The news is by your side.

Mengapa Hanya Konsep Islam Nusantara yang Ditolak MUI Sumbar?

Mengapa Hanya Konsep Islam Nusantara yang Ditolak MUI Sumbar? | NU Online LTN Nahdlatul Ulama Jawa BaratJakarta, NU Online

Dosen Pascasarjana Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta Zastrouw Al-Ngatawi menanggapi penolakan konsep Islam Nusantara oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat melalui surat resmi tanggal 21 Juli 2018.

Pernyataan MUI Sumbar tersebut, menurut Zastrouw, hanya lebih menunjukkan rasa sentimen dan upaya mendiskreditkan kelompok tertentu daripada memberikan apresiasi terhadap upaya membangun citra baik Islam yang dilakukan oleh para penggagas Islam Nusantara.

“Hal itu terlihat jelas dalam pernyataan tersebut yang hanya memberikan respon dan pandangan negatif pada Islam Nusantara,” ujar Zastrouw lewat pesan singkatnya kepada NU Online, Jumat (27/7).

Padahal, lanjut pria yang lekat dengan blangkonnya ini, ijtihad untuk memberikan istilah yang lebih spesifik terhadap universalitas ajaran Islam juga muncul di berbagai kelompok.

“Seperti tercermin dalam istilah Islam Berkemajuan, Islam Terpadu, Islam Transformatif, Islam Kaffah, dan sebagainya,” jelas doktor lulusan Universitas Indonesia (UI) ini.

Sikap MUI Sumbar, tegasnya, lebih bukan mencerminkan sikap organisasi ulama yang seharusnya mengedepankan kearifan dan sikap tabayun dengan mempertimbangkan aspek kemaslahatan dalam menanggapi dan menyikapi suatu persoalan.

“Dalam hal Islam Nusantara, MUI Sumbar lebih terlihat seperti organisasi politik,” tegas Zastrouw.

Dengan sikapnya yang demikian, sambungnya, alih-alih bisa membuat kesejukan dan membangkitkan spirit persaudaraan antarumat, yang terjadi justru bisa memancing perpecahan dan sentimen antarumat.

“Karena sikap MUI Sumbar yang mendiskreditkan suatu gagasan keislaman hasil ijtihad dari para ulama,” terangnya.

“Apalagi hal itu dilakukan tanpa tabayun dan dialog, tapi hanya berdasar asumsi dan informasi sepihak yang diterima oleh MUI Sumbar,” imbuh Zastrouw.

Zastrouw menegaskan, jika organisasi ulama sudah kehilangan sikap arif, menafikan budaya dialog, tabayun, lebih mengedepankan ego dan arogansi kelompok, maka akan terjadi penyempitan dan pendangkalan makna serta kualitas ulama. (Fathoni)

Sumber : NU Online

Leave A Reply

Your email address will not be published.