Gus Mus: Jadikan Al-Qur’an Pedoman Hidup dengan Mengkajinya

Rembang, NU Online
Saat ini banyak sekali orang yang menyuarakan ajakan untuk kembali kepada Al-Qur’an. Melihat fenomena ini, pengasuh pondok pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, KH Ahmad Mustofa Bisri atau biasa dikenal dengan sebutan Gus Mus ini menyampaikan pendapatnya mengenai persoalan ini.
Mustasyar PBNU ini menyampaikan pendapatnya di tengah acara tasyakuran khataman ngaji kitab Tafsir Jalalain yang diampu oleh Kiai Syarofuddin Ahad (13/1) lalu. Kegiatan ini diselenggarakan oleh pondok pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang.
Gus Mus menceritakan bahwa dulunya dalam teks iqrar berbunyi wabil qur’ani imaman, namun pada saat ini sudah berubah. “Sekarang diganti jadi wabil qur’ani qiroatan, itu pun hanya dibaca saat ramadlan saja. Padahal aslinya itu jadi imam, jadi pedoman,” ucapnya.
Ia melanjutkan, jika hanya qiraatan atau jadi bacaan saja, maka Al-Qur’an tidak akan bisa menjadi pedoman bagi seseorang.
“Kalau qiraatan saja, ya cuma dibaca saja. Supaya bisa jadi pedoman, ya harus ngaji. Tapi sayangnya sekarang ngaji tidak laku. Tidak gagah dan tidak bisa digunakan untuk mencari pekerjaan,” jelasnya.
Pengasuh Pondok Leteh ini mengatakan, jika ada orang yang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad, namun perilakunya tidak seperti Nabi Muhammad, maka jangan kaget.
“Jangan heran, hal itu karena pegangan Nabi Muhammad itu Al-Qur’anul Karim, sampai beliau dijuluki sebagai Al-Qur’an berjalan. Sebab isi al-Qur’an yang pertama kali menjalankan adalah Nabi Muhammad,” paparnya kepada para hadirin.
Kiai yang pernah mondok di Lirboyo ini berucap jika ada seseorang yang bilang tidak usah pakai kitab maupun percaya kepada kiai, maka bisa dipastikan orang tersebut tidak memahami isi dari Al-Qur’an.
“Makanya jika ada orang yang bilang tidak usah pakai kitab, tidak perlu kiai, langsung saja ke Al-Qur’an, itu bohong. Yang bilang seperti itu disuruh baca Al-Qur’an tidak paham,” jelasnya.
“Saat ini kok ada yang mengaku sebagai penerusnya, namun kepada umatnya sendiri sangat kejam, pasti tidak paham al-Qur’an. Meskipun berkali-kali berucap kembali kepada Al-Qur’an,” lanjutnya.
Di akhir, Gus Mus menjelaskan ciri orang memahami dan suka membaca Al-Qur’an, serta kenal kepada Rasulullah adalah bisa dilihat dari kelakuannya, bukan suka ndalil.
“Kalau ndalil, aku pas ibtidaiyah sudah ndalil. Namanya mahfudhot. Tapi kelakuannya, apakah sama dengan ucapannya atau tidak,” pungkasnya. (Hanan/Fathoni)
Sumber : NU Online
Baca juga resensi buku lainnya :
- Jejak Perjuangan K.H. Ahmad Hanafiah. Kontak pembelian : 0821 1682 5185 (Sandi). Link resensi, klik.
- Gerakan Syiah di Nusantara: Anasir Berimbang Sejarawan Muda. Kontak pembelian : 0852 9477 2060 (Jabar). Link resensi, klik.
- Sejarah Pergerakan Nasional. Kontak pembelian : 0852 9477 2060 (Jabar). Link resensi, klik.
- Historiografi Islam dan Momi Kyoosyutu. Kontak pembelian : 0852 9477 2060 (Jabar). Link resensi, klik.
- Jalan Sunyi dan Rambut Gimbal : Sebuah Interpretasi atas Kehidupan Gus Qomari. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
- Antara Mbah Cholil Baureno dan Bojonegoro. Kontak pembelian : 0895 2851 2664 . Link resensi, klik.
- Konspirasi Yahudi dan Rungkadnya Dinasti Ba’alwi. Kontak pembelian dan bedah buku : 0812 6143 8585. Link resensi, klik.