Keseleo Keputusan MUI Sumbar
Oleh Satria Efendi Tuanku Kuniang
Islam Nusantara merupakan Islam yang ada di Nusantara (Indonesia). Islam Nusantara yang dibawa oleh ulama seperti Wali Songo di Pulau Jawa, Syeikh Burhanuddin di Ranah Minangkabau (Sumatera Barat), Syeikh Abdur Rauf (Aceh) yang ajarannya santun, ramah dan toleran. Bahkan terkadang Islam yang diajarkannya berkolaborasi dengan adat setempat.
Islam Nusantara bukan agama, bukan aliran ideologi Islam melainkan sebuah konsep eksistensi Islam di tanah air ini, yang selama ini toleran, damai, santun, tidak saling menyesatkan, tidak membid’ahkan, cinta ulama, belajar ulama di bawah pimpinan guru.
Sekarang ini hal itu mulai di grogoti oleh aliran Wahabi yang merupakan konspirasi Yahudi menghancurkan umat Islam dari dalam. Saking halusnya strategi mereka, sehingga orang awam agama banyak yang tertipu menganggap itu yang benar dan menyalahkan tradisi Islam yang telah lama dibangun oleh ulama ulama Islam Nusantara waktu dulu.
Membomingkan Islam Nusantara sebenarnya mengembalikan Islam kepada khittahnya kembali, sekaligus sebagai benteng pertahanan dari konspirasi menghancurkan Islam itu. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Barat sebaiknya merevisi ulang keputusan yang telah ditetapkan itu. Karena MUI seharusnya menganyomi bukan membuat semakin kisruh suasana. Keputusan itu lahir harus melihat dari segala sudut pandang, terutama mendalami dulu sedalam-dalamnya apa sih sebenarnya Islam Nusantara itu.
Agar keputusan yang diambil memang benar valid dan mendekati kebenaran. Karena menolak Islam Nusantara berarti membiarkan dan mempersilahkan generasi muda Minang, masyarakat Minang terdoktrin dengan konsep ajaran yang sebenarnya konspirasi menghancurkan Islam sendiri.
Endingnya suka menyesatkan, suka membid’ahkan. Padahal kita rindu kepada ajaran Islam yang dibawa oleh ulama Syeikh Burhanuddin, yang berhasil mengislamakan orang Minang 100 persen, Islam yang menyatu dengan budaya. (*)
Penulis, mantan Ketua PMII Kota Pariaman, kandidat doktor Universitas Borobudur Jakarta, alumni Pesantren Madrasyah Miftahul Istiqamah Surau Cubadak Sungai Asam Padang Pariaman
Sumber : NU Online