nusa, Muslimat, Fatayat, Banom-banom, Ishari, IPNU IPPNU serta komponen-kompunen NU lainnya adalah petarung hebat, garda paling depan, pejuang berani mati, yang terus menjaga dan melindungi kiai, nyai dan ulama-ulama NU serta menjaga NKRI. Mereka-merekalah santinya KH. Hasyim Asy’ari yang terus berjuang membela NU dan NKRI tanpa bayaran dan tanpa balas jasa. Karena yang mereka lakukan hanya untuk mendapatkan ridho dari KH. Hasyim Asy’ari untuk dijadikan santrinya dan didoakan husnul khotimah beserta keluarganya.
Gus Yahya juga mengajak para pegiat, pecinta NU dan NKRI terus berkhidmat untuk NU pada abad ke-2 ini. Mengajak juga para warga Nadhliyyin juga terus mengikuti para kiai, bu nyai, serta ulama-ulama dalam melaksanakan amaliyah ajaran NU.
Penulis sangat tertarik untuk menulis sambutan dari Ketua Umum PBNU karena penulis adalah bagian dari keluarga besar NU. Ya berkontribusi secara langsung di lapangan untuk terus melaksanakan amaliyah ajaran NU dan juga ikut menyuarakan NU dan NKRI di Medsos. Dengan harapan Penulis dapat restu dari poro kiai, bu nyai, menjadi santrinya simbah KH Hasyim Asy’ari dan ikut menyuarakan serta berkhidmat kepada Nahdlatul Ulama dan NKRI di abad ke-2 ini.
Nurul Azizah, penulis buku “Muslimat NU Di Sarang Wahabi”