Trusted Flagger : Kerjasama Kemkominfo, Twitter dan Google
Flag adalah layanan yang diberikan oleh media sosial seperti Twitter, Youtube (Google), Facebook dan juga lainnya untuk menandai konten-konten yang melanggar aturan. Berikut ini adalah cara untuk melakukan flag tersebut :
Sedangkan trusted flagger adalah flag khusus yang diberikan layanan media sosial kepada pihak tertentu untuk menandai konten-konten yang tidak pantas untuk kemudian dianalisa dan diputuskan untuk dihapus atau tidak.
Google dan Twitter bersepakat dengan pemerintah Indonesia meningkatkan kualitas layanan mereka dalam menangkal konten negatif yang berseliweran di internet. Para pihak menyepakati pemberlakuan sistem trusted flagger sebagai cara melaporkan dan memberantas konten negatif yang muncul di platform Google dan Twitter.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, trusted flagger merupakan program untuk menandai (flagging) konten negatif yang tidak diperbolehkan di Indonesia. Setiap tanda tersebut dianalisis pihak Google dan Twitter untuk kemudian ditangkal.
“Masyarakat atau siapapun bisa nge-flag bahwa ini masuk konten yang tidak diperbolehkan di Indonesia,” ujar Rudiantara di kantor Kemenkominfo, Jakarta, Jumat (4/8).
Rudiantara hari ini bertemu dengan perwakilan Google dan Twitter di waktu yang terpisah. Google diwakili oleh Director Public Policy & Government Affairs, Southeast Asia and Greater China, Google Asia Pacific, Ann Lavin dan Head of Public Policy and Government Relations Google Indonesia, Shinto Nugroho. Sementara itu, Twitter diwakili Director of Public Policy Asia Pacific, Kathleen Reen.
Rudiantara mengatakan, kerjasama membuat penangkalan konten negatif berproses lebih cepat. Selama ini, pemerintah kesulitan dalam mengatasi konten negatif di layanan milik Google dan Twitter karena memerlukan proses dan waktu yang cukup panjang.
“Sekarang prosesnya masih pakai e-mail, tapi mulai akhir Juli Google beserta Kominfo menerapkan sistem yang namanya disebut trusted flagger program,” ucap Rudiantara.
Direktur Google Asia Pasifik Ann Lavin menuturkan, Google akan bergantung terhadap komunitas dan penggunanya untuk dapat menandai konten negatif. Pasalnya, begitu banyak konten yang terdapat dalam layanan Google.
Ann mencontohkan, di salah satu layanan Google, Youtube, begitu banyak konten video yang diunggah pengguna. Konten tersebut pun menggunakan berbagai macam bahasa.
“Dengan program trusted flagger ini kami akan bekerja lebih dekat lagi dengan kelompok yang telah terlatih untuk bisa menandai konten bermasalah sehingga kami bisa bekerja lebih cepat,” ucap Ann.
Ann mengatakan, Google akan melakukan pelatihan kepada pihak yang diberi otoritas menandai konten negatif (flaggers) untuk memahami syarat dan ketentuan yang diberlakukan. Hal ini dilakukan agar para flaggers dapat membuat keputusan yang tepat ketika melakukan penandaan konten negatif.
“Tapi kami masih akan mengkaji kembali setiap tanda yang dilaporkan mereka,” kata Ann.
Selain trusted flagger, pemerintah juga sepakat menerapkan program legal removal dalam layanan Google. Program tersebut akan diterapkan untuk konten-konten yang memiliki masalah dengan legalitas.
“Mungkin salah satunya dengan penegakkan hukum di Indonesia,” ucap Rudiantara.
Dalam layanan Twitter, pemerintah akan mendapatkan akun khusus untuk melakukan penandaan dalam program trusted flagger. Hal ini dilakukan agar pemerintah mendapatkan prioritas untuk menangkal konten negatif di Twitter.
“Metodenya itu ada flagger-nya. Kami dapat akun khusus melakukan flag,” ucap Direktur Jenderal Aplikasi Teknologi Informatika (Aptika) Kemenkominfo Semuel A Pangerapan.
Program trusted flagger saat ini masih dalam tahap uji coba. Rencananya, program ini akan berjalan efektif pada Oktober atau November 2017.
“Mudah-mudahan lebih cepat. tapi berdasarkan pengalaman Google di tempat-tempat lain (uji coba 3 bulan),” kata Rudiantara.
Sumber utama : Katadata