Islam Nusantara Punya Akar Sejarah Inovasi dan Teknologi
Pakar Teknologi Informasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Basuki Suhardiman berpendapat, munculnya gagasan Islam Nusantara itu perlu disambut baik karena berbicara Islam Nusantara tak akan lepas dari sejarah bangsa, masyarakat dan peradaban nasional.
“Islam Nusantara yang digulirkan Nahdlatul Ulama merupakan momen kita untuk menyadari sejarah yang kita miliki, menggali semangat keislaman di bumi nusantara yang pernah ada di zaman Walisono dan sebelumnya, juga menarik jika dikaitkan dengan sejarah-sejarah Islam di berbagai belahan bangsa lain, termasuk sejarah politik Romawi dan Yunani,” paparnya saat diskusi “Islam Nusantara” di Kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama, Jawa Barat, 30 Juli 2015 lalu.
Basuki yang selama ini bergulat aktif sebagai peneliti di Comlabs ITB, juga dikenal pegiat dalam dunia literasi dan aktif berkegiatan wirausaha pertanian itu ingin menjadikan momen popularnya gagasan Islam-Nusantara pertama-tama sebagai kritik terhadap masyarakat Indonesia yang rendah dalam pengetahuan sejarah.
Kedua, ia sangat berharap bisa menjadi momentum perbaikan pengetahuan sejarah bukan sebatas dihafal tetapi lupa menarik pada nilai (value) sebagai basis gerak aktif masyarakat sehingga masyarakat tidak sekadar mengenal Islam Nusantara dari sisi budaya dan agama, melainkan meluas memberikan penjelasan tentang Islam Nusantara adalah Islam yang memberi rahmat dan berkah, berkontribusi pada upaya kemajuan bangsa melalui ide-ide kreatif, terutama dalam bidang teknologi.
“Saya orang teknik dan membaca sejarah masyarakat tentang teknologi. Pada diskursus Islam Nusantara itu banyak value atau nilai yang dapat dipetik. Kita kaya akan sejarah. Hanya saja karena karena masyarakat kita sangat jarang membaca sehingga kita tidak tahu kekayaan yang kita miliki. Jangankan Walisongo yang sudah 500 tahun. Sejarah 20-50 tahun saja kita tidak tahu, karena memang kita bangsa yang zero naratif nation, bangsa yang minim dari pengetahuan nasional. Level kita urusan membaca paling rendah di dunia, selevel negara Zambia,” terangnya.
Basuki menjelaskan Islam Nusantara juga banyak memberi fakta tentang inovatif dalam teknologi. Kerajaan Islam Demak sangat canggih teknologinya. Pernah Kasultanan Demak memiliki persenjataan yang maju yang lebih maju dari Khilafah Ottoman. Banyak referensi tentang itu, misalnya dari karya-karya Danys Lombard.
“Pada saat Melaka akan jatuh ke tangan Portugis 1511, Kasultanan Aceh sempat minta bantuan ke Khilafah Ottoman, tapi tidak ditanggapi serius. Memang dikirim juga peralatan tapi tidak pernah sampai ke Aceh hingga akhirnya Portugis dan bangsa Eropa menguasai jalur perdagangan ke Nusantara dan memulai ‘penjajahan’,” tuturnya.
Basuki melanjutkan, sejak kekalahan Aceh itu, akhirnya Portugis mampu mengubah pertarungan perebutan jalur perdagangan antara Arab (Ottoman) dengan Eropa. Berlanjut kemudian pada 1596, Belanda pertama kali datang ke Banten karena jalan nya sudah terbuka lebar dengan Malaka yang sepenuhnya dikuasai oleh Portugis.
“Kalau saja Ottoman menjawab serius kesultanan Aceh, mungkin peta di Nusantara berbeda dengan saat ini,” katanya berandai.
Kemudian, Basuki mengambil nilai sejarah dari Islam di Jawa Timur, pada zaman Raden Rahmat, juga muncul inovasi teknologi pertanian baru dengan model pengairan, petak sawah dan seterusnya. Menurutnya, sebelumnya model pertanian zaman Erlangga sudah ada, tetapi dianggap kurang bagus, kemudian oleh Raden Rahmat dimodifikasi secara kreatif dan hasil pertanian lebih maju.
Menurut Basuki, apa yang dipahami tentang dakwah tidak sebatas mengusung kesenian, melainkan juga masuk wilayah gerakan praktis khususnya pertanian.
“Momen saat ini adalah kesempatan yang tepat untuk pertanian, bagaimana pertanian bisa survive misalnya dengan membuat saluran air (irigasi) yang tidak terbuka (tertutup) misalnya dengan menggunakan drip irrigation. Dengan Drip (tetes) irrigation penggunaan air akan lebih bisa dihemat hingga 30 %, bahkan lebih,” jelasnya.
Basuki berkeyakinan, tanpa keberanian menawarkan gagasan baru yang inovatif, setiap bangsa akan hancur. Sebagai contohnya, keruntuhan Majapahit juga akibat mundurnya inovasi. Khilafah Ottoman juga tidak punya legacy (warisan) peradaban yang mengakibatkan bangsa Islam memudar peranannya.
“Kita punya bangsa bernama Indonesia ini juga karena kreativitas ulama, para kiai yang kreatif memadukan gerakan perlawanan dengan spirit Islam melalui seruan jihad. Walisongo sukses membawa Islam menjadi rahmat karena kreatif memodifikasikan, melakukan reengineering dalam dakwah sampai ke level konkret. Mengubah wayang dari golek menjadi wayang kulit untuk ukuran saat itu bukan perkara sepele, melainkan terobosan baru yang penuh keberanian.
Karena penyerapan sejarah seperti itu, Nahdlatul Ulama menurut Basuki Suhardiman perlu berbicara konkret menyelesaikan urusan sehari-hari pada level warga. Misalnya urusan air.
“Nahdlatul Ulama Jawa Barat bisa menggarap air. Misalnya sungai Citarum sepanjang 300 km membentang di Jawa Barat itu sekarang merupakan sungai paling kotor di dunia.
Bagaimana gerakan dakwah diarahkan untuk kembali memurnikan air dan sungai, “respect every drop of water”. Bahwa air itu kita punya, tetapi yang tidak kita miliki adalah cara menyalurkan air. Karena itu Islam Nusantara harus segera gagasan teknologi tentang saluran air,” sarannya.-NW/Sule
Sumber : Katakini.com