Asian Games 2018 dan Pelampauan Politik Identitas
Olahraga bukan sekadar menang dan kalah. Melampaui itu. Mengajarkan sportivitas dan kejujuran. Ternyata yang menyatukan politik bipolar capres-cawapres bukan silat lidah, tapi pencak silat.
Jokowi dan Prabowo berangkulan. Harapannya bukan hanya fisik tapi juga jiwanya. Tidak sekedar jasad tapi merembesi sukmanya. Bahwa relasi kemanusiaan jauh di atas segalanya. Politik itu fana, yang abadi adalah silaturahmi. Pilpres hanya lima tahun sekali, tapi pewarisan karakter politik adiluhung akan menjadi pandu yang melintasi ruang waktu.
Pesan simbolik itu tentu saja diharapkan berimbas kepada supertor, simpatisan, tim sukses dan kaum pemilih. Sehingga menjelang pilpres 2019 tidak lagi kita temukan pelintiran kebencian, berkecambahnya hoax, kampanye hitam atau tagar (tanda pagar) yang jauh dari kesantunan.
Asian Games 2018 bukan hanya layak dirayakan karena telah melampaui target medali emas yang dicanangkan, tapi juga menginjeksikan makna penting kejujuran, perkawanan, dan sportivitas dalam hal ihwal.
Jojo dan kawan kawan, terimakasih telah mengorbitkan kegembiraan sekaligus sudah kembali membersitkan kebanggaan sebagai bangsa. Kalian menyatukan yang bersengketa dan memaknai nasionalisme secara nyata dan penuh gempita. O ya, tentang tubuhmu yang kotak-kotak semoga menjadi inspirasi tersembunyi bahwa kita tak boleh tersandera politik identitas kotak-kotak. Selebihnya, biarkan ibu ibu sekejap histeris menjumpai tubuhmu yang berbanding terbalik dengan rupa tubuh suaminya di rumah. Selamat ya. (cmk)
Sumber : watyutink.com